[caption id="attachment_93803" align="aligncenter" width="640" caption="gua berhiaskan stalagtit dan stalagmit"][/caption]
Suara air yang jatuh dari ketinggian dan jatuh di penampungan memecah kesunyian. Bunyi air yang beradu dengan batu karang dan air di penampungan menimbulkan aura kesunyian dan membentuk sinfoni indah. Suasana damai dan meditatif tercipta. Ada beberapa gentong berukuran kecil dan sedang penuh dengar air yang sangat bening. Banyak orang berkerumum di sekitarnya untuk menikmati kesegarannya. Ada yang menggunakan untuk membasuh tangan dan wajah yang berkeringat setelah berjalan kaki cukup jauh. Ada yang memasukkan air itu ke dalam botol untuk dibawa pulang. Sementara di ujung sana, banyak orang duduk bersimpuh sembari memanjatkan doa dan puji-pujian kepada Sang Pencipta melalui perantaraan Sang Bunda. Inilah sedikit gambaran tentang Gua Maria Tritis. Gua Maria Tritis adalah sebuah oase batin di tengah, menurut banyak orang, ketandusan di perbukitan selatan kabupaten Gunung Kidul. Gua Maria Tritis mulai dikenal umat Katolik sekitar tahun 1974. Mulanya, gua ini ditemukan oleh seorang siswa SD Sanjaya Giring. Penemuan ini dilaporkan kepada Romo Al. Hardjosudarmo SJ. [caption id="attachment_92575" align="alignleft" width="300" caption="patung Sang Bunda"]
Gua yang tadinya angker kini berubah menjadi tempat favorit para peziarah. Keindahan gua yang berhiaskan stalagtit dan stalagmit berukuran besar dapat menjadi sarana untuk merenungkan betapa kecil dan lemahnya manusia di hadapan Sang Pencipta. Ada juga lorong-lorong kecil yang terdapat di beberapa tempat dalam gua ini. Sebuah patung Maria berukuran besar dengan gambaran Maria khusyuk berdoa ditempatkan di tengah gua. Nuansa alami dan sederhana gua ini juga tampak pada altar perjamuan kudus, yang terletak di samping patung Maria. Altar ini terbuat dari batu alam yang diambil dari lokasi gua. Tempat duduk pun sangat sederhana, beralaskan hamparan karpet yang mulai usang. Kesederhanaan ini sama sekali tidak mengurangi kekhusukan umat yang sedang berdoa. Pada tahun 1978, dibangun sebuah jalan salib sederhana dengan diorama kisah sengsara Yesus. Secara khusus pada perhentian ke-12, yakni saat Yesus disalibkan, dibangun tiga buah salib yang menggambarkan Yesus disalib bersama 2 penjahat. Pembangunan terus berjalan. Kini, lokasi jalan salib semakin menantang para peziarah. Dari tempat parkir, para peziarah diajak untuk menyusuri bukit karang. Sebagian berbeton cor, sebagian lagi melewati jalan bebatuan. Tantangan ini untuk semakin mendekatkan para peziarah akan makna penderitaan. Jika tidak ingin melakukan jalan salib, terdapat jalur pendek menuju gua. jalur pendek menuju juga ini juga sekaligus menjadi jalan keluar dari gua menuju parkiran.
[caption id="attachment_92577" align="aligncenter" width="630" caption="perhentian 12"]
Tidak bisa dipungkiri bahwa cuaca di Gunung Kidul, pada saat-saat, tertentu demikian panas. Pohon-pohon jati dan tanaman keras lain meranggas. Suasana gerah dapat menghantui para peziarah yang akan mengunjungi Gua Maria Tritis ini. Tidak perlu kuatir, di tempat parkir kendaraan telah bersiap ibu-ibu yang akan membantu. Mereka ini menjual jasa menyewakan payung. Keberadaan mereka tentu sangat membantu para peziarah. "Ya, lumayanlah Mas. Selain untuk membantu menghidupi keluarga, kami juga ikut berziarah di tempat ini menurut cara kami sendiri," tutur Bu Kamti, salah seorang penyewa payung. Sepanjang perjalanan menuju Gua, ia banyak menceritakan situasi dan kondisi yang ada. [caption id="attachment_92578" align="aligncenter" width="525" caption="penyewa payung"]
"Keberadaan Gua Maria ini sangat membantu ekonomi masyarakat di sekitar sini. Kami bisa berjualan. Hasilnya lumayan untuk menyambung hidup, Mas." Mata Bu Kamti menerawang jauh. Menatap masa depan yang enatah seperti apa warnanya. "Meski sebagian dari kami tidak katolik, tapi kami tidak masalah berdagang di tempat ini. Kami tidak risih juga ketika harus mengantar orang-orang ke Gua, menunggu mereka. Bagi kami, inipun bagian dari ibadah menurut cara kami, Mas" lanjutnya. Selain ibu Kamti yang menjual jasa penyewaan payung, ada banyak masyakarakat yang ikut mengadu nasib denga berjualan hasil pertanian setempat: pisang, kelapa muda, dll. Ada beberapa warung yang juga menyediakan kebutuhan benda-benda rohani bagi para peziarah. [caption id="attachment_92584" align="alignright" width="300" caption="hiasan gua"]
[caption id="attachment_92579" align="aligncenter" width="420" caption="tantangan jalan salib"]
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI