DUA HARI yang lalu, melalui timeline facebook, saya mendapat kiriman video dari seorang sahabat. Video pendek yang ditautkan di youtube berdurasi 1,38 menit berjudul Adu Panco benar-benar menghibur dan membuat saya tertawa. Medan politik tentu masih ingat, Presiden Jokowi adalah presiden yang selalu menghadirkan dirinya sebagai sosok sederhana, dan karena kesederhanaannya itulah ia mampu mendapat simpati pemilih pemilu sehingga memenangkan dirinya sebagai presiden. Pertama mengamati video ini, entah apa maksudnya, apakah Jokowi dan Kaesang ingin menghibur masyarakat Indonesia di akhir ramadhan menjelang lebaran dengan menyampaikan pesan kearifan atau sedang menyindir seseorang.
Saya kira akan banyak beragam komentar penonton terhadap isi atau muatan video ini. Bagi saya isi video Adu Ponco adalah reperesentasi visual dari kehidupan presiden sebagai masyarakat biasa. Ini adalah kisah hidup hubungan antara bapak dan anak, yang memerankan komunikasi ringan namun memberikan pemaknaan terhadap kehidupan yang disimboliskan. Maka, disinilah peran penting seorang Jokowi menghilangkan identitas dirinya sebagai presiden.
Video ini sebenarnya bila ditelisik lebih dalam sarat akan aspek visual. Mulai dari kostum yang dikenakan Jokowi dan Kaesang berupa kaos oblong dan sarung sebagi atribut, hadir bukan hanya penguat adegan pertunjukan, namun sebagai identitas yang melekat dengan sendirinya. Suasana yang dikendalikan oleh perbincangan dari kedua pemain, mengajak penonton untuk fokus pada isi pembicaran. Terlepas dari itu, adegan sederhana melalui adu panco sebagai bentuk pesan kesadaran visual, saya kira ini juga strategi seorang presiden yang ingin secara terus menerus meninggalkan identitas glamour, gemebyar, protokoler dan kaku oleh aturan-aturan.
Video Adu Panco mengandung suatu pandangan hidup cukup realistis, yakni manusia tidak ditentukan oleh kekuatan karena besar tubuhnya, tapi oleh kesabaran dan kesalehannya. Video ini seperti mengingatkan agar laku hidup sesuai tataran nafsu agar bisa dikendalikan secara baik dan benar.
Ketika kehidupan ruang pribadi dan keluarga presiden menjadi “pertunjukan” yang menghibur masyarakat. Sebagai penggemar seni pertunjukan dan seni rupa, video ini bagi saya dapat menjadi apresiasi penting. Maka tidaklah berlebihan kiranya, bahwa seni pertunjukan atau seni rupa pun harusnya turut serta memperkaya perananya sebagi wujud sensitivitas melihat potret masyarakat yang melebihi dari sekedar melihat kehidupan presiden. (Yudha Bantono, Bali 6.07.2016)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H