Mohon tunggu...
Yuda Almuzaddi
Yuda Almuzaddi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang Mahasiswa yang berusaha mengisi waktu luang dengan membaca dan menulis. di sisi lain, seorang seniman/pelukis. Blog ini berisi mengenai pendidikan bagi anak bangsa, informasi, beberapa tulisan yang bermanfaat, dan dakwah islam agar masyarakat bisa memahami hukum islam dan yang lainnya. Thanks for reading

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Konflik Gajah dan Manusia (Jambi)

17 Juni 2024   23:00 Diperbarui: 18 Juni 2024   18:23 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

  • Metadata
  • Judul: konflik antara manusia dan gajah di jambi
  • Isu: banyak kebun sawit warga yang rusak akibat serangan gajah yang masuk ke wilayah kebun mereka
  • Actor/subjek: anggota/tim FZS, warga, gajah, tim BKSDA, Humas BKSDA Jambi (Zuhra), warga Desa Muara Danau (M. Syukur)
  • Dampak: kebun sawit milik warga mengalami kerusakan oleh gajah, dua sepeda motor dan satu mobil milik BKSDA rusak, dan beberapa tim FZS menjadi tawanan oleh warga.
  • Akibat: warga yang memilki kebun sawit harus mengeluarkan dana berlipat untuk memperbaiki kebun mereka karena telah dirusak oleh gajah, namun di sisi lain dengan melebarnya kebun sawit warga yang masuk ke wilayah jelajah gajah, akibatnya gajah susah mendapat area lagi.
  • Waktu: puncak konflik terjadi pada 25 februari 2024, namun desas-desus awal terjadinya konflik dimulai pada 23 dan 24 Februari
  • Metode: dengan belum ditemukannya solusi terbaik dalam konflik ini, maka jalan satu-satunya menggunakan negosiasi bersama warga pemilik kebun sawit.
  • Author: Yuda Arief Muzaddi
  • Dosen Pengampu: Dr. Dr. Abdul Halim, S. Ag., M. Ag
  • Email: yudaalmouzd@gmail.com
  • Blog: https://www.kompasiana.com/yuda101
  • Deskripsi

Minggu 25 Februari 2024, puluhan warga merusak dan membakar fasilitas mess milik Frankfurt Zoological Society (FZS) Indonesia di Simpang Burut, Desa Tanah Tumbuh, Kecamatan Renah Mendaluh, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi. Warga juga merusak kendaraan operasional milik Balai Koservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi. Aksi tersebut dipicu demonstrasi warga yang meminta tiga gajah di desa mereka untuk segera dipindahkan, sebab gajah tersebut telah merusak kebun sawit warga setempat.

Kronologi dimulai ketika penduduk Desa Muara Danau melaporkan bahwa tiga ekor gajah sumatera merusak tanaman mereka yang akan ditanami kelapa sawit. Berdasarkan laporan tersebut, BKSDA Jambi menugaskan tim untuk mengawasi dan menggiring gajah-gajah tersebut. Perkebunan kelapa sawit milik warga terletak di zona penyangga Hutan Produksi Terbatas (HPT) Taman Nasional Bukit Tigapuluh yang merupakan rumah bagi gajah sumatera, demikian menurut Donal Hutasoit, Kepala BKSDA Jambi.

Tiga ekor gajah kemudian digiring oleh BKSDA dan FZS ke arah utara Desa Muara Danau hingga mencapai daerah berhutan, melewati hutan yang telah ditanami sawit oleh penduduk setempat. Pada tanggal 23 Februari, muncul desas-desus yang menyatakan bahwa empat puluh ekor gajah bergerak dari Desa Lubuk Mandarsah, Kabupaten Tebo, ke Desa Muara Danau, Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Berdasarkan laporan verifikasi tim BKSDA dan FZS pada tanggal 24 Februari, 15 ekor gajah terlihat bergerak di sekitar Desa Lubuk Mandarsah. Namun, gajah-gajah tersebut lebih mengarah ke Desa Brandan, bukan ke Desa Muara Danau.

Sekitar 50 100 orang mendatangi mess FZS di Simpang Burut pada hari Minggu malam, 25 Februari 2024, menuntut jaminan dari BKSDA untuk merelokasi gajah-gajah yang berada di Desa Muara Danau, Desa Lubuk Kaming, dan sekitarnya. Mereka merusak dua sepeda motor dan satu mobil lapangan milik BKSDA dalam operasi tersebut. Mereka juga melempari dan merusak mess FZS dan mengancam tim yang berada di dalamnya.

Senin sore, masyarakat kembali merusak fasilitas konservasi di Open Orangutan Sanctuary di Danau Alo, bahkan menyandera lima orang petugas FZS. Pasca insiden itu, Kapolres Tanjung Jabung Barat, KBP Agung Basuki mengatakan bahwa telah memeriksa 26 saksi yang terdiri dari petugas BKSDA, staf FZS, serta masyarakat setempat, namun sejauh ini belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka.

Menurut Zuhra, Humas BKSDA Jambi, perselisihan ini biasa terjadi di daerah-daerah yang menjadi habitat gajah sumatera. Setidaknya ada 20 laporan konflik antara manusia dan gajah di Jambi yang diterima oleh BKSDA pada tahun 2023. Mungkin saja ada lebih banyak lagi situasi yang sebenarnya terjadi di lapangan. Namun, ini adalah pertama kalinya vandalisme terjadi. Salah satu warga Desa Muara Danau, M Syukur, dalam sebuah wawancara dengan BBC News Indonesia mengatakan bahwa pergulatan dengan gajah membuat mereka harus mengeluarkan uang berkali-kali lipat karena gajah-gajah tersebut kerap merusak perkebunan kelapa sawit mereka.

Persoalannya, menurut BKSDA, kebun-kebun sawit masyarakat itu terletak di Hutan Produksi Terbatas (HPT) penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Kawasan penyangga di TN Bukit Tigapuluh merupakan habitat daerah jekajah bagi lebih dari 100 gajah sumatera. Sebagian kecil populasi berada di Kabupaten Tanjung Jabung Barat dimana tempat konflik terjadi dan mayoritas lainnya berada di Kabupaten Tebo.

Menurut penjelasan Zuhra, "Tanjung Jabung Barat sudah lama memiliki jalur gajah, namun jumlah individunya sebenarnya cukup sedikit karena gajah di sana biasanya hidup dalam kelompok-kelompok kecil yang memisahkan diri dari kelompok utama." Gajah-gajah jantan muda di Tanjung Jabung Barat ini sedang mencari kelompok lain. Dia mengklaim bahwa hingga saat ini, masyarakat belum memiliki kesempatan untuk merelokasi gajah-gajah tersebut. Pertanyaannya adalah, "Ke mana harus dipindahkan?" Zuhra mencatat bahwa pertumbuhan perkebunan kelapa sawit diperkirakan telah mengambil lebih dari 1.000 hektar dari wilayah jelajah gajah di Jambi. Situasi yang ideal adalah manusia dan gajah hidup berdampingan. Namun, selama ini penduduk setempat terus memilih monokultur kelapa sawit karena potensi ekonominya yang lebih tinggi. Pada akhirnya, kondisi ini menyebabkan gajah Sumatera terdesak, yang oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN) dimasukkan ke dalam daftar spesies yang terancam punah.

BKSDA mengatakan area penyangga TN Bukit Tigapuluh secara historis memang merupakan daerah jelajah gajah. Ketika kawasan itu beralih menjadi kebun-kebun sawit, maka posisi gajah pun ikut terjepit. Masalahnya, gajah sumatera biasanya hidup di hutan dataran rendah dengan ketinggian 300 mdpl, dan mereka tidak bisa masuk lebih dalam k

TN karena lanskapnya yang berbukit-bukit dengan ketinggian mencapai 800 mdpl. Dalam kasus ini, gajah-gajah jantan muda itu berpisah dari kelompok besarnya dan masuk ke kebun warga karena habitatnya yang semakin sempit. Ditambah dengan sifat gajah yang gemar berkelana untuk mencari gajah betina di luar kelompoknya. Konflik ini membuktikan bahwa wilayah jelajah gajah di kawasan hutan semakin terbatas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun