Mohon tunggu...
Yudha P Sunandar
Yudha P Sunandar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peminat Jurnalisme dan Teknologi

Lahir, besar, dan tinggal di Bandung. Senang mendengarkan cerita dan menuliskannya. Ngeblog di yudhaps.home.blog.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sesederhana Genggaman Tangan

8 Desember 2017   04:59 Diperbarui: 8 Desember 2017   05:05 2385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Foto: 3.bp.blogspot.com

Cuaca terik siang itu membuat saya lebih senang berteduh di bawah pepohonan. Pandangan saya jatuhkan ke bentangan lautan yang luas. Sembari menunggu kedatangan perahu boat kami, saya berusaha menikmati riak ombak yang berdebur di dermaga desa siang itu.

Tiba-tiba, tangan kiri saya terasa aneh. Telapak tangan saya terasa dingin, seperti ada tangan yang meraba. Semakin lama, rabaan itu semakin terasa. Bahkan, rabaan itu merangkul jari-jemari saya. Sontak, saya langsung melihat ke arah tangan saya. Sebuah tangan lengkap dengan jari jemarinya sudah menggenggam telapak tangan saya. Ternyata, itu tangan dari salah seorang aparatur desa di Papua Barat. Hal yang mengagetkan lagi, dia adalah seorang pria.

Di tengah kepanikan yang luar biasa itu, saya berusaha menenangkan diri. Kemudian, saya melihat wajah sang aparatur desa dengan sigap. "Mas, jangan lupa kabari kami tentang workshop desa, yah," ungkapnya, dengan bahasa yang halus. Saya hanya bisa tersenyum mengiyakan sekaligus kikuk.

Cukup lama kami berpegangan tangan. Saya bingung harus bagaimana mengakhiri genggaman tangannya tersebut. Syukurlah, perahu yang kami tunggu-tunggu akhirnya datang juga. Saya pun pamit pergi dan bisa mengakhiri proses bergenggaman tangan tersebut.

Saling menggenggam tangan merupakan budaya masyarakat di wilayah timur. Fenomena ini tidak hanya terjadi antar-wanita semata. Namun, berlaku juga untuk para pria. Bila kita berkunjung ke wilayah timur Indonesia, tidak perlu heran melihat dua orang pria saling menggenggam tangan sembari berjalan di ruang publik. Tidak jarang, mereka mengayun-ayunkan tangan yang sedang digenggam tersebut. Kebiasaan ini lengkap dengan rona wajah mereka yang bahagia, seperti anak yang tengah asik bermain.

Di kota saya lahir, besar, dan tinggal, saling menggenggam tangan merupakan fenomena yang lumrah di kalangan wanita. Namun, fenomena dua orang pria yang saling bergenggaman tangan hampir tidak dikenal di Bandung. Bila ada yang melakukannya, umumnya masyarakat langsung melabelinya sebagai gay atau penyuka sesama jenis.

Kekagetan ini pula yang kemudian saya utarakan kepada teman seperjalanan saya ke Papua Barat beberapa waktu lalu. "Itu (menggenggam tangan) bentuk ungkapan kasih sayang," tandas lulusan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) salah satu perguruan tinggi negeri ternama di tanah air ini. "Ini seharusnya tidak hanya berlaku untuk wanita saja, tetapi juga seluruh manusia di dunia," lanjut pemerhati kebudayaan ini.

Paparan kawan saya ini kemudian saya rasakan kembali ketika berkunjung ke Papua beberapa waktu lalu. Kali ini, saya bertemu seorang kawan wanita yang sudah lama kami tidak bersua. Benar saja, ketika kami bertemu, dia menggenggam tangan saya, erat, sangat erat. Selama 30 menit kami berbincang-bincang, selama itu pula dia merangkul jari-jemari saya.

Fenomena ini membuat saya berpikir tentang karakter asli orang-orang di timur. Alih-alih tampak keras dan penuh konflik, justru saya merasakan wajah manusia yang penuh kasih-sayang. Salah satunya terejawantahkan dalam bentuk saling bergenggaman tangan.

Teman saya yang lulusan FIB tersebut justru menganjurkan agar kita semua saling mengungkapkan kasih sayang kepada seluruh manusia, termasuk dengan saling menggenggam tangan. "Mengapa kita bangga untuk memperlihatkan konflik, tetapi begitu malu-malu berbagi dan menunjukkan kasih sayang?" Kritiknya kemudian. "Padahal, bila setiap manusia berusaha untuk berbagi kasih sayang, mungkin dunia ini akan lebih damai," tandasnya.

Kedamaian. Seringkali, kita mengharapkan kehidupan yang penuh kedamaian. Sialnya, seringkali kita lupa bahwa cara meraihnya sangat sederhana. Sesederhana kita saling menggenggam tangan dan berbagi kasih sayang kepada sesama.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun