Senin siang itu, tepatnya tanggal 06 Januari 2025, pukul 14.00 WIB, saya memutuskan untuk kembali ke kantor setelah selesai menikmati waktu istirahat makan siang. Udara di luar terasa hangat, bercampur dengan angin sepoi-sepoi yang memberikan sedikit kesejukan di tengah aktivitas yang padat. Gedung kantor tempat saya bekerja berdiri megah di tengah-tengah kota, dengan desain arsitektur modern yang selalu membuat saya terkesan setiap kali memasukinya.
Langkah kaki saya melangkah mantap menuju pintu utama gedung. Dengan kartu akses di tangan, saya mengetap kartu untuk melewati gate masuk. Suara pintu otomatis yang terbuka diikuti bunyi bip halus menandakan bahwa akses saya berhasil. Melewati gate, saya langsung disambut dengan suasana lobi yang ramai, penuh dengan rekan-rekan kerja dari berbagai divisi yang tampaknya juga baru kembali dari jam istirahat makan siang mereka.
Saya berjalan melintasi lobi, menyapa beberapa wajah yang sudah familiar, hingga akhirnya tiba di depan lift. Setelah menekan tombol untuk memanggil lift, saya menunggu beberapa saat. Suara dentingan lembut pintu lift terbuka, dan saya segera melangkah masuk bersama beberapa orang lainnya. Saya menekan tombol lantai 18, tempat ruang kerja saya berada.
Di dalam lift, suasananya tenang. Hanya terdengar suara mesin lift yang perlahan membawa kami naik ke lantai yang dituju. Beberapa orang sibuk dengan ponsel mereka, sementara yang lain berdiri dalam keheningan. Saya memanfaatkan momen ini untuk merenung sejenak, memikirkan daftar tugas yang harus saya selesaikan sore ini. Tidak butuh waktu lama, lift sampai di lantai 18. Suara pintu lift terbuka menyadarkan saya dari lamunan singkat itu.
Saya melangkah keluar dari lift, menyusuri koridor yang sudah akrab di mata saya. Cahaya dari jendela besar di sepanjang lorong memberikan penerangan alami yang menenangkan. Sesampainya di ruang kerja, saya langsung menuju meja saya, melewati beberapa rekan yang sudah sibuk di depan layar komputer masing-masing.
Setelah duduk, saya membuka laptop pribadi saya yang sudah menunggu di meja. Saya menyambungkannya ke jaringan kantor, bersiap untuk memulai pekerjaan. Namun, sebelum memeriksa email dan berkas pekerjaan yang perlu saya kerjakan, saya memutuskan untuk mengambil sedikit waktu untuk membaca berita. Membaca berita selalu menjadi kebiasaan saya di sela-sela kesibukan, terutama ketika saya merasa butuh inspirasi atau sekadar ingin mengetahui kabar terbaru.
Saya membuka salah satu portal berita favorit saya, menggulirkan halaman utama yang penuh dengan artikel-artikel menarik. Hingga akhirnya, sebuah artikel berita dengan judul berita mencuri perhatian saya: "Para Ortu ABK di Bogor Bersyukur Ada Makan Bergizi Gratis di Sekolah: Nutrisi Anak Tercukupi."
Rasa penasaran saya membuat saya segera mengklik artikel tersebut. Saya mulai membaca dengan penuh perhatian, membayangkan setiap detail yang diceritakan dalam tulisan itu. Artikel tersebut mengulas tentang pelaksanaan hari pertama Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang baru saja diluncurkan oleh Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Program ini dirancang untuk memberikan akses makanan bergizi kepada anak-anak sekolah, termasuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).
Artikel tersebut menyoroti salah satu sekolah inklusif di Cimanggu, Bogor, yaitu PAUD SPS Nalika Abdi Alit, yang juga melayani Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Di sekolah ini, program MBG mendapatkan sambutan yang sangat positif dari para wali murid.Â
Di dalam artikel tersebut, saya membaca kisah penuh haru dari para wali murid yang merasakan manfaat langsung dari program ini. Salah satu wali murid bernama Sulistiawati Wijaya, yang merupakan orang tua dari seorang siswa ABK, mengungkapkan rasa syukurnya. Menurutnya, program ini tidak hanya membantu memenuhi kebutuhan gizi anak-anak tetapi juga membantu mereka yang selama ini kesulitan mengatur pola makan.