Mohon tunggu...
Yudha Pratama
Yudha Pratama Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

saya adaptive sebagai orang yang cepat beradaptasi dan saya resilient jiwa yg cukup tangguh dan mampu fokus dibawah tekanan, serta saya memiliki hobby yang cukup banyak seperti memasak, berenang, berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Fikih Perkotaan

27 Januari 2025   11:00 Diperbarui: 27 Januari 2025   11:25 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

FIKIH PERKOTAAN: MENJAWAB TANTANGAN SYARIAH DI ERA MODERNISASI KOTA
Oleh: Mhd Yudha Pratama
Perkembangan modernisasi telah membawa banyak perubahan dalam kehidupan masyarakat perkotaan, terutama bagi umat Islam yang hidup di kota-kota besar. Modernisasi ini menghadirkan berbagai tantangan baru dalam menerapkan prinsip-prinsip syariah, yang sering kali lebih umum diterapkan di konteks kehidupan pedesaan atau dalam masyarakat yang lebih tradisional. Fenomena ini memunculkan kebutuhan akan pendekatan fikih yang khusus dan lebih kontekstual, dikenal sebagai "fikih perkotaan." Fikih perkotaan adalah bidang studi yang membahas penerapan syariah di kota besar, di mana budaya, teknologi, dan gaya hidup masyarakat sering kali berbeda dari kehidupan pedesaan yang lebih tenang.
Pada dasarnya, fikih perkotaan berusaha untuk menjawab berbagai persoalan yang muncul akibat kemajuan kota besar, seperti gaya hidup konsumtif, masalah lingkungan, interaksi sosial yang lebih kompleks, serta pengaruh ekonomi modern yang bertumpu pada kapitalisme. Dengan demikian, kajian fikih perkotaan ini menjadi penting agar umat Islam dapat hidup sesuai dengan syariah di tengah tuntutan modernisasi. Melalui pendekatan ini, fikih perkotaan berfungsi sebagai panduan etis dan praktis bagi Muslim yang ingin tetap taat syariah, tanpa terjebak dalam gaya hidup urban yang sering kali jauh dari prinsip-prinsip Islam.
1. Tantangan Gaya Hidup Konsumtif dan Peran Fikih Perkotaan
Salah satu tantangan terbesar bagi umat Islam di perkotaan adalah gaya hidup konsumtif yang kian meningkat seiring dengan perkembangan modernisasi kota. Kota besar sering kali menjadi pusat perbelanjaan dan gaya hidup, di mana masyarakat didorong untuk mengonsumsi berbagai produk, mulai dari barang elektronik hingga fashion. Padahal, Islam mengajarkan umatnya untuk hidup sederhana dan tidak berlebihan dalam mengonsumsi sumber daya. Sebagai contoh, dalam Surah Al-Isra ayat 27, Allah mengingatkan umatnya bahwa:
اِنَّ الْمُبَذِّرِيْنَ كَانُوْٓا اِخْوَانَ الشَّيٰطِيْنِۗ وَكَانَ الشَّيْطٰنُ لِرَبِّهٖ كَفُوْرًا
Artinya: “Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.”(QS Al-Isra: 27).
 
Namun, penerapan ajaran ini tidak selalu mudah dalam lingkungan perkotaan yang penuh dengan godaan materi dan kemewahan. Melalui fikih perkotaan, prinsip-prinsip kesederhanaan dan pengendalian diri dapat menjadi lebih relevan dengan konteks kehidupan modern. Misalnya, ajaran untuk menghindari israf (pemborosan) dan tabzir (berlebihan) dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dengan lebih bijak. Umat Islam di perkotaan bisa menjalankan gaya hidup yang lebih hemat, mulai dari mengelola keuangan pribadi, menjaga pola konsumsi yang sehat, hingga memilih produk yang tidak hanya memuaskan keinginan tetapi juga kebutuhan dasar.
Selain itu, fikih perkotaan mendorong umat Islam untuk lebih kritis dalam memilih produk yang dikonsumsi, seperti memastikan produk halal, baik dari segi bahan maupun proses pembuatannya. Prinsip-prinsip dalam ekonomi syariah, seperti menghindari riba dan memprioritaskan investasi yang etis, dapat diterapkan dalam memilih tempat investasi dan penyimpanan kekayaan. Misalnya, Muslim di perkotaan dapat memilih bank syariah sebagai solusi perbankan yang tidak mengandung riba dan memberikan manfaat sosial bagi masyarakat sekitar.
2. Masalah Lingkungan dan Kontribusi Fikih Perkotaan
Modernisasi kota juga berdampak negatif terhadap lingkungan. Kota besar identik dengan polusi udara, air, dan tanah akibat aktivitas industri dan transportasi yang intens. Hal ini bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam yang menekankan pentingnya menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah SAW bersabda bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman. Oleh karena itu, umat Islam diperintahkan untuk menjaga kebersihan, tidak hanya dalam ibadah sehari-hari tetapi juga dalam setiap aspek kehidupan.
