Situasi geopolitik dunia saat ini dalam kondisi yang mencekam dan tidak menentu. Hal itu tentunya dapat kita ketahui bersama karena sejak tahun 2022 lalu, Rusia memulai invasinya ke Ukraina, dan perang di Ukraina telah membuat AS dan beberapa negara Eropa terutama yang menjadi anggota NATO turut serta membantu Ukraina. Memasuki tahun 2023, konflik di Timur Tengah kembali mencuat, dan hingga saat ini konflik di Timur Tengah yang melibatkan Israel dan Palestina tersebut semakin memanas karena melibatkan beberapa negara Timur Tengah seperti Iran, Lebanon dan Yaman. Selain itu konflik di Timur Tengah juga melibatkan AS karena adanya insiden penyerangan kapal kargo di Laut Merah.
Situasi di Asia juga ikut memanas. Selain adanya konflik di Laut Cina Selatan dan memanasnya hubungan Cina dengan Taiwan, program pengembangan nuklir Korea Utara juga tidak kalah menegangkan. Terlebih pada tahun 2022, Presiden Korea Utara, Kim Jong Un mendeklarasikan negaranya sebagai negara bersenjata nuklir. Hal itu tentu membuat seluruh pihak khawatir, terlebih saat ini, kawasan Asia Timur merupakan kawasan yang memiliki nilai strategis pada bidang ekonomi serta kemajuan teknologi di Asia. Sehingga dikhawatirkan pengembangan dan uji coba senjata nuklir Korea Utara akan menimbulkan efek domino di Asia bahkan dunia. Jika ditarik lebih dalam, sebenarnya Korea Utara dan Selatan masih dalam kondisi berperang. Karena, perang Korea yang terjadi pada periode 1950-1953 hanya berhenti setelah adanya gencatan senjata yang ditandatangani pada tanggal 27 Juli 1953. Dengan demikian, hingga saat ini masih dikhawatirkan perang dapat meletus di semenanjung Korea jika semua pihak saling memprovokasi satu sama lain.
                                            Uji Coba ICBM Korea Utara. Sumber : Yonhap News.
Sejarah Pengembangan Senjata Nuklir Korea Utara.
      Program pengembangan nuklir Korea Utara dimulai sejak era kepemimpinan Presiden Kim Il Sung. Program tersebut dimulai sejak tahun 1952 dengan bantuan dari Uni Soviet. Presiden Kim Il Sung memulai program pengembangan nuklir akibat adanya rasa khawatir terhadap keamanan negaranya saat ditinggalkan oleh Uni Soviet. Kemudian pada tahun 1960, Korea Utara mulai membangun instalasi penelitian nuklir di Yongbyon atas bantuan Uni Soviet. Seiring berjalannya waktu, Uni Soviet juga memberikan rudal jenis Scud kepada Korea Utara dan semenjak saat itu Korea Utara memulai penelitian dan pengembangan senjata rudal berbasis rudal yang diberikan Uni Soviet. Meskipun pada tahun 1985 Korea Utara meratifikasi perjanjian nonproliferasi nuklir karena tekanan dari Uni Soviet, akan tetapi pada tahun 2002 Korea Utara menarik diri dari perjanjian nonproliferasi nuklir (NPT) serta pada tahun yang sama Korea Utara memerintahkan inspektur IAEA untuk meninggalkan Korea Utara.
Karena situasi semakin memanas, dibukalah pembicaraan 6 pihak yang terdiri dari Korea Utara, Korea Selatan, AS, Rusia dan Jepang. Di dalam pembicaraan tersebut, Korea Utara tetap menyangkal melakukan program pengayaan uranium. Akan tetapi, pada tahun 2006, Korea Utara mengejutkan semua pihak. Hal tersebut dikarenakan Korea Utara melakukan percobaan senjata nuklir bawah tanah pertamanya. Selain itu pada tahun yang sama Korea Utara juga melakukan uji coba penembakan rudal dengan berbagai varian. Akibat hal tersebut, PBB memberlakukan sanksi ekonomi terhadap Korea Utara. Seiring berjalannya waktu, hingga di era Presiden Kim Jong Un, Korea Utara terus melanjutkan program pengembangan persenjataan nuklirnya. Meskipun AS dan Korsel terus berupaya menempuh jalan diplomasi untuk menghentikan program nuklir Korut, akan tetapi Korut terus bersikeras mengembangkan program senjata nuklir mereka.
Sikap dan Upaya Dunia Terhadap Program Nuklir Korea Utara.Â
      Dunia tentu mengecam program pengembangan senjata nuklir Korut. Bahkan pada tahun 2002 Presiden AS, George W. Bush memasukkan Korea Utara sebagai negara poros kejahatan bersama dengan Iran dan Irak. Sanksi ekonomi dari PBB dan negara-negara lain juga telah dijatuhkan, akan tetapi Korea Utara tetap bersikeras mengembangkan persenjataan nuklir mereka. Cina, sebagai negara sekutu dekat Korea Utara juga tidak setuju dengan program persenjataan nuklir Korea Utara. Meskipun pada perang Korea, Cina turut mengirim pasukan untuk membantu Korea Utara, akan tetapi sejak awal Cina tidak mau membantu program nuklir Korea Utara.
