Perang Ukraina merupakan perang besar secara terbuka yang terjadi di kawasan Eropa Timur. Perang ini sendiri dimulai pada tanggal 24 Februari 2022 dan diawali dengan serbuan militer Rusia ke Ukraina. Banyak pihak yang terkejut akan meletusnya perang tersebut. Perang itu sendiri didasari pada kekhawatiran Rusia atas bergabungnya Ukraina menjadi anggota NATO. Dengan bergabungnya Ukraina menjadi anggota NATO, Moskow menjadi khawatir mengenai keberadaan pasukan NATO di dekat perbatasan negaranya.
Pada awal peperangan, pasukan Rusia meraih kemenangan di beberapa front. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu pasukan Ukraina mampu menahan bahkan memukul mundur pasukan Rusia. Hal itu juga dikarenakan bantuan dari anggota NATO kepada Ukraina. Salah satu bantuan yang diberikan oleh Ukraina merupakan drone seperti Bayraktar yang diberikan oleh Turki selama perang itu berlangsung. Keberadaan drone dalam peperangan di Ukraina menjadi hal yang menguntungkan di sisi pasukan Ukraina. Hal itu dikarenakan drone merupakan persenjataan yang dinilai lebih murah daripada penggunaan senjata konvensional seperti helikopter, dan pesawat tempur. Selain itu drone dapat menekan jumlah korban jiwa selama pertempuran. Hasil yang didapat pun juga cukup signifikan dimana drone yang digunakan dapat menghancurkan pasukan, kendaraan lapis baja, pesawat tempur bahkan instalasi militer.
Seiring berjalannya waktu, penggunaan drone pun semakin beragam diantaranya adalah drone FPV (First-Person View). Dimana drone ini dinilai lebih murah, lebih mudah dikendalikan dan dapat diganti dengan cepat walaupun produksinya dilakukan oleh industri kecil. Dengan adanya drone FPV yang digunakan baik oleh pasukan Rusia dan Ukraina, wajah peperangan pun sekarang berubah. Dimana awalnya perang Ukraina merupakan perang yang melibatkan persenjataan konvensional dari negara -- negara NATO, Ukraina maupun dari Rusia. Drone FPV yang dikerahkan selama peperangan telah membuat peperangan menjadi berjalan lebih lama karena drone ini telah terbukti bisa menghancurkan pasukan dan berbagai macam kendaraan lapis baja seperti tank Challenger, Abrams, Leopard dan varian tank T-80 yang diproduksi oleh Rusia maupun Ukraina.
Pada akhirnya, dengan berubahnya wajah dan strategi dalam peperangan di Ukraina, Indonesia seharusnya dapat mempelajari taktik dan strategi peperangan tersebut. Peperangan dengan menggunakan drone di Ukraina merupakan hal yang kompleks untuk dipelajari. Hal tersebut dikarenakan selain diperlukannya personel militer yang ahli dalam mengendalikan drone, Indonesia juga dituntut harus memiliki SDM berkualitas dan ahli dalam merakit dan memprogram drone. Selain itu, industri di Indonesia juga harus mampu memproduksi komponen drones secara mandiri. Mengingat jika dalam keadaan berperang, dan embargo telah diperlakukan terhadap Indonesia, maka Indonesia dapat memproduksi komponen drone tersebut secara mandiri.
Penggunaan taktik peperangan dengan drone, disertai dengan adanya SDM dan perindustrian yang mandiri di Indonesia merupakan hal yang bisa diadaptasi oleh Indonesia, karena di masa perang kemampuan tersebut dapat dinilai sebagai sarana untuk bertahan dari serangan tantara asing, dan di masa damai industri drone dapat digunakan sebagai salah satu industri yang cukup menjanjikan di pasaran dunia hingga saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H