Fikih perkotaan hadir sebagai solusi untuk menanggulangi masalah lingkungan yang dihadapi oleh masyarakat Muslim di kota. Dalam konteks ini, menjaga lingkungan tidak hanya menjadi tanggung jawab individu, tetapi juga tanggung jawab sosial. Islam mendorong untuk menjaga sumber daya alam, menanam pohon, dan mengurangi pencemaran. Sebagai contoh, beberapa kebijakan dalam fikih perkotaan mendorong Muslim untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, membatasi konsumsi air, serta mendukung kegiatan daur ulang.
Kota-kota besar sering menghadapi masalah sampah yang tidak terkendali. Melalui pendekatan fikih perkotaan, masyarakat dapat didorong untuk mengikuti prinsip pengelolaan sampah sesuai dengan nilai-nilai Islam. Misalnya, beberapa komunitas Muslim di kota-kota besar telah mulai mendirikan bank sampah yang dikelola dengan prinsip syariah. Selain membantu menjaga kebersihan lingkungan, bank sampah ini juga memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat, sehingga nilai-nilai Islam terkait pengelolaan lingkungan dapat tercapai secara nyata.
3. Sistem Ekonomi Modern dan Tantangan Syariah di Perkotaan
Sistem ekonomi modern yang dominan di kota-kota besar sering kali berakar pada kapitalisme, di mana keuntungan menjadi tujuan utama. Sistem ini biasanya melibatkan riba dan spekulasi, yang dilarang dalam Islam. Bagi Muslim yang hidup di kota, mencari solusi keuangan yang sesuai dengan syariah dapat menjadi tantangan. Sebagai contoh, penggunaan kartu kredit yang berbunga, pinjaman berbunga, serta investasi yang spekulatif sering kali sulit dihindari di kota besar. Namun, melalui fikih perkotaan, umat Islam dapat menemukan solusi yang sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi syariah.
Perbankan syariah menjadi salah satu pilihan yang banyak diminati oleh Muslim di perkotaan sebagai alternatif dari perbankan konvensional. Dengan prinsip-prinsip seperti mudharabah (bagi hasil), murabahah (pembiayaan jual beli), dan ijarah (pembiayaan sewa), bank syariah menyediakan layanan yang tidak melibatkan bunga dan lebih selaras dengan nilai-nilai Islam. Selain itu, investasi dalam saham syariah, sukuk, dan pasar modal syariah memungkinkan masyarakat untuk tetap berinvestasi tanpa melanggar syariah.
Selain perbankan syariah, bisnis halal dan ekonomi berbasis syariah juga berkembang pesat di perkotaan. Banyak restoran, hotel, dan usaha kecil menengah di kota besar yang menawarkan produk dan jasa halal. Bisnis halal bukan hanya tentang makanan, tetapi juga mencakup produk kosmetik, pakaian, dan layanan lainnya yang memenuhi syarat-syarat syariah. Fikih perkotaan mempromosikan pentingnya mendukung ekonomi halal untuk membangun ekosistem yang sesuai dengan nilai Islam. Dalam hal ini, dukungan masyarakat menjadi penting untuk membangun ekonomi perkotaan yang lebih etis dan berkeadilan.
4. Interaksi Sosial dalam Perkotaan yang Beragam dan Penerapan Fikih
Lingkungan perkotaan yang padat dan beragam membuat interaksi sosial menjadi lebih kompleks. Di kota besar, masyarakat hidup berdampingan dengan berbagai latar belakang agama, budaya, dan pandangan hidup. Hal ini menuntut umat Islam untuk lebih bijaksana dalam berinteraksi, terutama dalam menjaga etika dan adab sesuai dengan ajaran Islam. Fikih perkotaan memberikan panduan dalam hal ini, baik dalam hal interaksi antar-muslim maupun interaksi dengan non-muslim.
Misalnya, dalam bekerja atau belajar di perkotaan, Muslim sering kali harus berinteraksi dengan lawan jenis dalam berbagai kegiatan. Islam mengajarkan untuk menjaga pandangan dan perilaku agar tidak melanggar batas-batas yang telah ditetapkan. Di sinilah pentingnya fikih perkotaan untuk membantu umat Islam dalam memahami batas-batas yang perlu dijaga dalam interaksi sosial. Prinsip-prinsip seperti menjaga hijab, menghormati sesama, dan menghindari perbuatan yang tidak senonoh menjadi semakin relevan dalam kehidupan perkotaan yang dinamis.
