Rhain adalah sebuah sungai besar yang bermula dari sumber-sumber di pegunungan Alphen Austria. Pada alirannya yang membentang melewati Swiss, Jerman dan bermuara di Rotterdam Belanda, memberikan saksi penting bagi peradaban kebudayaan air di Eropa. Rhain adalah nadi yang mencukupi kehidupan di daerah aliran sungainya.
Rhain adalah jalur penting transportasi dan perdagangan, kapal-kapal pengangkut barang mulai batubara, mobil, kayu dan beragam kebutuhan pokok, mengalir mengikuti atau melawan arus. Dan Rhain juga jalur pariwisata yang memanjakan para turis untuk menikmati kota-kota yang di laluinya, sampai makan malam yang indah di atas kapal.
Sepanjang tepian Rhain di Basel, Swiss tidak jauh dari tempat saya tinggal, ragam arsitektur memberikan gambaran betapa pentingnya sungai ini dalam peradaban hunian, serta membagi wilayah kota yang masing-masing memiliki ritme dan karakter berbeda.
Salah satu jembatan penghubung kedua wilayah bagian kota di Basel adalah Mittele Bruecke. Di dekat jembatan ini, tepatnya di bawahnya setiap hari saya menyempatkan diri melihat kondisi air dan suasana yang ada. Buku catatan dan kamera SLR yang batrainya saya isi di malam harinya, selalu menjadi teman setia. Ini adalah riset pesanan Made Wianta, ketika kunjungan ke Swiss tahun 2001-2010. Wianta memesan foto-foto aliran air, kondisi air di Sungai Rhain Basel. Saya kurang paham benar maksud Wianta waktu itu, namun karena saya memiliki waktu serta kesempatan, maka saya setujui untuk membantunya melakukan risetnya.
Tiga kemudian baru saya menyadari, Wianta yang telah memulai dengan drawing-drawing menyerupai aliran air dan gelombang, ia kembangkan ke dalam karya-karya besar di atas kanvas. Ketika saya memberikan hasil risetnya, ia seolah tidak menemukan kejutan yang berarti, namun ia seperti mereka ulang dari karya yang selama ini telah ia kerjakan.
Namun apakah sebenarnya yang menjadi bagian penting Wianta memahami dan mengerjakan kerja kreatifnya sebagai perupa dalam melihat peradaban air di negera yang jauh dari tempat yang selama ini menjadi acuan hidupnya untuk mengenal sungai?. Rasanya ada sesuatu yang bisa dihubungkan dalam meratapi dan melihat kembali keberadaan sungai-sungai yang dulunya merupakan alur hulu hilir tempat suci para pertapa sakti melakukan laku tapa semadi. Tergambar jelas akhirnya bagaimana Wianta melanjutkan laku berkeseniannya dalam meletakkan pengamatannya terhadap salah satu sungai penting di Kota Denpasar yaitu Tukad Badung.
Lima tahun kemudian, lahirlah karya video art documenter yang berjudul “BH terapung di sepanjang Tukad Badung”. Ada benang merah yang tersamar, apakah ini salah satu point penting ia menyuruh saya ke Basel, dan kemudian mengajak saya kembali membuat video art documenter. Aliran dan karakter air sungai Rhain di Basel seolah menegaskan kedekatan yang tak teralakkan, antara jarak dan peristiwa.
Saya mulai membaca, ketika banyak orang membawa keluhuran budaya tentang peradaban sungai, terbuai dengan kehebatannya, namun tersirep oleh perubahan yang terjadi. Sampah plastik, pencemaran air, sungai yang tak sedap, tepian yang hancur dari vegetasi ekosistem yang menjaga menjadi bangunan-bangunan massive dalam memenuhi kebutuhan pariwisata.