Permasalahan mengenai lingkungan secara global semakin meningkat seiring dengan adanya laju perkembangan industri dan pertumbuhan jumlah penduduk terutama di negara-negara berkembang seperti halnya di Indonesia. Pada saat ini, Indonesia sedang mengalami kritis lahan pertanian. Alih fungsi lahan merupakan suatu proses yang mengakibatkan terjadinya perubahan penggunaan lahan. Â Alih fungsi lahan pada saat ini terjadi dengan sangat cepat seiring dengan perkembangan pembangunan yang semakin pesat.
Alih fungsi lahan pertanian seringkali terjadi karena adanya kepentingan non pertanian seperti pembangunan industri, perumahan dan pariwisata. Kota Batu merupakan salah satu kota yang mengalami permasalahan lingkungan mengenai terjadinya alih fungsi lahan pertanian menjadi tempat wisata.
Selain itu, pemerintah Kota Batu juga membranding daerahnya menjadi kota dengan kepariwisataan internasional, sehingga hal tersebut menyebabkan maraknya pembangunan objek wisata. Pembangunan objek wisata yang intens ini dilakukan dengan harapan mampu meingkatkan kesejahteraan masyarakat. Kota Batu terus memberikan kesempatan kepada para investor untuk berinvestasi di daerahnya. Hal tersebut tentunya mengakibatkan para petani beralih profesi sebagai pekerja maupun pengusaha penyedia jasa dibidang pariwisata.
Laju pengkonversian lahan pertanian yang ada di Kota Batu terjadi dengan cepat dan sulit untuk dikendalikan. Hal ini terlihat dalam kurun waktu kurang lebih 15 tahun terakhir, banyak dibangun objek wisata yang cukup besar seperti Jatim Park 2, Jatim Park 3, Museum Tubuh, Museum Angkut, Batu Night Spectacular, Eco Green Park, Predator Fun Park, Batu Love Garden dan sebagainya.Â
Sebagian lahan yang digunakan untuk pembangunan objek wisata ini dulunya merupakan lahan pertanian. Selain itu, alih fungsi lahan pertanian ini juga didasari oleh pemikiran bahwa penghasilan dari bertani tidak lagi dapat menuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat, sehingga banyak masyarakat Kota Batu yang menjual lahan mereka dengan harga jual yang tinggi kepada para investor yang ingin membangun objek wisata di kota ini.
Dampak dari terjadinya pengkonversian lahan pertanian menjadi lahan non pertanian ini dapat dirasakan secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa dampak pengkonversian lahan yang dapat dirasakan secara langsung adalah hilangnya infrastruktur irigasi, berkurangnya lahan pertanian yang subur, dan masalah ekologi. Kemudian dampak yang dirasakan secara tidak langsung adalah meningkatnya pertumuhan jumlah penduduk yang diakibatkan urbanisasi.Â
Selain itu, pembangunan objek wisata yang ada di Kota Batu ini menimbulkan berbagai permasalahan yang berdampak kepada lingkungan seperti rusaknya ekosistem disekitar area tempat wisata, pembangunan yang dapat menutupi aliran sungai tersier sehingga mengganggu aktivitas pertanian, degradasi lahan pertanian dan penebangan pohon untuk kepentingan pembangunan yang mengancam daya dukung lingkungan Kota Batu.
Problematika mengenai alih fungsi lahan pertanian menjadi tempat wisata ini tentunya dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan ini dapat dilihat dari sudut pandang paradigma kajian sosiologi lingkungan, yaitu dalam sudut pandang sosiologi institusional dan marxisme ekologis.
Sosiologi Institusional
Dalam sosiologi institusional melihat kesadaran masyarakat dalam hubungan serta dampaknya terhadap lingkungan hidup. Perilaku masyarakat terhadap lingkungan dapat berdampak positif dan berdampak negatif. Dalam problematika ini perilaku manusia atau hubungan manusia dengan lingkungn cenderung bersifat negatif karena menimbulkan pengurangan lahan pertanian dan alih fungsi lahan pertanian. Kesadaran masyarakat dalam problematika ini tentunya sangat kurang, masyarakat cenderung berfikir untuk sementara tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan setelah terjadinya pengurangan lahan pertanian yang semakin lama semakin drastis.
Pada dasarnya, seluruh aktifitas masyarakat bergantung pada sumber daya alam, pemanfaaan sumber daya alam yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat akan memiliki kemampuan meregenerasi dengan sendirinya. Namun, ketika terjadi penggunaan sumber daya alam yang berlebihan dan tidak memperhatikan daya dukung lingkungan akan mengakibatkan kerusakan lingkungan. Maka dalam problematika ini dibutuhkan sebuah etika lingkungan. Etika lingkungan merupakan sebuah kebijaksanaan moral manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Etika terhadap lingkungan ini dibutuhkan agar setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia serta menyangkut dengan lingkungan dapat dipertimbangkan secara cermat sehingga keseimbangan lingkungan pun tetap terjaga. Etika lingkungan tidak hanya membahas tentang perilaku manusia terhadap alam, namun juga mengenai hubungan di antara semua kehidupan alam semesta, yaitu antara manusia dengan manusia dan antara manusia dengan makhluk hidup lainnya atau dengan alam secara kesluruhan.
Marxisme Ekologis
Dalam mengkaji persoalan lingkungan (ekologi) dalam sosiologi dapat menggunakan beberapa pendekatan, salah satunya adalah marxisme ekologis (Susilo, 2009).Â
Marxisme ekologis menyatakan kerusakan lingkungan merupakan dampak perkembangan kapitalis. Dalam problematika alih fungsi lahan pertanian menjadi tempat pariwisata ini terjadi karena banyaknya investor yang mengeksploitasi lahan pertanian untuk dijadikan tempat wisata. Selain itu dalam marxisme ekologis, alih fungsi lahan ini dapat diakibatkan oleh otonomi daerah  yang lebih mengutamakan pembangunan dalam beberapa sektor yang akan menguntungkan dalam jangka pendek serta dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).Â
Tidak dapat dipungkiri, sebenarnya adanya alih fungsi lahan pertanian menjadi tempat wisata ini juga berdampak positif dalam meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. Sedangkan tanpa disadari hal ini juga menimbulkan sebuah kerusakan lingkungan mulai dari berubahnya suhu udara yang semakin meningkat, berkurangnya lahan pertanian, hilangnya investasi dalan struktur irigasi, aliran sungai yang tertupi akibat  pembangunan dan mulai berkurangnya daerah resapan air. Alih fungsi lahan pertanian yang dijadikan sebagai tempat wisata ini biasanya memiliki bangunan yang bersifat permanen, hal ini mengakibatkan lahan pertanian bersifat irreversible atau tidak dapat berubah lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H