Mohon tunggu...
Ter Luka
Ter Luka Mohon Tunggu... -

silence

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dunia Lain

20 Juni 2012   14:33 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:44 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Aku terjebak pada suatu malam yang rendah. Selembar malam yang penuh dengan kata dan aksara merubah imajinasiku untuk bergeser ke dunia yang lain. Aku merasakan sesuatu telah hilang. “Ya, tentang kehilangan yang sama”.

Menunggu cerah menjadi kenyataan bagaikan kami berjalan di pusat kota yang senja. Persahabatan menyelimuti kelelahan untuk saling mengerti. “Entahlah. Apakah ini sebuah keputusan atau pernyataan retrotrika.” Tak pernah ada yang tahu, kau atau pun aku.

Aku katakan dengan segala sesuatu yang kupunyai saat ini. Menjawab pertanyaanmu atau berdiam diri untuk mengalah. Membiarkan mereka membuka telinga atau tidak mendengarkan sama sekali.
Kau pun percaya, “Apakah ini benar-benar berbeda?” atau aku hanya tinggal di dunia lain.

“Dimana aku?”
Wujud dan bentukku tak terlihat saat ini,Mungkinkah aku berada di ruanganmu diantara altar mimpi dan paca indera atau mungkinkah aku berada dalam memori sel otakmu yang tersembunyi.
” Entahlah semuanya tampak misteri, namun suaraku tak asing bagimu.”

Jika kau buka kembali album tua itu dan beberapa catatan harianmu, mungkin aku terselip diantaranya. Karena aku hanya sekedar mengikuti imajinasimu dan mencari makna dimana kau letakan aku. Ketahuilah aku selalu menanti seseorang untuk membuka kenangan lalu atau hanya sekedar membersihkan ku dari debu yang selalu menyelimutiku. Aku sudah cukup senang jika mereka melakukan itu.

Tapi kali ini kau tampak berbeda. Kau memandangku begitu dalam, dan aku mengenal jenis pandangan seperti itu. Aku terlalu paham bahasa mata. Apa lagi mata yang ganjil seperti matamu. Kau tidak pernah bisa menipu mataku…

Saat ini kau begitu membenciku, kau begitu kesal kepadaku.Sumpah serapah tertuju dan menghujam kepadaku. Kau katakan padaku tentang sebuah perasaan yang terluka dengan jiwa yang penuh lara. Namun aku tak mampu berbuat banyak, karena mata hatiku hanya terbungkus pengakuan sesal. Perlahan air matamu jatuh dan membasahi ungkapan jiwamu.

Aku katakan kepadamu,..
Kau bisa melemparku saat ini atau membakarku. Jangan rindukan aku,..
Pergilah,..Walau kau pernah menjadi bagian secuil pecahan jiwaku, namun aku memang tak pantas untukmu.karena sejatinya aku hanya butuh keajaiban dari-NYA, bahwa dulu aku pernah mencintaimu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun