Etika, filosofi hidup, berperilaku, beradaptasi dengan lingkungan, tidak secara langsung dapat dipahami seseorang begitu saja. apa yang disebut sosialisasi, yang didefinisikan sebagai proses belajar tidak begitu luas dalam mengkaji bagaimana seseorang dapat memahami dirinya dan cara berperilaku dalam lingkungan seta bertahan hidup melawan alamnya.Â
manusia pada dsarnya tidak pernah sekalipun benar-benar diajari oelh seseorang, secara nyata seseorang belajar memahami lingkungan dengan sendirinya, bukan sebaliknya. dengan demikian betapun kerasnya seseorang diceramahi, penceramah dalam sudut pandang seorang pendengar, hanyalah satu dari keseluruhan alam yang dihadapinya.Â
seperti dalam kasus kebudayaan lama yang kerap dituduh sebagai kebudayaan tradional, pada isu-isu terkini banyak keluhan atas hilangnya nilai-nilai luhur yang di rumuskan nenek-kakek moyang dulu, terkikis oleh teknologi dan segala macam kebudayaan baru yang dibawanya. ini bukan salah siapa-siapa, bukan salah pemerintah atau dunia, namun semua itu adalah niscaya.
sekolah muncul dan berkembang dimasyarakat, mengikuti perkembangan kebutuhan atasnya, jika dahulu menurut sejarah, sekolah-sekloah didirkan oleh kolonial demi kepentingan untuk penambahan tenaga ahli dari kalangan pribumi yang dimaksudkan karena, kebutuhan atas tenaga kerja dari negerinya sendiri tidak mencukupi, kemudian setelahnya muncul organisasi-organisasi pribumi yang menderikan sekolah demi kebebasan berpikir dan berpendapat, sampai yang kita ketahui sampai sekarang.
langsung saja, setelah masyarakat indonesia telah menemukan kemapanan, kebutuhan atas sekolah menjadi semakin tinggi, mengingat keadaan politis-sosial dan ekonomi yang membutuhkan pribadi unggul dari skala pengukuran IQ,EQ, dan akhir-akhir ini berembang pula pengukuran tak berguna seperti SQ, yang menurut para ahli, sebagai upaya untuk mencerdasarkan anak bangsa yang kemudian membuat kemajuan pada negeri yang diindikatorkan dalam pertumbuhan ekonomi.Â
didalam masyarakat sendiri, masalah seperti pengangguran dan pekerjaan, memicu kemunculan sekolah yang berorientasi pada teknik, spesialisasi, dan informal bereaksi atas kebutuhan masyarakat pada skill dan kemampuan. karena tanpa itu semua seorang akan sulit untuk masuk kedalam sistem sosial dan mampu masuk kedalam aliran kapital yang dapat menghidupinya. maksudnya soal pekerjaan dan kesejahteraan.
persaingan didalam masyarakat sendiri sudah sangat ketat, apalagi dipulau jawa yang kini banyak yang lupa diri dan meninggalkan cangkul. persaingan demi kehidupan, siapa yang mau mati kelaparan, tidak ada perdebatan atas itu semua. bukan hanya kebutuhan atas itu kebutuhan atas etika, nilai luhur dan lain sebaginya mendesak kurikulum semakin kompleks dan membutuhkan tenaga ahli yang rata-rata di sekolah hanya sarjana strata satu yang diharap superior dan jenius, yang hemat kata mustahil tercapai.
beberapa hal yang dilupakan atas implikasi pada sekolah, banyak dilupakan, juga peran dan fungsi yang diambil oleh sekolah, lambat laut, sedikit demi sedikit ikut andil dalam terkikisnya tradisi dan kultur lokal, atau budaya lama yang disebut tradisional. institusi yang sudah mapan didalam masyarakat alih-alih sebuah kemajuan, pada dasarnya hanyalah satu gejala dari berubahnya kebudayaan, yang walau, banyak ahli salah mengertikan kebudayaan dengan memahaminya dengan mempelajari hartefak dan esensinya saja.
Pembentukan Kesadaran, Rutinitas dan Kebudayaan
tidak ada yang alami dengan kesadara, apalagi rutinitas keseharian yang kemudian termanisfestasi dan dibekukan menjadi kebudayaan. kesadaran adalah awal mula dari segala penyebab dari segala macam fenomena sosial, penyimpangannya adalah bentuk dari kreatifitas dan penerimaannya adalah bentuk stagnanasinya. namun, kecenderungan berubah tanpa disadari adalah yang paling besar adanya.
setiap orang menyadari diriya, menyadari dengan sadar telah membentuk kesadaran, yang didalamnya adalah jati diri dan segala macam tujuan hidup serta logika berpikir, namun secara luas, sedikit yang menyadari bahwa arah gerak budaya, cara berpikir dan berperilaku, dari jaman-ke jaman tidak ada yang dapat mengendalikan perubahannya.Â