Mohon tunggu...
Yuda Y. Putra
Yuda Y. Putra Mohon Tunggu... Sales - Kita semua punya kengan yang indah di masa lalu, buktinya masih bisa kangen pada itu.

Mimpiku semalam, kau datang membawa seorang bayi di tanganmu, uh, tidak aku tidak mau. Bawa kembali!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kuda dan Penunggangnya yang Pemalas

15 Oktober 2016   23:25 Diperbarui: 16 Oktober 2016   00:01 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Panas mentari menyambut siang, debu jalanan menari bersama angin, seorang pejalan kaki beberapa meter dari jembatan penyebrangan terlihat layu dan kurang bersemangat, kakek-kakek entah umur berapa. Rambutnya merah keputih-putihan, panjang dan lebat terkuncit, wajahnya berantakan begitu juga kumis dan janggutnya, perawakan tubuhnya kurus juga tinggi, nampak berjalan kelelahan.

Jalanan begitu sepi siang hari ini, mungkin orang-orang masih enggan keluar karena mentari lagi giat-giatnya menyinari, hanya ada debu dan pejalan kaki tua. Pejalan kaki tua memegangi pegangan jembatan peyebrangan, hendak naik ke tangga, namun entah ia hanya melongo dan mengada keatas, nampak begitu gelisah, mungkin merasa dalam hatinya, tak akan kuat sampai keatas dan menyebrang jalan.

Berkata ia pada dirinya sendiri; “ah betapa aku sudah tua, tak mungkin aku bisa sampai disana.” Ditolehnya jalalan, dipandangnya aspal panas yang mematulkan panas menciptakan fatamorgana, wajahnya yang berantakan nampak berpikir. “mungkin jika aku langsung kesebrang aku akan menghemat tenaga.”

Kemudian ia melepas pegangannya, pergi hendak menyebrang tanpa naik ke jembatan penyebrangan, tiba-tiba, sepeda motor melintas, dengan sangat cepat, membuat pejalan kaki tua kaget dan mengumpat bersamaan dengan itu ia terjatuh dan membuatnya terduduk di tanah.

Pengendara itu berhenti dan berbalik menghampiri si kakek yang terduduk mengumpat-ngumpat. Turun ia dari motornya, kemudian berkata; “apakah kakek baik-baik saja,” mata si kakek menuju mata pemuda yang baru saja hampir menabraknya dengan dalam, kemudian berkata; “kau kalau berkendara berhati-hatilah, bisa-bisa ada yang celaka karena ketololanmu!”

Pemuda itu nampak menjadi gusar dan marah, kemudian berkata dengan nada keras juga; “ada jembatan penyeberangan, malah mau menyebrang langsung, bukan salahku jika kau tertabak,” matanya tajam menusuk mata si kakek, pemuda itu bertubuh gendut juga tinggi, di wajahnya merembes keringat karena siang begitu panas.

Hati si kakek gemetar, dalam hatiya ia ketakutan, melawan yang lebih muda darinya tidaklah masuk akal. Kemudian penuh ragu si kakek membela diri; “aku sudah tua, tak kuat kakiku untuk naik ke jembatan penyebrangan, aku hendak menyebrang, aku lihat jalanan sepi, kau seharusnya mengerti dan memahami hati orang yang lebih lemah, apalagi yang sudah tua ini, janganlah kau mentang-mentang masih muda,” kepalanya kemudian menunduk dan memandang ke tanah.

Pemuda gendut itu tertawa terbahak-bahak, kemudian dengan sombong berkata; “oke, aku akan mengatarmu sampai sebrang, jangan bilang kalau aku pemuda yang tak tau diri karena tak menolong yang lebih lemah,” kemudian si kakek diajaknya naik motornya, diantarnya ia sampai keseberang jalan.

Wajah si kakek menjadi cerah, lupa sakit pada pantatnya yang beradu dengan tanah, angin menerpa wajahnya sehingga membuatnya merasa kesejukan, beberapa detik ia sampai di seberang, dalam hati si kakek pejalan kaki berkata; “ah, betapa hebat  manusia yang menciptakan motor, lihatlah, beberapa detik aku sampai kesebrang, lihatlah, betapa ringan pekerjaan manusia setelah ada motor.”

Sampai di seberang si kakek turun, setelah beterimakasih dan berpisah, si kakek melanjutkan perjalannya, namun setelah beberapa langkah ia memutuskan untuk duduk di trotoar dan berteduh dibawah pohon, memandangi jalanan, dan rumah-rumah. Ia menengok lagi ke jalan mencari-cari pemuda itu, ia melihatnya berhenti di mini market di dekat jembatan penyebarangan di seberang jalan, selang beberapa detik si pemuda gedut itu nampak keluar mini market, kemudian berbalik, lalu menyebrang jalan, melewati si kakek dan masuk kedalam sebuah rumah, rumah yang hanya beberpa meter di tempat ia duduk.

Si kakek memandangi rumah pemuda itu, kemudian berkata pada dirinya sendiri; “betapa motor memperingan kerja manusia, juga memalaskannya.”

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun