Mohon tunggu...
Yudha Bantono
Yudha Bantono Mohon Tunggu... Penulis - Pembaca peristiwa

Veterinarian, Art and architecture writer yubantono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Di Titik Fokus Abstraksi Alam Mahendra Mangku

16 November 2016   10:34 Diperbarui: 16 November 2016   17:39 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Batas sebuah sisi, 2007, 120x110 cm, acrylic on canvas, Koleksi Seniman

Hijau menemui hijau, letupan kuning merangkai biru menarik garis seperti tarian. Membias pada tatapan. Maka biru bagai penegas waktu, yang segera hilang dalam gerak ruang. Hijau berjalan mencari ruang-ruang membentuk gelap terang, dan semakin membawa pada pengelanaan, ia hadir seolah membebaskan ruang. 

Dialog warna dan garis yang menyusun abstraksi sepintas menyengat pikiranku melihat karya  serie “Tentang Alam”.  Dominasi ragam warna dan  garis bukan semata memecah ruang, namun hadir mencapai keseimbangan. Seperti lukisan abstrak Mangku yang lain, karyanya utuh tidak terkontaminasi oleh pesan maupun peran obyek lain, serta tidak juga simbol-simbol pemaknaan.

Celah Batas Ruang #1,2006,145x70 Cm, Acrilic on Canvas, Koleksi seniman
Celah Batas Ruang #1,2006,145x70 Cm, Acrilic on Canvas, Koleksi seniman
Selalu ada rasa berbeda setiap kali menikmati karya abstrak Made Mahendra Mangku, mata seakan dibawa larut pada cita rasa warna, garis dan tektur yang tenang. Bukan sebuah kebetulan bila akhirnya tubuh saya harus berperan sebagai kontrol plus, artinya mengezoom atau membesarkan visualisasi karya dengan maju dan mundur, sampai akhirnya menemukan focus yang tepat.

Made Mahendra Mangku (43) beruntung dilahirkan di Desa Sukawati, tumbuh dan besar di desa yang memiliki nuansa seni tradisi tinggi. Mangku seperti pemuda Bali lainnya yang tertarik pada dunia seni rupa, memilih melanjutkan belajar di Institut Seni Indonesia, Jogjakarta. Setelah menamatkan belajarnya, Mangku memilih kembali ke desan kelahirannya, mengabdi dan berkarya.

Celah dibawah bulan,2006, 120x110 cm, acrylic on canvas, Koleksi seniman
Celah dibawah bulan,2006, 120x110 cm, acrylic on canvas, Koleksi seniman
Sesungguhnya, minat pada desa dan alam di sekitarnya muncul secara kebetulan. Ketika petualangannya masih kanak-kanak hingga remaja menghimpun rasa ketertarikannya yang tinggi untuk mengeksplorasi warna-warana alam. Bagi mangku pesona warna-warna alam sangat menarik, karena begitu masuk ia dapat mengikutinya tanpa berbatas.

Mangku menimbang, ketika berbicara tentang alam untuk menjadikan karya ia harus berangkat melalui proses yang penuh perhitungan. Artinya, ia tidak serta merespon ruang alam yang ada, tapi mengikuti ruang alam yang ia temukan. Mangku juga tidak mengatakan bahwa ia menemukan sebuah misteri tentang alam, karena ia tidak pada posisi menerjemahkannya.

Saya mengkorek-korek kembali karya-karya abstrak Mangku yang lainnya sebagai pembanding. Saya tanyakan kembali apakah ekspresi alam itu bukan berbicara tentang alam juga ?. Mangku dengan tegas mengatakan ekpresi alam itu melihat, merasakan dan menghayati tentang alam, saya kerjakan dan selanjutnya karya-karya ini lahir, ujarnya.

Mahendra Mangku
Mahendra Mangku
Jelas rasanya, Mangku telah memainkan ruang pembacaan karya yang utuh tidak terpecah dari sebuah masalah. Tidak ada kerumitan sedikitpun untuk menjadi kesalahpahaman, karena tujuan adalah penentu dari sebuah keberhasilan. Penghayatan alam memang memiliki pemaknaan yang lebih mendalam. Dalam berproses ia mengontrol jalur-jalur pikirannya, ia tidak meliarkan imajinya, ia menentukan arah tanpa tahu kemana tujuan itu akan berlabuh. Ia menyadari selama proses perjalanan berkarya banyak kemungkinan diluar pemikiran bakal terjadi, dan ini bukan sebuah kecelakaan.

Ibarat memasuki ruangan yang gelap, Mangku sudah menyiapkan pelita untuk mencari jalan, ia susuri jalan susah sampai lempang, dan pada akhirnya berhasil menembus kegelapan. Setiap perjalanan kreatifnya ia rekam dan maknai, didefinisikan menjadi petunjuk bahwa ia mengetahui dengan sadar dan benar sampai pada tujuannya.

Mangku dengan lukisan abstaknya kebanyakan memang mempermainkan bidang, Ia menguasai benar teknik-teknik sebagai senjata untuk menaklukkannya. Bidang akan dibagi , dirobah, bahkan ditimpa kembali oleh material cat dan bahan penunjang lainnya. Ia seperti menari-nari dengan gususan warna dalam membangun kesan imajinatif yang kaya.

Unsur-unsur yang dipergunakan oleh mangku adalah universal, ia tidak mau meletakkan element Bali sebagai penegas estetika karyanya. Mangku sangat sadar bahwa unsur estetika Bali telah mempengaruhinya sejak kecil sampai sekarang. Bukan menganggap itu tidak penting, namun ia tidak ingin terjebak dalam ruang kebebasannya. “Karya yang saya sampaikan akan lebih cair bila tidak dibebani oleh unsur-unsur yang melekat tentang background saya sebagai orang Bali”, ujarnya. Disini saya melihat Mangku sangat piawai mengelola pengaruh kehidupan pribadi, lingkungan, budaya dan spiritualnya dengan tidak berperan mendominasi dalam penciptaan karyanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun