tahun baru, ini menjadi momen untuk merefleksikan perjalanan hidup yang telah dilalui: apa yang telah kita lakukan, apa yang telah kita capai, dan bagaimana kita bisa lebih selaras dengan sesama, alam, dan Tuhan.
"Hujan deras, di bulan Desember. Angin kencang, hatipun berdebar. Tak terasa tahun hampir habis. Renungi semua, masa-masa kelabu. .." Salah satu lirik lagu dari band asal Yogyakarta, Karnamereka. Hal ini mengingatkan saya dengan suatu konsep yaitu Sangkan Paraning Dumadi. Konsep ini mengajak kita untuk merenungkan asal-usul kehidupan (sangkan) dan tujuan akhir keberadaan kita (paran). MemasukiSebenernya hal ini tidak harus dilakukan pada saat pergantian tahun saja -- terlebih lagi perhitungan masehi. Karena untuk tahun baru -- entah itu masehi, hijriyah, dan lain-lain karena ada banyak kalender yang saat ini digunakan diseluruh dunia dan kalender masehi menjadi yang paling banyak digunakan -- itu hanya soal waktu yang terus berjalan tanpa henti. Kebetulan kita kita ini menyepakati bahwa 1 tahun itu ada 12 bulan yang kemudian setiap 12 bulan itu kita update tahun.
Seperti yang kita ketahui bersama ketika sesuatu update itu berarti adanya perubahan yang kita harap sifatnya adalah kemajuan. Kuno-modern, lambat-cepat, rumit--sederhana, dan semacamnya. Kita ini biasanya menggunakan pergantian tahun sebagai momen untuk berkontemplasi atas niat, pemikiran, dan perilaku kita selama 1 tahun ke belakang. Padahal, hal tersebut bisa kita lakukan setiap harinya, tak perlu menunggu adanya pergantian tahun, apalagi pada saat pergantian dengan pemain cadangan. Eh maap, salah. Tapi gapapa, itu bagus daripada tidak melakukan refleksi sama sekali.
Sangkan Paraning Dumadi, sangkan merujuk pada asal-usul atau darimana sesuatu itu bermula. Paran mengacu pada kemana tujuan akhir dari perjalananan hidup manusia. Dumadi berarti proses untuk menjadi, atau dalam bahasa inggris itu being, bukan to be. Dalam konteks ini, Sangkan Paraning Dumadi mengajarkan bahwa hidup adalah sebuah proses perjalanan, manusia pasti mengalami transformasi lahiriyah dan batiniah selama hidupnya. Itu yang membuat hati dan pikiran kita bergerak secara dinamis: sedih-bahagia, atas-bawah, benar-salah, dan lainnya. Dalam konteks modern, konsep ini mengajarkan kita untuk hidup dengan penuh kesadaran. Sebelum jauh-jauh membahas kebijaksanaan, kebaikan, kejahatan, dan lainnya. Ada satu hal penting yang harus muncul dari dalam diri kita, kesadaran. Consciousness. Itu sangkan sekaligus paran, awal sekaligus akhir. Bingungkan? Sama.
Hal ini semakin menarik karena Sangkan Paraning Dumadi memiliki keselarasan yang mendalam dengan konsep yang ditawarkan Islam dalam kalimat "Innalillahi wa inna ilaihi roji'un" (Sesungguhnya kita adalah milik Allah, dan kepada-Nyalah kita akan kembali). Keduanya berbicara tentang asal-usul dan tujuan kehidupan manusia, serta hakikat perjalanan hidup di dunia yang fanaa iniiiii. Kedua konsep ini sejatinya memiliki kesatuan yang harmonis. Mengajarkan manusia untuk memahami hakikat keberadaan -- setelah bangkitnya kesadaran from inside. Menjalani hidup dengan kesadaran penuh, dan selalu mempersiapkan diri untuk siap kapanpun, dimanapun, dan dengan cara apapun untuk kembali kepada Tuhan.
Tahun baru seharusnya bukan sekadar soal resolusi yang sering dibicarakan orang-orang. Dalam setiap detik yang berlalu, kita diberi kesempatan untuk merenung, mengingat asal kita, dan menyusun langkah menuju tujuan sejati. Sangkan Paraning Dumadi dan "Innalillahi wa inna ilaihi roji'un" menjadi alarm bahwa hidup ini bukanlah sekedar hidup, melainkan sebuah proses menuju akhir yang harus -- eh, engga juga si, yang mau-mau aja -- diperjuangkan, dengan peta dan penunjuk jalan yang kita punya masing-masing. Jika kita memandang dunia sebagai roda, kadang di bawah kadang di atas. Lu diem, lu kelindes.
Banyak hal dadakan yang bakal terjadi di depan. Mulai dari skala lokal sampai global. Banyak target yang biasanya dicapai di Q4, sekarang ditarik ke Q1 karena Ramadhan yang datang lebih awal di bulan Maret. PPN. Belum lagi tantangan eksternal seperti "candy crush" dan online loans. Mungkin kalimat ini terdengar distopia, tapi jika kita bisa merekonstruksi kembali diri kita dengan jernih, itu memantik kesadaran dari dalam untuk muncul ke permukaan.
"Syukuri renungi semua, nikmatilah kegagalannya .." lirik dari judul lagu yang sama, Desember Kelabu. Semua orang pernah gagal, wajarlah manusia bukan Nabi boy. Mari kita tanggalkan apa yang tak perlu dan memeluk apa yang benar-benar bermakna. Stay eling lan waspodo, sadar akan tujuan dan berhati-hati terhadap: ancaman, gangguan, dan godaan. Karena pada akhirnya, bukan tahun baru -- atau waktu -- yang menjadikan kita lebih baik, melainkan bagaimana kita berani menghancurkan diri sendiri, membunuh diri sendiri, mengubahnya menjadi tanah, agar bunga-bunga Tuhan tumbuh dari kehancuran itu untuk melahirkan taman abadi yang penuh keindahan.
So, Tahun baru, Tuhan baru?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI