Pada pameran tunggal Made Wianta tahun ini di Sofitel Bali Hotel Nusa Dua, masih memperkuat pandangan saya, yakni begitu menariknya karya lukisan Wianta seri Kaligrafi bila bertemu dengan ruang yang tepat.
Di berbagai belahan dunia, lobby hotel-hotel bintang lima adalah pertaruhan identitas yang menjadi ciri sekaligus ikon, disamping kehebatan desain maupun fasilitas penunjang serta view yang menarik. Ruangan hotel tak ubahnya sebuah art gallery. Semisal di Hotel Royal Monceau Paris yang berani terang-terangan dengan marketing publikasinya yaitu “sleeping with Jeff Koons. Hotel Le Royal memang waktu itu mamajang karya Balloon Venus, Jeff Koons.
Deretan hotel-hotel lainnya seolah menjadi penanda bagaimana prestige sebuah hotel bisa diukur dari ruangan yang dijadikan art galleri. Egerton House Hotel London pernah memerkan karya Picasso, Matisse, Chagall, Renoir. The Gramercy Park Hotel New York City juga pernah memerkan karya Andy Warhol, Basquiat, Damian Hirts, Kenny Scharf di ruang looby, bar dan restaurannya. Serta The Bellagio Las Vegas yang juga pernah memajang dan memamerkan Picasso, Feberge, Monet, Van Gogh. Tentu masih banyak hotel-hotel lainnya termasuk Sofitel Bali Nusa Dua, yang sebelum Made Wianta telah memamerkan foto-foto para old master di zamannya yaitu dari Picasso sampai Dali, Chagall sampai Jeff Koons, Miro sampai Mattise. Pameran foto yang sangat menarik itu diberi judul Revealed dikuratori Olivier Widmaier Picasso yang juga penulis buku Picasso Portrait Intime dan merupakan cucu dari Picasso sendiri.
“Saya ingin menunjukkan karya saya kepada publik apresian dunia di hotel Sofitel Bali yang memiliki jaringan internasional, sebagai sebuah karya yang dapat merespon ruangan dengan dominasi interior kayu jati dan tersusun dengan pola arsitektur modern, saya memutuskan untuk memajang seri kaligrafi”. Demikian ucap Made Wianta, perupa asal Apuan, Tabanan, Bali yang kerap mendapat pujian dan penghargaan dari lembaga seni Bali, Indonesia sampai dunia.
Sebuah seri yang mengantarkan menuju kesuksesan pasca kunjungannya ke Fukouka Jepang pada tahun 1985. Lukisan Kaligrafi Wianta memang secara keseluruhan tidak bisa dilafalkan secara langsung, namun ada sebagian yang secara khusus dapat dibaca dan dilafalkan, terutama pada karya-karya yang bersentuhan dengan kaligrafi Arabic. Saya teringat ketika baru mengenal Made Wianta tujuh belas tahun silam, karya-karya kaligrafinya justru saya lihat menyerupai abstraksi binatang-binatang, beragam jenis burung, reptil, naga, maupun jenis-jenis serangga. Baru di kemudian hari apa yang saya amati menjadi kebenaran setelah melihat judul karya yang memang terdapat unsur binatangnya seperti burung cendrawasih, merak, naga, dan sebagainya.
Menelusuri karya-karya lukisan kaligrafi Wianta selalu membawa kenangan bagi saya untuk membandingkan pada periode karya terdahulunya yaitu “karangasem”. Di karya periode karangasem yang sangat kontemplatif, figur-figur binatang purba yang tergambar penuh misteri hadir memenuhi bidang kertas maupun kanvas. Saya melihat Winata sangat klewat cerdas dalam membangun ruang di atas kanvas, kertas maupun medium lainnya. Disinilah dialog ruang sunyi dan penuh energik seorang Wianta dalam menciptakan karya, sehingga dialog ruang sangat terasa bila kita dapat masuk ke dalam karyanya.
Pada perkembangan selanjutnya, periode lukisan kaligrafi Made Wianta telah menarik atau bersinggungan dengan periode-periode terdahulu maupun setelahnya. Misalnya triangle, quadrangle, dan crossing line. Bentuk-bentuk itu banyak hadir dan semakin memperkaya estetika kaligrafinya dalam menaklukkan ruang-ruang yang menjadi tantangan dalam karyanya.