"Gitu aja kamu nangis? Baru juga kamu gagal dua kali. Coba si B yang sudah beberapa kali gagal, tetap dia semangat."Â
Setiap orang memiliki toleransi dalam menghadapi masalah itu berbeda walaupun masalahnya dianggap sama. Seandainya kita berbicara seperti membandingkan dengan kemampuan orang lain yang lebih kuat dalam menangani masalah, itu akan membuat orang tersebut frustasi dan tertekan.
3. Tidak perlu membandingkan kesulitan-kesulitan orang lain
"Jangan terlalu ditangisi hanya karena dimarahi bosmu. Masih ada kok pengemis yang lebih susah tapi masih bisa menahan kesedihan dan rasa laparnya."
Membandingkan masalah dengan orang lain bukannya membuat lebih termotivasi malah akan membuatnya terpojok dan tak berdaya. Sebaiknya menunjukkan rasa empati jika ada teman yang curhat bukan membandingkan dengan masalah orang lain.
4. Menjadi pendengar yang baik
Menjadi pendengar yang baik daripada memikirkan kata-kata motivasi mungkin cara kita menghindari "toxic positivity". Biarkan temannya untuk curhat dan mengungkapkan ekspresi emosinya baik itu sedih, menangis, atau kesal.Â
Mencoba menjadi pendengar yang baik dari awal hingga selesai bercerita akan membuat rasa lega buatnya dan perlu juga merespon "wajar kamu marah dan kecewa, mungkin kalau aku di posisimu merasakan hal yang sama. Tapi, aku percaya kamu pasti bisa melewati masalah ini"
Hati-hati menggunakan kata-kata positif yang ingin membangun malah akan menjadi "toxic positivity". Menjadi pendengar yang baik dan tidak menyinggung kemampuan atau kesulitan yang dihadapi, merupakan cara yang aman untuk menghindari "toxic positivity".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H