Kesehatan adalah hak asasi mendasar manusia, (WHO, 2017);  hak  warga  negara  (UUD  1945  Pasal 28 H ayat 1). Kenyataannya, Indonesia dengan wilayah  sangat luas  berpenduduk  274.795.584  jiwa (Worldometer, 10 Desember 2020), namun pelayanan kesehatan di sejumlah daerah terpencil, masih terbatas. Kesiapan Puskesmas baru mencapai 71%, karena kurangnya  fasilitas,  terbatasnya  obat, sarana prasarana, alat  kesehatan,  tenaga  kesehatan  dan  belum  memadainya  kualitas  pelayanan  (Renstra  Kementerian Kesehatan  2015- 2019).  Meski  jumlah  tenaga kesehatan mencukupi, namun sebarannya belum merata.  Di  daerah,  promosi  kesehatan  dan  pemberdayaan masyarakat  juga  belum  optimal  karena  kurangnya tenaga penyuluh (Renstra Kemenkes 2017).Â
   Salah satu solusi dari pemenuhan kebutuhan dan jawaban atas tantangan di atas adalah dengan telemedicine atau yang dikenal sebagai layanan medis jarak jauh melalui teknologi informasi dan komunikasi (WHO, 2010); European Commission, 2018); Fabbrocini  dkk,  2011). Telemedicine yang  juga  dikenal dengan  penyembuhan  jarak  jauh  (healing  at  a  distance), menjadi kian penting, karena jumlah pengguna meningkat  secara  signifikan.  Asosiasi  penyedia  jasa internet Indonesia (APJII, 2014, 2017, 2018) mencatat adanya peningkatan signifikan dari penduduk Indonesia  yang  menggunakan  internet:  2014:  34,9% pengguna; 2017: 54,68% pengguna; dan 2018: 64,8% pengguna. Tahun 2017, sejumlah 51.06% orang yang mengakses  internet,  mencari  informasi  mengenai kesehatan dan 14.05 persen berkonsultasi dengan ahli kesehatan. Jumlah tersebut tidak jauh berbeda dengan di  Indonesia.  Jumlah  orang  yang melakukan layanan telemedicine meningkat 44% di masa pandemi Covid-19 (Kompas, 2020). Dalam era di mana teknologi semakin merasuk ke dalam berbagai aspek kehidupan, perawatan kesehatan tidak lagi terbatas pada kunjungan langsung ke dokter atau fasilitas medis. Telemedicine, sebuah inovasi medis yang memanfaatkan teknologi digital untuk memberikan pelayanan kesehatan jarak jauh, telah mengalami perkembangan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Konsep ini tidak hanya menawarkan aksesibilitas yang lebih besar bagi pasien, tetapi juga menghadirkan potensi transformasi besar dalam paradigma perawatan kesehatan global.
   Dari perspektif logika, telemedicine memiliki landasan yang kuat. Melalui pemanfaatan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi yang ada, pasien dapat terhubung dengan tenaga medis terampil secara virtual, memungkinkan diagnosis yang cepat, efisien, dan akurat. Dengan memanfaatkan platform digital, dokter dapat memberikan layanan konsultasi, diagnosa, serta pengobatan jarak jauh secara real-time, mengatasi kendala geografis dan meningkatkan aksesibilitas pelayanan kesehatan.
   Dari segi hipotesis, telemedicine diyakini memiliki potensi untuk mengurangi kesenjangan akses kesehatan antara wilayah perkotaan dan pedesaan, serta antara negara maju dan berkembang. Dengan bantuan teknologi, pasien di daerah terpencil atau yang sulit dijangkau oleh fasilitas medis dapat memperoleh akses pelayanan kesehatan yang sama dengan mereka yang tinggal di pusat kota. Hal ini berpotensi mengurangi beban sistem kesehatan, mengoptimalkan sumber daya, dan meningkatkan efisiensi layanan kesehatan secara keseluruhan.
   Verifikasi keberhasilan telemedicine dapat dilihat dari sejumlah studi kasus yang menunjukkan peningkatan signifikan dalam kualitas perawatan, peningkatan aksesibilitas, serta penghematan biaya kesehatan bagi individu maupun sistem kesehatan secara keseluruhan. Berbagai platform telemedicine telah terbukti berhasil dalam menghadirkan layanan kesehatan yang efektif dan efisien, baik dalam skala lokal maupun global.
   Dari sudut pandang filosofi ontologi, telemedicine menggambarkan kemajuan manusia dalam mengatasi batasan ruang dan waktu dalam memberikan perawatan kesehatan. Ini menegaskan bahwa esensi perawatan kesehatan bukan hanya terletak pada interaksi fisik antara dokter dan pasien, tetapi juga pada kemampuan untuk memberikan perawatan yang tepat dan berkualitas, terlepas dari jarak dan lokasi geografis.
   Dalam hal epistemologi, telemedicine mencerminkan kemajuan pengetahuan dan pemahaman kita tentang bagaimana teknologi dapat diterapkan secara efektif untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan manusia. Ini membuktikan bahwa pengetahuan dan inovasi yang terus berkembang dapat membuka peluang baru dalam memahami, mendiagnosis, dan mengobati penyakit secara lebih efektif.
   Dari perspektif axiologi, telemedicine menekankan pentingnya nilai akses kesehatan yang merata dan pelayanan yang adil bagi semua individu, tanpa memandang lokasi geografis atau latar belakang sosio-ekonomi. Ini menegaskan pentingnya mengutamakan kepentingan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, mengingat setiap individu memiliki hak yang sama untuk mendapatkan akses pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Secara keseluruhan, telemedicine bukan hanya sekadar revolusi teknologi dalam sektor kesehatan, tetapi juga mencerminkan pergeseran paradigma dalam cara kita memahami dan memberikan perawatan kesehatan. Dengan mempertimbangkan logika, hipotesis, verifikasi, serta telaah filosofi ontologi, epistemologi, dan axiologi, kita dapat mengenali pentingnya telemedicine sebagai sarana yang efektif untuk menghadirkan perawatan kesehatan yang inklusif, efisien, dan inovatif di era digital yang terus berkembang.
Yudha Pratama,
Mahasiswa Magister Fakultas Keperawatan, Universitas Airlangga