"Setiap meeting, sebagai anak buah hanya bisa menerima omelan, kritik pedas, atau sesuatu yang tidak mengenakan dari bos bahkan menyuruhku melakukan sesuatu yang bukan kompetensiku. Walapun aku anak buahnya, bukan berarti aku harus melakukan apa yang dia suruh.
Kejadian seperti ini sering terulang ketika bekerja di kantor ataupun saat aku ambil cuti. Rasa tertekan, stres dan tidak betah dengan kelakuan bos terhadap anak buahnya. Menurutku, aku sudah melakukan yang terbaik buat klienku dan perusahaan ini.
Tapi menurutnya, aku selalu posisi salah dan alasannya tidak masuk akal. Aku orang yang jujur dalam bekerja mengerjakan laporan sebelum deadline, namun bos selalu kurang puas. Apa lebih baik aku resign aja ya?"
Arti sebuah hubungan antara pemimpin dan pekerjanya sangat simpel tapi mendalam. Tempo dulu, leadership bersifat vertikal artinya pekerjanya harus mengikuti apa yang diperintahkan oleh bosnya, tidak boleh memberikan saran dan masukan, berpendapat dibatasi serta ada jarak status antara bos dan anak buah.
Sekarang sudah memasuki abad ke-21 dimana kebanyakan mental generasi muda yang kompetitif dan produktif, sehingga vertical leadership mulai ditinggalkan.
Kalau hubungan seperti ini dipertahankan, mereka akan bosan dan tidak akan maju. Kaum muda ingin bebas berkreasi, berpendapat, dan selalu berinovasi.
Oleh karena itu, ciptakan hubungan interpersonal horizontal diantara mereka. Hubungan horizontal ini memiliki karakteristik yang membentuk teamwork, berkolaborasi, saling bertukar ide dan pendapat untuk mencapai tujuannya.
Selain itu, hubungan ini bisa membuat tim lebih dekat antar satu dengan yang lain.
Basic dalam membangun hubungan interpersonal horizontal adalah sebuah kepercayaan "to be good at trusting and at being trusted"Â
Seorang pemimpin bukanlah hanya karena posisi atau jabatan melainkan ketika dia mampu menjadikan dirinya sebagai contoh aksi nyata bagi tim nya untuk bekerjasama, adanya rasa kebersamaan dan saling peduli antar tim.