MTF Indonesia dalam Kontingen Unifil.
Sumber : Kemlu RI, https://kemlu.go.id
Diplomasi kapal perang atau yang disebut dengan "Gunboat Diplomacy" merupakan hal yang menarik untuk dibahas. Karena, dalam sejarah dan perkembangannya, diplomasi ini seperti pisau bermata dua. Karena diplomasi ini menggunakan supremasi kekuatan maritim/persenjataan angkatan laut untuk menekan suatu negara untuk tunduk terhadap negara yang lebih kuat. Akan tetapi hasil atau dampak yang ditimbulkannya dapat menguntungkan suatu negara atau bahkan menghancurkan suatu negara.
Diplomasi kapal perang sendiri dapat diartikan sebagai diplomasi yang memanfaatkan supremasi angkatan laut dan kekuatan armada kapal perang suatu negara terhadap negara lain. Tujuan dari diplomasi kapal perang sendiri tidak hanya bertujuan untuk menghancurkan atau memerangi suatu negara, akan tetapi secara luas digunakan untuk memperoleh keuntungan atau sebagai efek gertak suatu negara terhadap negara lain.
Sejarah diplomasi kapal perang berawal dari Komodor Matthew Perry, dimana dia memimpin kelompok kecil armada kapal perang AS menuju Jepang. Di Jepang, kekuatan kapal tersebut digunakan untuk memaksa Jepang untuk membuka pelabuhannya dan memberikan kesempatan kepada pihak asing untuk dapat membuka hubungan dagang dengan Jepang. Pada saat itu, Jepang masih memberlakukan politik isolasi, dimana Jepang merupakan negara yang tertutup dan tidak membuka hubungan apapun dengan negara di luar Jepang. Setelah berjalannya waktu, diplomasi kapal perang yang dilakukan oleh Komodor Matthew Perry membuahkan hasil. Jepang secara perlahan dapat berubah menjadi negara industri maju.
Seiring dalam berjalannya waktu, saat ini diplomasi kapal perang memainkan perannya sendiri dalam hubungan internasional. Kapal perang yang ada di jajaran angkatan laut beberapa negara menjalankan peran diplomasi kapal perang sesuai tujuannya masing-masing. Diplomasi kapal perang dapat digunakan untuk mempererat persahabatan atau mempererat aliansi suatu negara terhadap negara lain. Beberapa contoh yang bisa dilihat adalah kunjungan kapal perang Rusia dan AS di Indonesia serta keikutsertaan kapal perang TNI AL dalam latihan bersama RIMPAC bersama dengan angkatan laut negara lain yang diinisiasi oleh AL AS (US NAVY).
Akan tetapi, saat ini diplomasi kapal perang juga digunakan oleh beberapa negara untuk tujuan militer dalam rangka operasi militer untuk mengamankan tujuan negara tersebut. Jika kita lihat kondisi saat ini, kehadiran AL AS dan sekutunya di Laut Mediterania dan Laut Merah merupakan diplomasi kapal perang yang bertujuan untuk melancarkan operasi militer di Timur Tengah dalam rangka menyerang militant Houthi dan melindungi sekutunya Israel di Timur Tengah. Hal itu dikarenakan karena selama periode tahun 2024 banyak kapal kargo yang diserang oleh Hothi di Laut Merah sehingga memaksa AS dan sekutunya melakukan operasi militer di Laut Merah dan Laut Mediterania.
Sementara AL Rusia juga pernah melakukan diplomasi kapal perang. Contohnya adalah pengerahan kapal Induk AL Rusia "Admiral Kuznetsov" di Suriah pada 2016. Pada masa itu kehadiran militer Rusia di Suriah merupakan bentuk dukungan terhadap Presiden Suriah Basar Al Asad serta bertujuan untuk memerangi ISIS serta melawan pemberontakan yang terjadi di Suriah.
Sedangkan Indonesia sendiri juga melakukan diplomasi kapal perang untuk tujuan perdamaian. Beberapa diantaranya adalah keikutsertaan KRI yang dimiliki oleh TNI AL dalam latihan bersama baik RIMPAC maupun latihan lainnya. Selain dalam latihan bersama, TNI AL juga terlibat dalam Satgas (satuan tugas) MTF (Maritime Task Force). Satgas MTF sendiri merupakan satgas yang berada di bawah UNIFIL. Satgas ini bertugas di Lebanon /Laut Mediterania. Hingga saat ini, setiap satu tahun sekali TNI AL masih rutin mengirimkan KRI ke Lebanon untuk bergabung dengan satgas MTF di Lebanon.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H