Mohon tunggu...
yswitopr
yswitopr Mohon Tunggu... lainnya -

....yang gelisah karena sapaan Sang Cinta dan sedang dalam perjalanan mencari Sang Cinta

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Caleg Idol?

24 Februari 2014   17:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:31 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Apa jadinya ketika seniman-seniman berbicara dang mengungkapkan gagasannya tentang peta politik di Indonesia, khusunya menyongsong pemilu 2014? Para seniman dengan berbagai latar belakang seni itu mengungkapkan kegelisahan dan kegalauan peta politik di Indonesia dengan cara mereka masing-masing. Omah Petruk di dusun Boyong, Pakem, Sleman menjadi saksi kegelisahan para seniman.

Berbagai karya seni dihasilkan oleh para seniman. Ada karya lukisan, patung, dan seni instalasi. Karya-karya itu dihasilkan selama dua hari, Jumat dan Sabtu, 21-22 Februari 2014. Yang menarik bagi saya sadalah ulah para seniman dalam pementasan tonil nusantara. Tonil yang diberi judul “Sinau Dadi Ratu” tersebut sungguh menginspirasi dan membuka mata.

Lazim didengungkan pencerdasan kepada masyarakat supaya melek politik. Lazim diserukan supaya masyarakat semakin cerdas dalam memilih. Berbagai gerakan pencerdasan dilakukan ditingkat masyarakat. Tapi, pernahkah kita mendengar pencerdasan kepada para caleg? Dengan guyonan-guyonan ala seniman, topik tersebut dihadirkan dengan segar, apa adanya, namun mengena dan membuat para penonton berpikir sejenak.

Peristiwa-peristiwa politik yang terjadi di Indonesia pun coba dihadirkan di atas panggung. Melalui tokoh-tokoh yang diparodikan, para caleg digambarkan sebagai sosok-sosok yang berebut kursi. Mereka tampil layaknya para idol yang bersaing mendapatkan simpati dari masyarakat. Para idol ini bersaing untuk duduk di atas kursi. Kritikan-kritikan pedas disampaikan dengan santun namun mengena. Semuanya itu dikemas dalam dagelan-dagelan cerdas ala seniman Jogja.

Para caleg idol ini lupa bahwa untuk menjadi seorang pemimpin, diperlukan sebuah proses pembelajaran. Menjadi caleg tidak pernah menjadi seseuatu yang turun dari langit. Perlu belajar menjadi ratu. Oleh karenanya dibutuhkan sebuah proses yang panjang. Para caleg perlu nyantrik. Siapa yang menjadi gurunya?

Jawaban atas pertanyaan ini terungkap dibagian awal dan akhir pementasan. Guru para caleg idol itu adalah rakyat Indonesia. Penegasan ini sudah tampak dibagian awal yang dibuka dengan nyanyian Indonesia Raya. Sebuah ajakan dan kesadaran, perjuangan akhirnya mengarah kepada bangsa Indonesia. Bukan kepentingan pribadi atau partai, namun demi merah putih. Hanya dengan kesadaran ini, para caleg akan mengerti bahwa kursi yang akan diduduki itu adalah milik rakyat. Gambaran ini menjadi penutup pementasan. Kursi yang ada ditengah panggung diambil oleh salah satu crew di dibawa turun. Kursi yang akan diduduki para caleg bukanlah milik pribadi atau partai. Kursi itu milik rakyat Indonesia.

Sebagai guru, masyarakatlah yang akan menguji para caleg tersebut. Apakah masyarakat akan menjadi guru yang cerdas atau menjadi guru yang justru didikte oleh muridnya? Semoga suara para seniman tidak hanya sebatas pementasan tetapi sungguh menginspirasi masyarakat. Semoga tidak hanya menjadi asap rokok yang dihebuskan dan lalu menghilang entah kemana. Tetapi semoga suara para seniman itu berdaya efek, setidaknya membuat batuk orang-orang yang ada disekitarnya.

Siapkah Anda memilih idola baru dari sekian banyak caleg yang telah mempromosikan dirinya melalui berbagai media?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun