huta bolon simanindo yang tampak dikelilingi pohon bambu yang menjulang tinggi
Tidak pernah terbayangkan saya bisa menginjakkan kaki di Pulau Samosir. Dan ketika itu terjadi, betapa luar biasa rasanya. Saya bisa menikmati pemandangan alam dan pesona pulau Samosir dan Danau Tobanya. Jalan-jalan yang berkelok-kelok, menururi lembah, dan menyusuri tebing-tebing hingga sampai ke puncak bukit menjadi sebuah daya tarik tersendiri. Sungguh eksotik.
Ketika sampai di Samosir, terasa belum lengkap ketika belum mengunjungi salah satu perkampungan adatnya. Dalam kunjungan kali ini, saya memiliki kesempatan mengunjungi Huta Bolon Simanindo. Huta adalah sebutan untuk kampung. Huta dihuni oleh keluarga-keluarga yang berasal dari satu marga. Hingga sekarang, masih ditemukan banyak perkampungan kuno di pulau Samosir. Ada yang masih digunakan, ada juga yang sudah ditinggalkan karena para penghuninya merantau.
Huta Bolon Simanindo merupakan peninggalan dari raja Sidahuruk. Mulai tahun 1969, Huta Bolon Simanindo telah dijadikan sebagai museum. Museum ini dibuka untuk umum mulai pukul 09.00 sampai pukul 17.00. Ada banyak peninggalan budaya Batak yang bisa kita temukan di sana. Dari peninggalan-peninggalan yang ada kita bisa belajar mengenai peradaban Batak.
Salah satu ciri khas perkampungan kuno adalah adanya tembok yang mengelilingi huta. Temboknya bisa berupa tumpukan tanah bercampur batu atau dari susunan batu. Dari luar tidak begitu tampak, tetapi begitu kita kita masuk ke kompleks huta, barulah akan terasa keberadaan tembok-tembok ini. Umumnya, di tembok atau sekitarnya tumbuh pohon-pohon bambu yang menjulang tinggi.
Jika kita masuk ke kompleks Huta Bolon Simanindo, kita akan menjumpai ada deret tugu atau makam di sisi kanan. Ada tiga sistem penguburan yang dikenal oleh masyarakat Toba, yaitu penguburan primer, sekunder, dan primer-sekunder. Penguburan primer adalah penguburan langsung ke dalam tanah baik enggunakan peti atau pun tidak. Penguburan sekunder yaitu dilaksanakan pengubruan primer dan kemudian tulang-tulangnya diangkat dan dipindahkan ke peti. Pengubruan primer-sekunder merupakan penggabungan dari keduanya.
Di sisi kiri, terdapat sebuah perahu. Perahu ini disebut solu bolon, yaitu alat transportasi khas Batak. Konon, solu bolon yang ada di huta Simanondo ini merupakan milik salah satu petinggi di salah satu perkampungan. Ukurannya yang besar dan ukirannya yang terlihat megah menjadi salah satu daya tarik dari solu bolon ini.
Kalau kita masuk ke dalam huta, kita harus melewati pintu masuk yang tebal seperti lorong. Hal ini disebabkan oleh konstruksi bebatuan yang dipasang untuk memberi kesan kuat dan rapi.
[caption id="attachment_361778" align="aligncenter" width="630" caption="rumah tinggal di kompleks huta bolon simanindo peninggalan raja sidahuruk"]
Begitu masuk ke dalam, terlihatlah ciri khas rumah adat Batak. Ada beberapa rumah saling berhadapan. Baris pertama adalah rumah tinggal. Sedangkan baris depannya berukuran lebih kecil. Barisan rumah ini disebut sopo. Sopo ini digunakan untuk menyimpan alat-alat pertanian dan hasil pertanian.
Rumah adat Batak berbentuk panggung. Bagian atapnya cenderung melengkung. Jika dilihat dan diamati bagian belakang cenderung lebih tinggi dan masing-masing ujungnya lancip. Ada banyak ornamen di rumah adat. Ornamen-ornamen tersebut merupakan pahatan di atas kayu. Hanya ada 3 jenis warna yang digunakan yaitu merah, hitam, dan putih. Merah melambangkan wawasan yang luas dan akan melahirkan kebijaksanaan. Putih melambangkan kejujuran yang akan melahirkan kesucian. Sementara hitam melambangkan kewibawaan yang akan melahirkan kepemimpinan.
Di salah satu rumah, tertambat seekor kerbau. Ternyata kerbau memiliki makna penting bagi orang Batak. Kerbau berkaitan erat dengan kekuatan magis yang dapat menolak kejahatan dan juga melambangkan kesuburan. Rangkaian upacara kematian juga menggunakan kerbau sebagai binatang kurban. Penggunaan kerbau ini sangat berkaitan dengan status sosial. Biasanya tanduk kerbau atau kepalanya dipakai hiasan yang dipasang di depan, samping kanan dan kiri atau dipasang di sopo. Dari hiasan ini akan terlihat bahwa pemiliknya telah melaksanakan pesta besar atau mangalahat horbo.
Selain itu, di huta Simanindo juga terdapat sebuah lesung yang terbuat dari kayu. Lesung bagi masyarakat Toba memiliki makna besar. Selain alat untuk menumbuk padi, lesung juga menjadi sarana kekerabatan dalam sebuah kampung. Dalam sebuah huta, raja atau pemimpinlah yang memiliki lesung. Lesung ini dimanfaatkan bersama. Pun pula dengan kepemilikan tanah dan pengelolaannya. Nilai dan semangat gotong royong menjadi hal yang demikian prinsip bagi masyarakat Batak.
Menelusuri setiap detail Huta Bolon Simanindo aura kebudayaan terasa demikian kuat. Warisan kebudayaan Batak demikian terpancar kuat. Siapa yang akan menggulirkan warisan budaya itu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H