Mohon tunggu...
Yudha Bantono
Yudha Bantono Mohon Tunggu... Penulis - Pembaca peristiwa

Veterinarian, Art and architecture writer yubantono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Merayakan Keheningan Seni Rupa Kenyem

23 Juni 2016   03:53 Diperbarui: 23 Juni 2016   04:01 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pusaran, 2010, 200 x 200 Cm, mixed media on canvas.

KETIKA dua hari setelah Hari Raya Nyepi, matahari terlambat membangunkan pagi. Kususuri jalanan Batubulan menuju Sayan sendirian. Pgi itu tidak banyak hiruk pikuk pengendara memacu kendaraannya. 

Di beberapa sudut desa, terlihat beberapa ogoh-ogoh masih utuh berdiri dan sebagian sudah hampir hancur, rebah tersungkur di atas tanah. Bali dua hari sebelumnya memang luruh dalam hening nafas alam, memulai tahun baru caka dan memuliakan kehidupan.

Di Banjar Kutuh, Desa Sayan, Ubud, Gianyar, saya mulai memelankan laju kendaraan, karena di Banjar itu saya harus berhenti untuk mengunjungi studio seni (Sayan Art Space) seorang perupa Nyoman Sujana (43) atau dikenal Kenyem

Di studio yang asri dengan rindangnya pepohonan serta tanaman bambu, tidak mengubah ingatanku suasana dimana kami sering bincang hal-hal yang berkaitan dengan budaya dan seni rupa.

Entahlah perjalanan ke studio seni Kenyem kali ini benar-benar masih membuat saya larut dalam suasana nyepi. Saya berusaha mengingat-ingat kembali ada periode karyanya yang juga senada dengan nyepi, membicarakan keheningan dalam menemukan kesadaran. Dan demi waktu melalui keheningan, saya berharap menemukan karya itu untuk kubicaraan kembali.

****

Pagi enam tahun lalu masih belum berubah. Sepasang burung Raja Udang (Halcyon cyanoventris) dengan suara khasnya bersautan terdengar  dari kejauhan. Burung yang dikenal gesit berwarna biru kemilau, berkepala besar dengan paruh besar, panjang dan runcing ini habitat aslinya memang di pinggiran Sungai Ayung. Studio seni Kenyem memang tidak jauh dari sungai yang kini dikenal banyak orang karena raftingnya.

Di bale bengongdepan studio kami mulai berbincang tentang sebuah art project. Ide awal art project itu adalah respond visual dari tonggak-tonggak bambu yang berada di dekat studionya. Saya diajaknya melihat sisa-sisa potongan bambu berupa tonggak-tonggak berlubang yang tinggal satu setengah ruas di atas akar-akarnya. 

Tonggak-tonggak bambu itu sangat menarik seperti karya seni yang tidak sengaja dibuat oleh pemilik kebun bambu. Dan sisa tonggak-tonggak bambu itu selanjutnya menjadi sebuah persoalan dan menghantarkan menjadi gagasan cemerlang.

Kenyem menunjukkan drawing-drawingnya, ruang-ruang tonggak bambu menarik untuk dieksplorasi dan dipindahkan ke atas kanvas. Sewaktu saya perhatikan drawing Kenyem memang terlihat memiliki kecenderungan berbentuk pusaran atau lingkaran menuju sebuah inti, barulah saya paham waktu itu ia menyebut project seni seri mandala.

Apa sebenarnya drawing tonggak bambu itu [saya mencoba bertanya] waktu itu kenyem hanya bilang ini ruang kesadaran. Ruang-ruang ini adalah energi positif yang berputar mengelilingi putaran kehidupan menuju pusat yaitu “kesadaran”. Setiap mahluk hidup memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun