Mohon tunggu...
yuanita eka
yuanita eka Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

memiliki ketertarikan dengan topik-topik hangat yang menjadi perbincangan

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Generasi Fast Food: Mengungkap Bahaya Junk Food & Soft Drink bagi Remaja

4 Januari 2025   20:09 Diperbarui: 4 Januari 2025   20:09 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Kehidupan modern membawa berbagai kemudahan, termasuk dalam hal memilih makanan. Remaja masa kini hidup di era serba cepat, dimana kemudahan dan kepraktisan menjadi prioritas utama. Salah satu fenomena yang jelas terlihat adalah meningkatnya konsumsi makanan cepat saji (junk food) dan minuman ringan (soft drink). Tak dapat disangkal, kedua jenis konsumsi ini menawarkan kenikmatan dengan cara yang praktis. Namun, di balik kepraktisan dan daya tariknya, junk food dan soft drink menyimpan ancaman serius bagi kesehatan. Tingginya angka konsumsi makanan cepat saji dan minuman ringan ini memunculkan kekhawatiran akan dampak kesehatan jangka panjang pada generasi muda. Berikut adalah beberapa dampak jangka panjang dari mengonsumsi makanan cepat saji:

1. Obesitas atau kegemukan

Kebiasaan mengonsumsi makanan cepat saji (junk food) yang tinggi kalori dan lemak telah terbukti meningkatkan risiko obesitas pada remaja. Penelitian menunjukkan bahwa remaja yang sering mengonsumsi makanan cepat saji memiliki kemungkinan 2,27 kali lebih tinggi untuk mengalami obesitas dibandingkan mereka yang jarang mengonsumsinya. Bahkan, frekuensi konsumsi yang tinggi berhubungan langsung dengan peningkatan risiko obesitas hingga 2,47 kali lipat. 

Makanan cepat saji seperti burger, pizza, dan kentang goreng mengandung kalori yang sangat tinggi namun rendah serat, vitamin, dan mineral, yang berperan penting dalam mendukung metabolisme tubuh. Kelebihan energi yang terkandung dalam junk food akan disimpan dalam bentuk lemak di tubuh, yang akhirnya berujung pada peningkatan berat badan yang tidak sehat. 

Pola makan yang mengandalkan junk food dapat menyebabkan penumpukan lemak, terutama jika dikonsumsi secara berlebihan dan sering. Remaja yang mengunjungi restoran junk food 1 hingga 2 kali seminggu lebih cenderung mengalami obesitas dibandingkan dengan mereka yang jarang mengonsumsinya. Dengan meningkatnya konsumsi junk food, risiko obesitas pada remaja semakin besar, yang menandakan perlunya perhatian serius terhadap pola makan mereka.

2. Meningkatnya faktor resiko hipertensi

Konsumsi makanan cepat saji, seperti kentang goreng, dapat meningkatkan risiko hipertensi. Makanan ini mengandung garam dan lemak jahat yang tinggi, yang dapat mengganggu keseimbangan sodium dan potasium dalam tubuh. Kelebihan natrium dalam tubuh mengganggu sistem ginjal dan menyebabkan peningkatan tekanan darah, yang berujung pada hipertensi.

Penelitian menunjukkan bahwa orang yang mengonsumsi makanan cepat saji dalam porsi besar 2 hingga 3 kali per minggu berisiko lebih tinggi mengalami hipertensi. Bahkan, semakin sering seseorang mengonsumsi makanan cepat saji, semakin besar peluang untuk menderita hipertensi. Misalnya, orang dengan obesitas memiliki risiko hipertensi yang lebih tinggi, dan semakin tinggi berat badan, semakin besar risikonya.

Obesitas menjadi faktor utama yang meningkatkan risiko hipertensi. Berat badan yang berlebih dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah yang signifikan. Risiko hipertensi meningkat 1,6 kali pada orang dengan berat badan berlebih, 3,2 kali pada orang dengan obesitas kelas 1, dan bahkan lebih tinggi pada obesitas kelas 2 dan 3.

3. Meningkatnya faktor resiko diabetes

Konsumsi makanan cepat saji secara berlebihan merupakan salah satu penyebab utama meningkatnya kasus diabetes, terutama diabetes tipe 2. Penelitian di Singapura menunjukkan bahwa orang yang sering mengonsumsi makanan cepat saji, terutama yang khas dari negara barat, memiliki risiko lebih besar untuk mengidap diabetes tipe 2.

Makanan cepat saji, yang umumnya rendah kandungan gizi, dapat menyebabkan gangguan metabolisme seperti obesitas, resistensi insulin, dan diabetes tipe 2. Obesitas sendiri sering kali merupakan akibat dari kebiasaan makan makanan cepat saji yang tinggi kalori dan rendah nutrisi. Orang yang mengalami kelebihan berat badan atau memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) lebih tinggi berisiko 3-4 kali lebih besar untuk mengidap diabetes melitus dibandingkan mereka yang memiliki IMT normal.

4. Meningkatnya faktor resiko kanker

Konsumsi makanan cepat saji yang berlebihan dapat meningkatkan risiko berbagai jenis kanker, terutama kanker pada organ pencernaan. Studi di Eropa menunjukkan bahwa makan makanan cepat saji secara berlebihan dapat meningkatkan risiko kanker kolorektal karena rendahnya kandungan serat dan tingginya kadar gula serta lemak.

Selain itu, penelitian juga mengungkapkan bahwa pria yang sering mengonsumsi makanan yang digoreng, lebih dari dua kali sebulan, memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker prostat. Makanan cepat saji yang kaya akan daging yang dimasak pada suhu tinggi juga dapat menghasilkan zat karsinogenik, yang berpotensi meningkatkan risiko kanker payudara, terutama pada wanita yang mengonsumsi makanan cepat saji secara teratur.

5. Meningkatnya faktor resiko penyakit jantung

Konsumsi makanan cepat saji yang tinggi dapat berkontribusi pada peningkatan risiko penyakit jantung koroner akut, serta kelebihan berat badan dan obesitas. Obesitas sendiri merupakan salah satu faktor utama penyebab penyakit jantung, karena dapat menyebabkan penurunan fungsi jantung dan meningkatkan risiko terjadinya gangguan jantung. Seseorang yang memiliki berat badan di atas rata-rata atau obesitas lebih rentan terhadap kerusakan pada fungsi jantung, yang dapat menyebabkan kondisi jantung yang tidak normal.

6. Meningkatnya faktor resiko stroke

Pola makan yang buruk, terutama konsumsi makanan cepat saji, dapat meningkatkan risiko stroke pada usia muda. Hal ini disebabkan oleh tingginya kandungan kolesterol dalam makanan tersebut, yang dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah. Ketika penyumbatan terjadi pada pembuluh darah otak, hal ini dapat memicu terjadinya stroke. Di negara maju, angka kasus stroke meningkat seiring dengan tingginya angka kegemukan dan konsumsi makanan cepat saji, dan hal yang sama juga mulai terlihat di Indonesia. Kegemukan akibat pola makan tinggi lemak dan kolesterol menjadi faktor utama yang meningkatkan risiko stroke.

Dampak kesehatan jangka panjang ini menunjukkan bahwa junk food bukan hanya makanan tidak sehat, tetapi juga berperan sebagai pemicu berbagai penyakit degeneratif, seperti jacntung, diabetes, dan stroke. Langkah edukasi dan pengurangan konsumsi junk food perlu dilakukan untuk melindungi kesehatan generasi muda.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun