Suatu hari tersiar kabar bahwa Raja Bhuwanaraya tengah mencari jantung Rusa Jingga sebagai obat panjang umur.
Raja sangat membutuhkan obat itu untuk memperpanjang hidupnya karena sampai saat ini beliau belum mempunyai pewaris takhta yang bisa menggantikan-nya memimpin kerajaan.
Bagi siapa yang dapat menyerahkan jantung Rusa Jingga tersebut akan diberi banyak hadiah.
Seluruh penduduk berramai-ramai menelusuri hutan, menuruni lembah, dan tak segan-segan mendaki gunung demi menangkap Rusa Jingga. Namun, tak satupun dari mereka yang berhasil.
Rusa Jingga memang merupakan rusa langka yang hanya ada satu di dunia ini. Jangankan untuk menangkapnya, dapat melihatnya saja sudah sangat sulit.
Konon rusa itu sebenarnya adalah anak dewa. Karena kegemarannya memburu hewan-hewan, ia dihukum menjadi seekor Rusa Jingga lalu diturunkan ke bumi.
Meski sudah beberapa kali ada yang sempat melihat sosoknya, tapi rusa itu se-lalu saja berhasil kabur dan menghilang lagi.
Seorang pemuda desa bernama Surya adalah satu dari sekian orang yang ingin menangkap Rusa Jingga. Berbeda dengan para penduduk lainnya, Surya tidak me-ngincar hadiah yang dijanjikan oleh Raja. Ia tulus hanya berniat membantu raja. Sama sekali tidak mengharapkan imbalan.
Karena terlalu asyik mencari, tanpa sadar hari telah menjadi gelap. Surya ak-hirnya memutuskan untuk bermalam di tengah hutan. Kebetulan di dekatnya ada sebuah gua.
Saat memasuki gua, Surya mendengar suara tangis yang amat memillukan. De-ngan penasaran dicarinya asal suara itu. Ia pun semakin masuk ke dalam gua.
Dan ketika ia sampai di ujung gua, terlihatlah sosok Rusa Jingga yang ia cari-cari selama ini.
Surya merasa sangat terkejut campur girang. Sebaliknya, begitu menyadari ada manusia yang melihatnya, rusa itu nampak sangat ketakutan. Tangisannya terhen-ti, tubuhnya gemetaran.
Surya bersiap memanah rusa itu. Namun, sebelum ia menarik busurnya, rusa itu meratap, “Tolong jangan bunuh aku….Biarkan aku hidup…Kasihani aku…”
Surya terhenyak, tak mengira ternyata Rusa Jingga bisa bicara. Sempat ia bim-bang sejenak, sampai akhirnya ia memilih untuk menurunkan busurnya.
Diperhatikannya betul-betul kondisi rusa yang sudah kembali menangis itu. Nampaknya kaki sang rusa terluka. Karena jatuh iba, Surya kemudian justru me-ngobatinya, dan berjanji akan membantunya bersembunyi.
Keesokan harinya, secara diam-diam Surya membawa Rusa Jingga ke rumah-nya.
“Aku tinggal seornag diri, dan rumahku jauh dari peemukiman penduduk yang lain. Jadi kau aman disini,” ucapnya.
Selama ini Surya memang hidup sebatang kara. Sewaktu kecil ia hanyut di su-ngai sehingga terpisah dari keluarganya.
“Terima kasih, kau manusia yang sangat baik. Siapakah namamu?” tanya Rusa Jingga.
“Aku tidak tahu namaku yang sebenarnya. Waktu kecil aku terpisah dari kelu-argaku. Tapi saat ini, semua orang memanggilku dengan sebutan, “Surya”. Karena aku memiliki tanda lahir berbentuk matahari di telapak tanganku ini,” jawab pe-muda tampan itu sembari memperlihatkan telapak tangan kanannya.
“Kalau begitu, kita ini senasib. Kita sama-sama terpisah dari keluarga kita,” sa-hut Rusa Jingga sendu.
Hari-hari berlalu, mereka berdua menjadi semakin akrab. Sampai suatu ketika, kesetiaan Surya diuji. Raja menaikkan hadiah bagi siapa yang berhasil menemu-kan Rusa Jingga. Raja bahkan berjanji akan memberikan setengah dari hartanya.
Para penduduk yang tadinya telah putus asa menangkap Rusa Jingga, kini kem-bali bersemangat dengan adanya iming-iming hadiah yang semakin besar itu.
Untunglah Surya tidak terpengaruh. Ia tetap menjaga rahasia keberadaan Rusa Jingga di rumahnya. Rusa Jingga sangat kagum akan sikap sahabatnya.
“Mengapa kau tak menyerahkanku kepada Raja?” tanyanya.
Surya tersenyum, lalu berkata, “Seperti katamu, kita ini senasib. Aku selalu berpikir, selama aku masih hidup suatu saat nanti aku pasti bisa kembali pada ke-luargaku. Begitu juga kau, selama kau masih hidup, ada kemungkinan kau bisa kembali berkumpul bersama keluargamu. Jadi, aku tidak akan mencelakaimu se-suai janjiku.”
“Lalu kenapa belakangan ini kau tampak murung?”
“Karena aku mencemaskan raja. Beliau sudah semakin tua, tapi belum memili-ki pewaris. Jika beliau meninggal bagaimana kelanjutan kerajaan ini?”
Rusa Jingga merasa terharu mendengar semua itu. Surya tidak hanya baik hati, setia kawan, dan pemegang teguh janji, tapi juga perduli pada negerinya. Tiba-tiba tubuh sang rusa diselimuti cahaya jingga yang menyilaukan. Wujud rusanya beru-bah menjadi sesosok dewa yang gagah.
Surya terkejut. Ia segera bersujud memberi hormat.
Dewa wujud asli Rusa Jingga itu memintanya berdiri. Kemudian ia berkata, “Terima kasih sahabatku, berkatmu, akhirnya aku bisa kembali ke wujudku semu-la, karena aku telah memenuhi syarat yang diajukan ayahku yaitu, menemukan manusia berhati emas sepertimu.”
Surya belum sanggup mengeluarkan suara. Dia masih sangat terkejut.
“Aku dulu dihukum karena gemar memburu hewan. Aku tak peduli pada hidup mereka. Aku juga tidak peduli pada manusia yang jatahnya banyak kuambil, se-hingga mereka kelaparan. Tadinya kukira aku juga akan mati diburu. Tapi kau justru tidak jadi memanahku, bahkan menyelamatkanku. Kau juga tidak silau akan harta demi tetap memegang teguh janjimu untuk menyembunyikanku,” tutur sang Dewa Rusa Jingga.
Ia lalu menyentuh bahu Surya dan lanjut berkata, “Karena kau telah meno-longku, aku juga akan menolongmu. Apa permintaanmu? Katakanlah.”
Surya berpikir sejenak, kemudian ia menyatakan permintaannya, “Saya berha-rap agar saya dapat dipertemukan kembali dengan keluarga saya.”
“Benarkah? Kau tidak menginginkan hal lain, seperti harta, jabatan, atau lain-nya?” tanya Dewa Rusa Jingga menegaskan.
Surya menggelang. “Bagi saya, berkumpul bersama keluarga adalah hal yang terpenting.”
Sang dewa tersenyum dan mengangguk. ”Permintaanmu kukabulkan. Pergilah menemui Raja, ia akan memberitahu siapa keluargamu.”
Setelah mengucapkan hal itu, wujud sang dewa lenyap. Ia telah kembali ke la-ngit.
Surya mengikuti perkataan Dewa Rusa Jingga. Ia pun pergi ke istana dan me-nemui Raja Bhuwanaraya.
Begitu melihat tanda lahir yang ada pada telapak tangan Surya, Raja segera mengenalinya. Ternyata Surya adalah putra raja yang telah lama menghilang.
Kini Raja tidak lagi memerlukan obat panjang umur. Karena ia telah menemu-kan putranya. Suryalah yang akhirnya menjadi pewaris takhta. Ia mampu memim-pin kerajaan dengan sangat arif nan bijaksana.
Persahabatan antara Surya dengan Dewa Rusa Jingga tetap terjalin. Sering kali, kala senja sang dewa datang menemuinya dalam wujud sebagai Rusa Jingga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H