Mohon tunggu...
Al Ayubi
Al Ayubi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Selamat Hari Ibu, Ibu Bumi

23 Desember 2016   23:22 Diperbarui: 24 Desember 2016   22:33 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“Ibu Sukinah, ikut melakukan aksi ini, alasan utamanya apa?”

“Alasan utamanya bagi aku karena aku seorang perempuan.”

Kutipan diatas adalah jawaban dari Ibu Sukinah, seorang warga dusun Tegaldowo, Rembang, Jawa Tengah, pada salah satu acara stasiun televisi saat ditanyai alasan utama melakukan aksi penolakan pabrik semen yang sedang menjadi polemik di daerahnya. Jawaban yang amat membuat saya terperangah waktu itu.

Bahkan dia melanjutkan argumentasinya dengan menghubungkan antara hubungan manusia dengan alam lewat istilah yang di populerkannya sebagai “Ibu Bumi”, yang dianggap sebagaimana layaknya ibu manusia yang mengalami proses melahirkan anak, Ibu Bumi turut melahirkan anak berupa alam seperti air dan tanaman, yang harus dijaga demi kepentingan segenap makhluk hidup, termasuk manusia.

Lebih dari sekedar analogi, pernyataan itu menurut saya sarat dengan nilai filosofis. Secara teoritik bahkan, pemikiran Ibu Sukinah dapat diselaraskan dengan pemikiran green thought yang dalam hemat berupaya membuat manusia mempertanyakan kembali hakikat dirinya, yakni manusia sebagai segelintir bagian dari alam. Ya, segelintir.

Kedua, pernyataan Ibu Sukinah yang dengan tegas memposisikan dirinya sebagai perempuan, patut di acungi jempol. Bagaimana tidak, di tengah kemelut persoalan “perempuan” di tanah air, beliau telah memberikan kita petunjuk akan definisi perempuan yang begitu bernilai. Yang di dalamnya tersirat beragam cerita dan derita panjang perjuangan kehidupan.

Di sisi lain, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, yang menjadi lawan bicara saat itu mencoba berkelit perihal terbitnya ijin lingkungan baru yang disebutnya hanya sebagai addendum, yang dalam istilah kontrak atau surat perjanjian berarti tambahan klausula atau pasal yang secara fisik terpisah dari perjanjian pokoknya namun secara hukum melekat pada perjanjian pokok itu. Padahal beberapa ahli hukum menyatakan bahwa yang demikian itu merupakan ijin baru. Hal tersebut dapat dibuktikan dari adanya perbedaan judul antara yang tertera dalam ijin lama dan ijin baru.

Ibu Sukinah, bersama ibu-ibu lain terhitung sejak tahun 2006 telah melakukan beragam aksi dari mulai unjuk rasa, menggugat ke pengadilan, hingga menemui presiden, demi menjaga keberlangsungan wilayah dan kelestarian alam dari proyek sekelas pabrik semen yang sarat kepentingan ekonomi dan eksploitasi alam. Hingga terakhir, terbitnya ijin baru yang di keluarkan pihak pemerintah daerah setempat telah membuat para perempuan ini merasa dizhalimi.

Ironisnya, sehari kemudian, tepat saat perayaan hari ibu, 22 desember 2016, sang Gubernur diberikan penghargaan bergengsi dalam ajang He For She yang secara istimewa diberikan langsung oleh Presiden RI, Joko Widodo. Ajang He For She sendiri merupakan kampanye untuk memperluas komitmen laki-laki dalam rangka memberikan rasa aman dan nyaman kepada perempuan untuk memperoleh akses kesehatan, pendidikan dan ekonomi.

Seakan menegaskan posisi pemerintah daerah dalam menghadapi suatu kasus, pada hari jumat, 23 desember 2016 lalu, perjuangan warga Rembang semakin menemui titik nadir. Tenda-tenda perjuangan Srikandi Kendeng di depan kantor gubernur di bongkar paksa oleh satpol PP dengan alasan mengganggu kenyamanan dan mengakibatkan pemandangan jadi kumuh. Cara ini semakin menunjukkan ketidakberpihakkannya alat negara pada suara hati rakyat yang seyogyanya memegang kedaulatan, serta (lagi-lagi) mengingkari suratan alam sebagaimana yang disinggung Ibu Sukinah.

Sepenggal kisah perjuangan tersebut kiranya telah menghantarkan kita sebagai masyarakat untuk mendapati inspirasi nyata yang datang dari sosok rakyat yang begitu dekat, yang tercermin dari aksi-aksi para perempuan luar biasa ini. Belum selesai dengan persoalan di ranah privat (rumah tangga) dan sistem pathriarki sosial, para perempuan ini telah melampaui dimensi tersebut dengan turut serta memikirkan persoalan ekologis, dan masa depan kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun