Mohon tunggu...
Yudha Bantono
Yudha Bantono Mohon Tunggu... Penulis - Pembaca peristiwa

Veterinarian, Art and architecture writer yubantono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Opera Tradisional Bali dan Upaya Pencarian Estetis Moel Yoto

21 Juni 2016   21:15 Diperbarui: 21 Juni 2016   21:59 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap perupa, pastinya dihadapkan pada sebuah pergulatan akan pencarian estetis. Menemukan apa yang selama ini dicari, kadang tidak harus melakukan kelana batin. Terkadang justru yang ada di hadapannya boleh jadi akan membawa kemungkinan pada pembacaan estetis. Demikian halnya ketika Moel Yoto, perupa cat air Bali yang kerap mengunjungi pementasan budaya di Pulau Bali, baginya penari dalam kehidupan berkeseniannya adalah sumber inspirasi yang tiada habisnya.

Moel menangkap penari Bali dalam pencarian estetis adalah bagian dari proses eksplorasi, dianalisa secara pribadi, kadang diendapkan dan kadang langsung dituangkan. Setiap seniman tentu memiliki pengalaman estetis yang berbeda-beda. Menurut Moel ketika pencarian estetitis dihubungkan dengan proses penciptaan, maka perasaan adalah titik utamanya. Perasaan itu adalah cerminan dari keaslian menangkap estetis, maka jelaslah ketika saya membaca karyanya yang pernah dipamerkan di pameran nasional Kolcai, di Bentara Budaya Bali, sangat menyentuh rasa, disamping esetetika tinggi yang memang berhasil ia tuangkan. 

Jujur membaca karya Moel, saya mencoba menghindar dari perangkap pembacaan yang biasa disebut karya indah. Justru di karya Moel ada pesan cultural yang sebenarnya ingin diungkap. Maka disini Moel akan menempatkan pada skala rasa, ini sejatinya unsur penting yang akan dimunculkan oleh Moel, sekaligus menjadi strategi agar karyanya dapat dibaca maupun dinikmati publik apresiator.

Cara Moel mencipta karya yang diberi judul “Opera Tradisional Bali”memang memerlukan teknik tinggi, setiap layer-layer cat air yang meresap pada media kertas ia tumpuk ulang, disempurnakan seperti ia memadu cerita dari bait-bait yang ingin diungkapkan secara detil. Ketika saya perhatikan hampir saya tidak menemukan dimana awal dan akhir ia memulai membuat layer-layer warna cat air, sebuah komposisi harmoni terlihat menyatu secara sempurna. Moel menyatukan motif ornamen hiasan kepala penari dengan paduan bunga-bunga, kain selendang warna emas yang dililitkan dipinggang penari, kain penutup bagian bawah dengan motif ornamen emas serta ornamen kain penutup dada yang mengalungi leher maupun ornamen pinggang.

Moelyoto dalam lawatan seni budaya ke Eropa
Moelyoto dalam lawatan seni budaya ke Eropa
Make up yang memberikan karakter kuat, oranamen gelang sebagai hiasan tangan yang terbuat dari kain dengan pelapisan payet dan warna emas, maupun kalung penari pria, kesemuanya tampak detil seperti memindahkan portrait ke dalam medium cat air. Pengkayaan warna-warni inilah sebuah penemuan estetis yang tidak bisa lepas dari sebuah karakter yang ingin ditonjolkan. Dengan pencapaian estetis Moel dapat mengekspresikan apa yang ingin ia sampaikan kepada penikmat karyanya. Dan bila diperhatikan secara seksama busana yang dikenakan ke tiga penari opera tradisional Bali, meski hanya kain putih, namun gemerlap warna-warna busananya akan terlihat seperti menyala bila terkena paparan sinar cahaya.

***

Moel Yoto telah menjelajah ruang estetis. Saat ketertegunan pada pengkayaan warna-warna, tanpa sadar dirinya sudah mencapai perekaman wilayah rasa. Inilah yang secara berulang saya katakana puncak ketenangan dan kesabaran dirinya, menggarap inspirasinya menjadi karya yang begitu indah. Moel tidak hanya piawai menindahkan tiga penari opera sebagai obyek, namun menjadikannya subyek yang dapat berbicara.

Moel Yoto adalah perupa yang yakin dan percaya, bahwa karya lukis cat air harus mengikuti proses penciptaan, termasuk di dalamnya penemuan estetis yang akan menjadi kekuatan sebuah karya. Ia menyadari wilayah konflik setiap seniman untuk menyampaikan bahasa ungkap sangat ditentukan kemana ia akan menonjolkan kekuatan estetika itu. Dan proses perjalanan menjinakkan olah kreatif itu seperti melebur dalam warna-warna, seperti magis hadir dengan sendirinya. Akhirnya ada pertimbangan yang cukup penting ketika saya membaca karya “Opera Tradisional Bali” dengan ukuran 76x 56 Cm, watercolor on paper, yaitu konsep yang kuat dengan ketepatan cara ungkap akan mendorong penemuan ruang estetis.

Yudha Bantono

Art writer tinggal di Denpasar, Bali

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun