Mohon tunggu...
Yuar Dwitami
Yuar Dwitami Mohon Tunggu... lainnya -

http://manik-mata.blogspot.com http://manikmata.tumblr.com Saya percaya, puisi dan cerita itu bisa dipercaya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pelayaran Sunyi

21 Februari 2014   21:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:35 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tuhan mematikan lampu.

Bintang-bintang berjatuhan menggugurkan konfeti ke lembah angkasa yang hitam.
Ikan-ikan dilaut berpencar, mencari tempat aman dari kegaduhan rombongan pelayar.
Aku turun dengan sekoci dari pesta meriah di geladak kapal pesiar.
Meninggalkan orang-orang yang dahulu aku kenal.
Hanya bulan dan semburat lampu minyak yang mencumbuku waktu itu, menjadi teman perjalanan pulang.

Diantara ombak aku membuka kembali buku puisi yang kutulis untukmu, kekasih yang suka meninggalkan.
Sekociku menderit ketika aku berusaha menghapus satu-persatu hurufnya dengan air mata.

: Aku ingin segera sampai ke tepian.
Menahan ngilu dan demam aku melihat kembali ke kapal pesiar.
Aku yang mengumpulkan orang-orang itu,
Aku yang menggelar pesta meriah di geladak kapal itu,
Tetapi kesenangan seperti setan yang tak tahu asal-usul.
Tidak akan pulang jika tidak dipulangkan.

Didalam tangis aku mencoba mengingat semua rencana,
yang kujajar dan kusapih seperti anak satu-satunya.
Engkau yang mencintai laut, kubawa engkau ke laut.
Engkau yang menyukai pesta, kubuatkan kau pesta.
Tetapi pepatah telah membuatku telanjang,
Kau tak pernah menyapaku di dalam kerumunan.

Tuhan adalah pengingat paling sederhana,
Bahwa Laut adalah lungkang yang memberikan kekuatan,
Dan Lindapnya malam membuat mata kita terjaga lebih tajam.

Tukikan-tukikan ombak akhirnya luruh di bibir pantai, tempat semua kenangan menepi.
Aku masih menunggumu kekasih, ditepian pantai yang bidang, yang gelap.
Aku masih mendoakanmu kekasih, disetiap guratan tasbih yang melingkari tangan.

Aku harap kau segera tersadar dari pesta mewah yang memabukkan.
Aku harap kau segera ingat, bahwa akulah yang mengundangmu datang.

Lekaslah terbangun, kekasih.
Carilah sekoci dan segera turun dari kapal itu.
Berlayarlah menuju pantai, menujuku yang menunggu.
Kita akan pulang bersama, ke pulau yang hanya kita berdua, ke rumah yang kita bangun berdua.
Hanya kita berdua.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun