Tulisan pertama di Kompasiana! Semoga bisa konsisten.
Kasus Jaksa Jovi bermula ketika ia memposting tentang seorang pegawai Kejaksaan Tapanuli Selatan yang kerap mengunggah foto dengan mobil dinas Kajati Tapanuli Selatan. Akibatnya, Jovi justru dilaporkan ke polisi atas tuduhan pencemaran nama baik. Meski Jovi diundang untuk rapat dengan Komisi III DPR RI, komisi tersebut malah menyudutkannya dengan menganggap bahwa tindakan memposting ke media sosial telah mempermalukan institusinya sendiri. Kini Jovi terancam dipecat dengan tuduhan tidak masuk kerja dalam jangka waktu tertentu selama satu tahun karena dianggap telah mencemarkan nama baik institusi.
Substansi utama kasus ini adalah penggunaan mobil dinas Kajati oleh seseorang yang tidak memiliki wewenang untuk menggunakannya karena tidak memiliki jabatan yang mengizinkan penggunaan mobil tersebut. Pegawai tersebut bukan ajudan, sekretaris, sopir, atau jabatan lain yang membuatnya wajar menggunakan mobil dinas. Meski demikian, pihak kejaksaan membela dengan menyatakan bahwa Kajati berhak meminta bawahannya menggunakan mobil tersebut dan hal itu dianggap wajar. Pada intinya, kejaksaan tidak menganggap penggunaan mobil dinas tersebut bermasalah.
Akibatnya, fokus beralih pada unggahan Jovi yang dianggap telah mem-framing pegawai pengguna mobil dinas tersebut, sehingga mengundang komentar negatif dari netizen di media sosial. Hal inilah yang kemudian menjadi dasar pegawai tersebut melaporkan Jovi ke polisi.
Jovi merasa proses kasusnya di kepolisian mengandung unsur kriminalisasi dan adanya intervensi dari Kajati, yang mengakibatkan dirinya dianggap bersalah. Ia mencurigai bahwa Kajati sengaja membela bawahannya sambil menyalahkan Jovi.
Dari kasus Jovi ini kita bisa belajar bahwa sebelum memposting sesuatu yang melibatkan institusi, kita harus mempertimbangkan siapa yang mungkin tersinggung oleh postingan tersebut dan siap menghadapi risikonya.
Dampak dari kasus ini sangat jelas. Jovi, yang melaporkan masalah ini, kini terancam dipenjara dan dipecat dari institusinya, sedangkan Kajatinya malah dimutasi. Sementara itu, pegawai yang diduga menyalahgunakan mobil dinas kajati belum menerima sanksi apa pun dari institusi, kecuali mendapat kritik dari netizen akibat unggahan Jovi.
Pegawai tersebut justru mendapat dukungan dari institusi saat melaporkan Jovi. Laporannya seolah membantu institusi memenjarakan Jovi yang dianggap telah mencemarkan nama baik institusi. Dalam hal ini, pegawai tersebut dimanfaatkan sebagai alat institusi untuk menjerat Jovi.
Aspek lain yang menarik dari kasus ini adalah respons anggota DPR. Mereka menganggap kasus ini sebagai masalah sepele yang tidak layak dibahas di tingkat dewan terhormat dan seharusnya diselesaikan secara internal sesuai prosedur institusi. Namun yang mengejutkan, salah satu anggota dewan bahkan membuat tuduhan tak berdasar dengan menyatakan bahwa Jovi melaporkan kasus ini karena cintanya ditolak oleh pegawai tersebut. Pernyataan kekanak-kanakan seperti ini sangat tidak pantas diucapkan oleh seorang anggota dewan. Selain itu, Jovi juga mendapat berbagai intimidasi, mulai dari dikatakan masih terlalu muda, dituduh tidak patuh pada atasan, hingga berbagai komentar merendahkan lainnya.
Ada hal yang kontras dari pernyataan anggota dewan yang menganggap bahwa ini adalah kasus ecek-ecek, tidak pantas dibawa ke DPR tapi pernyataan anggota dewan malah terkesan ecek-ecek juga sesuai kasusnya. Mungkin anggota dewan menyesuaikan diri ketika memberi pernyataan. Kasus ecek-ecek dikomentari juga dengan ecek-ecek oleh anggota dewan.
Pelajaran terakhir adalah bahwa baik kepolisian, kejaksaan, maupun anggota DPR belum ada yang berinisiatif mengusut kasus utamanya: dugaan penyalahgunaan mobil dinas Kajati. Mereka justru fokus mengkritik Jovi yang dianggap telah mencoreng nama baik institusi. Ada dua kemungkinan sikap para pihak tersebut. Pertama, mereka mungkin mengakui bahwa tindakan pegawai tersebut memalukan sehingga penyebarannya di media sosial dianggap mencemarkan institusi. Kedua, mereka menganggap Jovi telah salah menggambarkan situasi penggunaan mobil dinas tersebut, seperti yang dinyatakan kejaksaan bahwa tidak ada penyalahgunaan. Kita berharap kepolisian atau kejaksaan akan mengusut kebenaran kasus ini agar ada kejelasan tentang dugaan penyalahgunaan mobil dinas tersebut.