      Sejak awal, Cina khawatir senjata nuklir yang dikembangkan Korut dapat digunakan melawan Cina di masa yang akan datang. Meskipun sering bersitegang dengan Korut, Cina tetap menolak sanksi yang dijatuhkan oleh PBB dan negara-negara sekutu AS kepada Korut. Banyak upaya yang dilakukan oleh banyak pihak terutama negara sekutu AS. Diantaranya adalah pembicaraan atau perundingan enam pihak yang terdiri dari negara AS, Rusia, Jepang, Korea Utara dan Korea Selatan. Akan tetapi perundingan tersebut juga tidak membuahkan hasil.
      Upaya AS di era Presiden Trump dan kunjungan Presiden Korea Selatan Moon Jae In pada tahun 2018 lalu juga tidak membuahkan hasil terhadap upaya penghentian program persenjataan nuklir Korut. Selain itu, AS, juga melakukan tekanan militer dengan melakukan latihan militer bersama Korsel di semenanjung Korea. AS juga mengerahkan persenjataan ke Korsel. Akan tetapi hal tersebut membuat Korea Utara semakin meradang serta menganggap latihan bersama tersebut sebagai ancaman militer terhadap Korea Utara.
Analisis Singkat Mengenai Bahaya Pengembangan Persenjataan Nuklir Korea Utara Terhadap Perdamaian Dunia.
      Pengembangan persenjataan nuklir Korut akan memberikan efek berbahaya bagi kawasan Asia Timur maupun dunia. Korut saat ini menggunakan senjata nuklirnya sebagai efek gertak atau deterrent effect untuk melindungi kepentingan nasionalnya. Tetapi, pengembangan persenjataan nuklir Korut juga mengakibatkan efek domino yang luar biasa.
Pertama, pengembangan nuklir Korut menyebabkan gangguan di bidang ekonomi dan juga politik terutama di kawasan Asia Timur. Kedua, pengembangan nuklir Korut menyebabkan adanya perlombaan senjata di semenanjung Korea. Saat ini kita tahu bahwa AS dan Korsel sering melakukan latihan militer di wilayah Korsel dan hal itu juga mengakibatkan Korut semakin meradang. Kemudian, kita dapat melihat saat ini akibat adanya ancaman senjata nuklir Korut, pihak Korsel semakin memodernisasi persenjataan militernya. Pada tahun 2023, Korsel telah melakukan pengembangan dan uji coba penembakan rudal darat ke darat type URE 1 yang memiliki jangkauan 290 km serta melakukan uji penembakan rudal dari kapal selam. Jika tidak dihentikan, kemungkinan meletusnya perang di semenanjung Korea bisa terjadi apalagi Korut dan Korsel hanya menandatangani kesepakatan gencatan senjata, bukan perjanjian damai untuk mengakhiri perang Korea.
      Ketiga, dampak yang ditimbulkan adalah digunakannya rudal Korut dalam berbagai peperangan. Pada Januari 2024, pihak Ukraina menemukan bukti bahwa Rusia menggunakan rudal buatan Korut dalam peperangan. Hal itu dibuktikan dengan ditemukannya tulisan huruf Korea dalam reruntuhan rudal yang digunakan untuk menyerang Ukraina. Hal itu dapat dipahami karena Rusia dan Korut memiliki hubungan erat hingga saat ini.
Upaya Diplomasi yang Bisa Dilakukan Indonesia.
      Dalam situasi geopolitik di semenanjung Korea yang semakin memanas, Indonesia dapat melakukan upaya diplomatik dalam mengurangi ketegangan di semenanjung Korea. Indonesia merupakan negara yang memiliki hubungan baik dengan Korut maupun Korsel. Dalam upayanya, Indonesia bisa menggunakan pengaruhnya di organisasi seperti PBB maupun ASEAN untuk bersama-sama melakukan upaya untuk meredakan ketegangan di semenanjung Korea. Meskipun sudah dipastikan Korut tidak akan berhenti mengembangkan program nuklirnya, akan tetapi Indonesia bisa berperan sebagai penengah terhadap upaya perundingan terkait dengan program nuklir Korut.
      Apa yang bisa dilakukan oleh Indonesia adalah menengahi krisis nuklir di semenanjung Korea. Karena, jika pecah perang di semenanjung Korea, Indonesia pasti terkena imbasnya secara langsung, karena pasti akan mempengaruhi perekonomian Indonesia terutama di bidang investasi. Konflik yang timbul di semenanjung Korea juga akan mempengaruhi sikap dan agresifitas militer Cina terutama di Laut Cina Selatan karena sudah pasti Cina akan meningkatkan kewaspadaan militernya.
Sumber :
- Columbia Law School.(2023). Center For Korean Legal Studies. Retrieved from https://kls-law-columbia-edu.translate.goog/.
- KBS World. (2020). Semenanjung Korea A to Z . Retrieved from https://world.kbs.co.kr/special /missile.htm.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H