Selain interaksi antar-muslim, hubungan dengan non-muslim juga menjadi tantangan dalam konteks perkotaan. Islam mengajarkan sikap toleransi dan menghargai hak-hak sesama manusia. Fikih perkotaan membantu umat Islam dalam memahami prinsip-prinsip toleransi ini tanpa mengorbankan identitas keislaman mereka. Dengan cara ini, Muslim di kota besar dapat menjalankan dakwah melalui perilaku sehari-hari yang mencerminkan nilai-nilai Islam, seperti kejujuran, keadilan, dan kesabaran dalam menghadapi perbedaan.
5. Literasi dan Pendidikan Islam di Perkotaan sebagai Solusi Fikih Perkotaan
Untuk menghadapi berbagai tantangan yang dihadapi umat Islam di kota besar, literasi dan pendidikan fikih perkotaan menjadi solusi penting. Melalui pendidikan ini, masyarakat dapat memahami cara-cara praktis dalam menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam konteks perkotaan. Program literasi fikih perkotaan dapat diselenggarakan melalui berbagai kegiatan, seperti pengajian, seminar, dan diskusi kelompok di komunitas Muslim. Dengan memahami fikih perkotaan, umat Islam di kota besar akan lebih siap menghadapi godaan modernitas tanpa harus mengorbankan prinsip-prinsip agama. Pendidikan fikih perkotaan juga dapat dimulai dari lingkungan keluarga, di mana orang tua mengajarkan kepada anak-anak cara menjalani kehidupan yang Islami di tengah gemerlap kehidupan kota.
Fikih perkotaan bukan sekadar disiplin hukum Islam yang mengakomodasi perubahan, melainkan juga bentuk ikhtiar umat untuk tetap berada dalam koridor syariah di tengah derasnya arus modernisasi. Seiring perkembangan zaman, kota-kota besar akan terus mengalami perubahan, bahkan mungkin lebih cepat dari yang bisa kita bayangkan. Dari kemajuan teknologi hingga dinamika sosial, , setiap aspek kehidupan perkotaan akan menghadirkan tantangan baru bagi penerapan nilai-nilai Islam. Dalam konteks ini, fikih perkotaan hadir sebagai jembatan yang menghubungkan prinsip-prinsip syariah dengan realitas kehidupan modern, membantu umat Islam untuk tidak hanya bertahan tetapi juga berkembang dengan identitas yang kokoh.
Fikih perkotaan mendorong umat Islam untuk mengedepankan prinsip-prinsip keberlanjutan dan keadilan sosial dalam berbagai aktivitasnya. Dengan menekankan pentingnya menjaga lingkungan, menjalankan ekonomi halal, serta mempraktikkan toleransi dalam kehidupan sosial, fikih perkotaan memberikan pedoman hidup yang relevan, khususnya bagi generasi Muslim perkotaan. Tidak hanya sekadar menjadi panduan teoritis, fikih ini mendorong umat untuk lebih sadar dalam bertindak, berpikir, dan mengambil keputusan yang berdampak pada diri mereka sendiri dan masyarakat luas.
Peran lembaga pendidikan dan tokoh agama dalam menyebarkan pemahaman fikih perkotaan sangat krusial agar ajaran ini dapat diterima dan dipahami lebih luas. Pendidikan Islam yang memperkenalkan konsep-konsep fikih perkotaan, baik melalui kurikulum formal maupun program-program komunitas, dapat menciptakan generasi Muslim yang mampu menyelaraskan antara nilai-nilai agama dengan tantangan perkotaan yang kompleks. Selain itu, tokoh agama dan pemuka masyarakat dapat berperan aktif dalam membimbing umat menghadapi berbagai persoalan perkotaan, termasuk dalam menyikapi perkembangan teknologi, gaya hidup modern, dan interaksi antarbudaya.
Lebih jauh, penerapan fikih perkotaan ini juga memberikan manfaat positif bagi masyarakat secara keseluruhan. Dengan mengedepankan nilai-nilai Islam yang universal seperti kedamaian, keadilan, dan kasih sayang, fikih perkotaan memiliki potensi untuk memperkuat kohesi sosial dalam lingkungan yang beragam. Ketika umat Islam mampu menampilkan karakter mulia dan adaptif, mereka bukan hanya menjaga diri mereka sendiri tetapi juga berkontribusi pada terciptanya lingkungan perkotaan yang lebih manusiawi dan harmonis.
Akhirnya, fikih perkotaan memberikan harapan bahwa modernitas dan syariah tidak harus selalu berseberangan. Keduanya dapat berjalan beriringan melalui pendekatan yang bijak dan fleksibel, asalkan umat Islam tetap teguh memegang prinsip-prinsip dasar Islam. Dengan demikian, fikih perkotaan bukan sekadar respons terhadap tantangan modern, tetapi juga merupakan cerminan dari semangat Islam yang selalu relevan dan responsif terhadap perkembangan zaman. Melalui pendekatan fikih yang inklusif ini, umat Islam diharapkan dapat menjadi pionir perubahan positif di perkotaan sekaligus penjaga nilai-nilai luhur Islam di era modernisasi yang terus berkembang pesat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun