Mohon tunggu...
Yudha Arya Pradana
Yudha Arya Pradana Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Saya suka mengkritik isu isu negara

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tindak Pidana Kasus Perzinaan Dalam Hukum Pidana dan Perspektif Islam

25 April 2023   05:08 Diperbarui: 25 April 2023   05:08 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di jaman sekarang ini, perzinaan dalam masyarakat kenyataannya semakin berkembang, terlihat dari banyaknya aborsi yang disebabkan oleh hubungan gelap, bayi-bayi yang dibuang dijalanan, bahkan terdapat banyaknya diskotik yang menyediakan fasilitas untuk melakukan perbuatan maksiat, serta hotel dan tempat penginapan yang tidak menyeleksi pengunjung pria dan wanita yang bukan muhrim menginap dalam satu kamar, dan lain sebagainya.

Hal ini selain disebabkan oleh  faktor keimanan yang lemah dan akhlak yang rendah dari sebagian anggota masyarakat, juga disebabkan oleh  peraturan perundang-undangan yang sangat lemah dan masyarakat muslim yang tidak berdaya untuk menegakkan aturan hukum pidana Islam karena tidak didukung aturan negara. Mengapa demikian?

Perzinaan dalam KUHP dapat dipilah kedalam tiga hal yaitu, pertama perzinaan yang dilakukan dengan kekerasan atau ancaman, kedua perzinaan yang dilakukan dengan paksaan secara psikis, dan ketiga perzinaan yang dilakukan atas dasar suka sama sama suka.

Perzinaan yang dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan disebut perkosaan. Perzinaan yang dilakukan dengan paksaan secara psikis apabila perzinaan itu tidak dikehendaki oleh si wanita maka seharusnya juga masuk kedalam kategori perkosaan. Perzinahan yang termasuk dalam kategori pertama dan kedua terdapat dalam Pasal 285, 286,287,289,290, 291,293 dan 294.

Perzinaan yang dilakukan atas dasar suka sama suka dalam KUHP hanya terdapat dalam Pasal 284 akan tetapi hanya mengenai salah satu atau kedua pelaku zina berstatus menikah serta dikaitkan dengan Pasal 27 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Perdata Sipil) tentang prinsip monogami yang tidak berlaku bagi umat muslim yang terkait dengan Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 dan dimasukkan kedalam delik aduan.

Sedangkan di dalam Islam, pelaku perzinaan dibedakan menjadi dua, yaitu pezina muhshan dan ghayru muhshan. Pezina muhshan adalah pezina yang sudah memiliki pasangan sah (menikah), sedangkan pezina ghayru muhshan adalah pelaku yang belum pernah menikah dan tidak memiliki pasangan sah. Berdasarkan hukum Islam, perzinaan termasuk salah satu dosa besar. Tentang perzinaan di dalam Al-Quran disebutkan di dalam ayatayat berikut; Al Israa' 17:32, Al A'raaf 7:33, An Nuur 24:26. Dalam hukum Islam, zina akan dikenakan hukum rajam. Hukumnya menurut agama Islam untuk para pezina adalah sebagai berikut:

1. Jika pelakunya sudah menikah melakukannya secara sukarela (tidak dipaksa, tidak diperkosa), mereka dicambuk 100 kali, kemudian dirajam, ini berdasarkan hukuman yang diterapkan Ali bin Abi Thalib. Mereka cukup dirajam tanpa didera dan ini lebih baik, sebagaimana hukum yang diterapkan oleh Muhammad, Abu Bakar ash-Shiddiq, dan Umar bin Khatthab.

2. Jika pelakunya belum menikah, maka mereka didera (dicambuk) 100 kali. Kemudian diasingkan selama setahun (Al-Albani, 2012, Jilid 3: 270).

Setelah memperhatikan sekilas tentang aturan perzinaan menurut hukum positif dan menurut Hukum Islam, tampak adanya perbedaan yang cukup jelas, yaitu di dalam hukum positif KUHP yang dianut oleh negara, tindak pidana perzinaan hanya untuk orang yang sudah ada ikatan perkawinan baik salah satu ataupun kedua-duanya, berarti jika orang melakukan zina yang keduanya belum memiliki tali perkawinan maka perbuatan tersebut tidak dipidana dan hanya mendapatkan hukuman yang ringan serta hanya dapat diancam hukuman penjara kalau ada yang melaporkan perbuatan zina tersebut . Sedangkan didalam hukum Islam untuk tindak pidana perzinaan hukumannya sudah ditentukan menurut syari'at dan hukumannya lebih berat, serta pengertian zina lebih luas lingkup pelakunya, bukan hanya untuk yang sudah ada ikatan perkawinan tetapi juga untuk yang belum menikah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun