Mohon tunggu...
yswitopr
yswitopr Mohon Tunggu... lainnya -

....yang gelisah karena sapaan Sang Cinta dan sedang dalam perjalanan mencari Sang Cinta

Selanjutnya

Tutup

Politik

Latihan Perang sama dengah Ibadah?

25 Februari 2011   03:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:17 723
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12986029371861753052

[caption id="attachment_91897" align="aligncenter" width="630" caption="jika ada cinta kasih"][/caption]

Ketika masih kecil slogan yang sering saya dengar di sekolah adalah "kebersihan sebagian dari iman". Slogan ini cukup ampuh bagi anak-anak sekolah dasar. Dengan slogan ini, anak-anak dengan suka rela bergiliran mengadakan piket kelas. Setiap hari selalu ada anak yang bertugas untuk menjaga kebersihan kelas selama sehari. Mereka akan datang lebih dahulu sebelum anak yang lain datang. Tugas mereka adalah menyapu kelas sehingga nyaman untuk digunakan sebagai tempat belajar mengajar. Selain menyapu, anak-anak yang mendapat jatah tugas piket juga bertanggung jawab akan kebersihan papan tulis. Hari Kamis, 24 Februaru 2011, lalu muncul slogan baru yang membuat saya mengernyitkan dahi. Slogan ini muncul dalam persidangan Ba'asyir dalam sidang kasus terorisme. Slogan itu adalah  "Latihan perang adalah ibadah." Hah? Kok bisa? Dalam sidang pembacaan eksepsi atau bantahan tersebut, Ba'asyir menolak dakwaan yang telah disampaikan jaksa. Dakwaan yang disampaikan jaksa akan berujung pada ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup bagi Ba'asyir. Dengan ilmu agama yang dimilikinya, Ba'asyir berpendapat bahwa latihan teroris di Aceh adalah ibadah. Ia menolak bahwa latihan militer di hutan Aceh itu terkait aksi terorisme. "Latihan itu adalah ibadah," tegas Ba'asyir di depan majelis hakim yang diketuai Herry Swantoro. Istilah yang digunakan Ba'asyir adalah i'dad. Menurutnya, i'dad berfungsi untuk mengetarkan musuh Allah. "Kafir itu adalah Amerika dan kroninya," tutur Ba'asyir yang segera diikuti denan pekik takbir dari para pendukungnya. Mengapa? Ba'asyir khawatir jika umat Islam yang mendominasi di Indonesia ini akan hancur oleh musuh. Sungguh mulia pemikiran Ba'asyir. Tujuan yang hendak dicapai oleh Ba'asyir demikian luhur: menjaga bangsa Indonesia [baca: Islam] dari serangan musuh. Apakah harus demikian caranya? Nah, pertanyaan inilah yang mustinya dilihat dalam kerangka yang lebih luas. Sebuah tujuan yang mulia, harus diikuti dengan motivasi dan cara yang mulia juga. Ketika tujuan baik, motivasi baik, tetapi cara yang digunakan tidak baik, maka ini pun termasuk kategori tidak baik. Apakah latihan perang tidak baik? Tentu penilaian baik atau tidaknya harus diletakkan dalam konteksnya. Pada zaman dahulu, perang selalu diidentikkan dengan perebutan kedaulatan, entah itu untuk mempertahankan kedaulatan atau pun untuk memperluas daerah kedaulatan. Kini, motivasi apa yang mendasari perang? Jika Amerika dan kroninya dianggap musuh, apakah Amerika menyerang sehingga perlu mempertahankan diri? Jika YA, apakah serangan Amerika dalam bentuk serangan senjata atau dalam bentuk lain? Jika mereka "menyerang" tidak dengan senjata, mengapa harus dilawan dengan senjata? Amerika identik dengan barat. Efek globalisasi yang transnasional tak bisa dikendalikan oleh negara. Tidak mengherankan jika produk-produk Barat [baca: Eropa] membanjir di Indonesia. Kalau ingin melawannya, mengapa tidak menghentikan produk-produk tersebut. banyak contoh bisa disebut: apakah internet itu budaya Arab? Jika ternyata internet itu budaya Barat, mengapa tetap memanfaatkannya? Apakah kendaraan bermotor itu hasil budaya Arab? Kalau tidak, mengapa makin hari makin bertambah banyak saja kendaraan bermotor di jalan raya? Atau masih ada banyak aneka minuman dan makanan produk barat yang laku keras di Indonesia. Kalau memang Amerika dan kroninya menyerang dengan senjata, apakah masyarakat Indonesia juga diserang dengan senjata sehingga harus membalas dengan senjata? Terasa ironis sebab kita sering kali tidak konsisten dengan apa yang dikatakan. Pernah terjadi sebuah peristiwa unik. Peristiwa tersebut terjadi pada saat terjadi demo anti Amerika. Setelah berdemo dan merasa lelah, para pendemo itu ada yang menyerbu pedagang asongan yang berjualan minuman berlisensi Barat. Tangan kanan mengepal, meninju ke udara, sambil meneriakkan slogan-slogan anti Amerika. Tapi, tangan kiri memegang botol minuman produk kroni amerika. Terus terang, saya sangat kesulitan untuk menempatkan slogan latihan perang adalah ibadah dalam konteks kekinian. Haruskah latihan perang itu ditempatkan dalam arti sesungguhnya? Atau latihan perang itu harus ditempatkan dalam pengertian memerangi diri supaya kuat menghadapi godaan zaman? salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun