Di sore hari yang cukup hangat, tepatnya Selasa, 14 Januari 2025, pukul 16.30 WIB, suasana di kantor terasa sejuk meski cukup ramai. Pendingin ruangan bekerja optimal, menciptakan suasana nyaman di tengah hiruk-pikuk aktivitas para karyawan yang sibuk menyelesaikan tugas-tugas mereka. Dari tempat saya duduk, jendela besar di sisi ruangan memperlihatkan pemandangan luar yang memanjakan mata. Langit sore begitu mempesona, dihiasi gradasi warna jingga keemasan dari matahari yang perlahan tenggelam. Cahaya matahari yang memantul di gedung-gedung di sekitar kantor menciptakan bayangan yang indah dan menenangkan.
Di tengah keheningan kerja yang diiringi suara lembut ketukan keyboard dan dering telepon, saya merasa ada kedamaian tersendiri yang sulit dijelaskan. Meskipun aktivitas kerja masih berlangsung, sore itu terasa istimewa. Ada semacam harmoni antara dinamika pekerjaan yang menuntut fokus dan suasana luar yang memberikan energi baru. Rasanya seperti sebuah penyeimbang setelah melewati siang hari yang penuh dengan rapat dan tenggat waktu.
Setelah menyelesaikan beberapa tugas penting yang cukup menguras energi sejak siang hari, saya memutuskan untuk mengambil jeda sejenak. Seperti biasa, di sore hari saya berusaha untuk tidak melewatkan shalat ashar. Mushola kantor menjadi tujuan saya, sebuah tempat yang selalu memberikan ketenangan di tengah padatnya aktivitas. Saya berjalan menuju mushola, melewati deretan meja kerja rekan-rekan yang sibuk dengan layar komputer mereka. Beberapa dari mereka tersenyum dan mengangguk saat saya melintas, sebuah kebiasaan kecil yang menambah kehangatan suasana kantor.
Sesampainya di mushola, suasana tenang langsung menyelimuti. Lantunan dzikir lembut terdengar, menciptakan atmosfer yang damai. Saya mengambil air wudhu dengan hati-hati, merasakan setiap percikan air yang membasuh wajah dan tangan saya seperti membebaskan diri dari kepenatan. Dalam setiap gerakan shalat, saya merasa seperti terhubung dengan sesuatu yang lebih besar dari diri saya sendiri. Doa dan dzikir yang saya panjatkan terasa seperti percakapan intim dengan Sang Pencipta, memberikan ketenangan batin yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.
Setelah selesai shalat, saya kembali ke meja kerja dengan perasaan segar. Namun, tak lama setelah saya duduk, ponsel saya yang tergeletak di meja berdering, menandakan ada panggilan masuk. Dengan segera, saya mengambil ponsel tersebut dan melihat nama ibu saya muncul di layar. Saya menjawab panggilan itu dengan penuh semangat, karena selalu ada kebahagiaan tersendiri saat mendengar suara ibu di tengah kesibukan. Dalam percakapan singkat itu, ibu menanyakan kabar saya, mengingatkan untuk tidak melewatkan makan malam, dan berbagi cerita tentang kesehariannya di rumah. Perhatian kecil seperti ini selalu berhasil menghangatkan hati saya, mengingatkan bahwa ada orang-orang yang selalu peduli, meskipun kami tidak bertemu setiap hari.
Setelah panggilan telepon berakhir, saya memutuskan untuk memanfaatkan waktu senggang dengan membaca berita terbaru di portal online. Saya membuka aplikasi berita favorit di ponsel saya dan mulai menggulir layar, mencari artikel menarik yang bisa saya baca. Salah satu judul artikel segera menarik perhatian saya: "RESPONS LAPORAN PUBLIK, KOMDIGI MINTA JAGAT UBAH FITUR 'BERBURU KOIN'." Judul ini membuat rasa penasaran saya muncul, terutama karena aplikasi Jagat cukup dikenal sebagai salah satu platform digital populer di kalangan anak muda.
Saya membaca artikel tersebut dengan penuh perhatian. Rupanya, Kementerian Komunikasi dan Digital Republik Indonesia (Komdigi) baru-baru ini memanggil Co-Founder Jagat, Barry Beagen, untuk membahas keluhan masyarakat mengenai fitur Berburu Koin. Fitur ini mendorong pengguna untuk mencari koin secara fisik di lokasi tertentu yang tersebar di berbagai wilayah. Meskipun konsepnya kreatif, fitur ini ternyata menimbulkan masalah di lapangan, seperti kerusakan fasilitas umum dan gangguan terhadap ketertiban.
Artikel itu menjelaskan bahwa Komdigi menerima banyak laporan dari masyarakat hingga instansi pemerintah terkait dampak negatif dari fitur tersebut. Wakil Menteri Komunikasi dan Digital, Angga Raka Prabowo, menegaskan pentingnya menciptakan platform digital yang tidak hanya inovatif, tetapi juga memberikan manfaat positif bagi masyarakat. Dalam pernyataannya, Angga mengingatkan para pengembang teknologi untuk memperhatikan norma hukum dan nilai-nilai sosial dalam setiap inovasi yang mereka ciptakan.
Saya merasa tertarik dengan respons cepat pemerintah terhadap isu ini, terutama karena era digital saat ini memang menuntut keseimbangan antara kreativitas dan tanggung jawab sosial. Lebih lanjut, artikel itu juga menjelaskan bahwa Barry Beagen, mewakili pihak Jagat, menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat atas kerugian yang disebabkan oleh fitur tersebut. Ia berkomitmen untuk mengubah format Berburu Koin menjadi Misi Jagat, sebuah program yang bertujuan mendorong pengguna untuk berkontribusi pada perbaikan ruang publik.
Barry juga menjelaskan bahwa selama periode transisi, fitur Berburu Koin akan dihentikan sementara. Ia memastikan bahwa perubahan ini akan dilakukan dalam tiga hari ke depan, dengan prioritas menghapus koin-koin dari lokasi yang berpotensi merusak fasilitas umum. Sebagai langkah tambahan, Jagat akan membuat kanal resmi untuk memonitor laporan masyarakat terkait dampak aktivitas pengguna di platform tersebut.
Saya menyelesaikan membaca artikel itu dengan perasaan puas sekaligus reflektif. Langkah yang diambil oleh pemerintah dan pihak Jagat mengingatkan saya akan pentingnya tanggung jawab dalam setiap inovasi yang kita buat. Sebuah inovasi tidak hanya dinilai dari seberapa kreatif ide tersebut, tetapi juga dari seberapa besar dampaknya terhadap masyarakat.