Mohon tunggu...
yswitopr
yswitopr Mohon Tunggu... lainnya -

....yang gelisah karena sapaan Sang Cinta dan sedang dalam perjalanan mencari Sang Cinta

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Membaca Posisi Sultan HB X atas Kedua Capres

4 Juli 2014   17:56 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:30 2738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sri Sultan Hamengku Buwono X (KOMPAS.com/ Indra Riatmoko)

[caption id="" align="aligncenter" width="624" caption="Sri Sultan Hamengku Buwono X (KOMPAS.com/ Indra Riatmoko)"][/caption]

Semakin mendekati hari H pesta demokrasi di negeri ini, suasana semakin menghangat. Banyak cara dipakai untuk menarik simpati dan meyakinkan para pemilih. Dari sekian banyak hal yang dilakukan dalam aneka kampanye, menarik untuk melihat dan membaca kunjungan kedua capres ke Kraton Jogjakarta. Penerimaan pihak Kraton atas kedatangan kedua capres yang berbeda, menarik untuk dilihat dengan kaca mata yang berbeda.

Kiranya telah dimengerti dan diketahui, kedua capres telah mengadakan pertemuan dengan Sultan HB X di Jogjakarta. Capres Jokowi mengadakan kunjungan ke Kraton Jogja pada tanggal 2 Juni 2014. Kedatangan Jokowi diterima Sultan di ruang tamu dalam Kraton Kilen. Sementara, kedatangan Prabowo ke Kraton Jogja pada tanggal 1 Juli 2014 diterima Sultan di ruang tamu luar.

Dari beberapa sumber yang menuliskan berita itu dikatakan bahwa perbedaan penerimaan kedua capres ini tidak memiliki maksud apa pun. Ada dua alasan, yaitu jumlah tamu dan kepentingan. Hal ini semakin ditegaskan dengan pernyataan Kraton yang ingin menunjukkan kenetralannya dalam hingar bingar politik, khususnya dalam pilpres.

[caption id="attachment_309059" align="aligncenter" width="491" caption="sultan hb x dalam sebuah upacara ritual labuhan"]

14014268412052924011
14014268412052924011
[/caption]

Kunjungan kedua capres kepada seorang tokoh tertentu kiranya menjadi sesuatu yang biasa dan wajar. Terlepas dari aneka argumen yang sudah diberikan, termasuk alasan yang disampaikan pihak kraton, kiranya pembedaan penerimaan kedua capres oleh Sultan bisa dibaca dengan kaca mata yang lain. Kaca mata yang saya maksudkan adalah makna filosofis rumah bagi orang Jawa.

Umumnya, rumah Jawa terdiri atas 5 bagian. Kelima bagian itu adalah teras atau pendhopo; pringgitan; dalem ageng; sentong atau krombongan; dan pawon atau gandok. Semakin ke dalam, sifatnya semakin privat. Pada umumnya, tamu akan ditempatkan dan diterima di teras atau pendhopo. Pendhopo dibuat terbuka. Dengan bentuk yang terbuka, hendak digambarkan keterbukaan tuan rumah untuk tamu yang datang. Karena teras bersifat ruang publik, maka pembicaraan-pembicaraan yang terjadi di teras pun berkaitan dengan persoalan-persoalan yang sifatnya publik.

Capres Prabowo diterima oleh Sultan di ruang tamu luar. Artinya Prabowo diterima di teras atau pendhopo yang terbuka. Tentunya tidak ada pembicaraan yang sifatnya personal. Pembicaraan yang terjadi adalah pembicaraan-pembicaraan yang sifatnya umum dan bisa diketahui oleh publik.

Sebaliknya, Jokowi diterima oleh Sultan di ruang tamu dalam. Dari pendhopo yang sifatnya publik bergerak ke area yang semakin privat. Mengingat dalam konsep rumah Jawa, semakin ke dalam semakin bersifat privat. Tidak sembarang orang bisa masuk ke dalam. Ada tingkatan-tingkatan yang bisa mengakses setiap ruang. Pada prinsipnya, setiap anggota keluarga boleh mengakses setiap ruang. Ini pun masih bersifat generalisasi. Seorang anak tidak bisa begitu saja mengambil akses ke sentong atau krombongan. Harus ada izin dari orang tuanya.

Penerimaan Jokowi bisa dimaknai secara berbeda. Dari area publik bergerak ke arah privat. Terutama, berkaitan dengan relasi. Dengan menerima Prabowo di ruang tamu yang bersifat publik berarti Prabowo ditempatkan sebagai tamu. Dengan diposisikan sebagai tamu, Prabowo dianggap sebagai orang luar. Dengan menerima Jokowi di ruang dalam, tersirat makna relasi Jokowi dan Sultan. Jokowi diterima layaknya anggota keluarga. Belum seluruhnya sebagai keluarga karena Jokowi belum bisa menjelajah seluruh ruang. Namun, Jokowi sudah diterima di ruang yang semakin privat. Materi pembicaraan pun menjadi berbeda. Pembicaraan Jokowi dan Sultan bukan konsumsi publik. Artinya tidak semua orang bisa mengakses pembicaraan yang dilakukan kedua tokoh ini.

[caption id="attachment_314034" align="aligncenter" width="640" caption="adakah keakraban ini menyiratkan sebuah makna? (sumber: http://prosrc.corbisimages.com/stock-photo/rights-managed/42-59098603/indonesian-presidential-candidate-joko-widodo-meets-sultan?popup=1)"]

14044621201681821622
14044621201681821622
[/caption]

Apa makna dari pembedaan penerimaan Kraton atas kedua capres ini? Apakah pihak Kraton secara tersirat menunjukkan sikapnya? Layaknya orang Jawa yang selalu berputar-putar untuk menyampikan sebuah gagasan, jangan-jangan Sultan telah menunjukkan kepada publik mengenai posisinya. Tidak jelas dan samar, namun bisa dibaca. Memang pihak Kraton telah mengklarifikasi bahwa tidak ada maksud apapun berkaitan dengan penerimaan kedua capres ini. Namun, pihak Kraton tentu tidak gegabah dengan aneka simbol yang ada dalam khasanah budaya Jawa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun