Pertengahan tahun 2005, saya menginjakan kaki untuk pertama kalinya di bumi Gorontalo. Salah satu provinsi termuda di nusantara ini. Jauh dari kampung halaman membuat saya seperti hidup terasing karena harus membiasakan diri dengan budaya dan kehidupan yang baru. Kendala yang cukup sulit untuk cepat berbaur dengan masyarakat sekitar adalah adanya perbedaan bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi. Umumnya mereka menggunakan bahasa Indonesia, tetapi tentu saja bukan bahasa Indonesia yang baku. Dalam setiap percakapan pasti ada sisipan kata dalam bahasa Gorontalo, Manado dan Arab. Kenapa demikian?
Sebelum resmi berdiri menjadi provinsi ke-32 di Indonesia pada tanggal 16 Februari 2001, Gorontalo termasuk kedalam wilayah provinsi Sulawesi Utara dengan pusat pemerintahan di Manado. Hal inilah yang menyebabkan adanya perpaduan antara bahasa Gorontalo dengan bahasa Manado. Sementara sisipan kata dalam bahasa Arab disebabkan masuknya golongan bangsa Arab pada zaman dahulu yang tinggal dan menikah dengan orang pribumi, sehingga terjadi percampuran budaya dan bahasa Arab yang dapat diterima oleh penduduk Gorontalo. Gabungan dari 4 bahasa inilah yang membuat pendatang seperti saya kesulitan untuk cepat terbiasa dengan bahasa mereka. Berikut contoh kalimat yang teman saya katakan;
"Ente makang jo dulu rabu-rabu, jang kage nanti mo lapar di jalan"
Kalimat tersebut merupakan gabungan kata dalam 4 bahasa yang berbeda, yaitu:
1. Ente = Kamu/Anda (Arab)
2. makang = makan, jang = jangan (Manado)
3. dulu, nanti, lapar, jalan (Indonesia)
4. rabu-rabu = sebentar, kage = mendadak/tiba-tiba (Gorontalo)
"jo" adalah kata sambung
sedangkan "mo" = mau. Saya sendiri belum bisa memastikan apakah bahasa Gorontalo atau bahasa Manado karena digunakan oleh keduanya.
Jadi kalimat diatas jika diartikan kedalam bahasa Indonesia adalah;