[caption id="attachment_185059" align="aligncenter" width="648" caption="(dok.pri)"][/caption]
Takterasa, tantangan grup Kampret telah memasuki minggu ke 10. Tantangan minggu ini yang diberikan oleh grup Kampret mengambil tema fineart. Tema yang bagiku sulit. Tidak mudah bagiku untuk mengerti apa makna sesungguhnya dari kata itu. Dalam perjalanan hari, aku merasa bahwa fineart adalah bagaimana menangkap dan mengekspresikan sebuah keindahan dan menuangkannya melalui seni fotografi.
Apakah demikian? Ketika berpikir seperti itu, aku menjadi ragu. Ragu karena akhirnya semua hasil foto dapat masuk dalam genre fineart. Dalam dunia fotography, ada sebuah istilah yang sangat terkenal “sebuah foto bermakna seribu kata”. Kiranya kata inilah yang benar-benar bisa menjembatani sebuah karya fineart. Dalam konteks ini, kemampuan imajinasi sang tukang foto akan sangat berperanan besar. Obyek foto dapat berupa apa dan siapa saja. Kemampuan dan imaginasi seorang tukang foto dibutuhkan untuk menangkap obyek sehingga foto yang dihasilkan membangkitkan emosi para penikmat.
Betapa tidak mudah mengerti. Karena tidak mudah itulah sering muncul pembenaran dalam diriku ini. Bagiku, genre fineart tidak memiliki aturan yang baku. Seorang tukang foto memiliki kebebasan total untuk mengeksplorasi obyek. Dengan demikian, setiap foto yang dihasilkan adalah buah ekspresi pribadi dari seorang tukang foto. Selanjutnya adalah rasa perasaan dalam menikmati sebuah hasil karya fineart. Yang membuatku berani adalah sisi ini. Rasa perasaan sangatlah subyektif sehingga tidak bisa dinilai dengan benar atau salah.
[caption id="attachment_185061" align="aligncenter" width="432" caption="(dok.pri)"]
Idealitas seorang tukang foto mutlak perlu. Ketika terpikir soal idealitas ini, aku teringat dengan seorang Romo Mangun. Ketika dimintai pendapat soal salah satu karyanya yang akan direnovasi, dengan tegas Romo Mangun mengatakan, “Jangan sebut lagi bangunan itu sebagai karyaku!” Dalam konteks fotography, kata-kata Romo Mangun tidak sama dengan, “Ini karyaku. Terserah kamu mau ngomong apa”. Di balik kata-kata Romo Mangun tersembunyi sebuah pemaknaan yang mendalam, yaitu sebuah idealitas yang hendak diperjuangkan sekaligus dibagikan kepada orang lain. Konretnya, atas sebuah obyek yang sama seorang tukang foto bisa menghasilkan karya berbeda seturut idealitas yang mendasarinya. Idealitas itu berkaitan dengan visi dan konsep.
Melalui visi dan konsep yang ada dalam diri seorang tukang foto, sebuah hasil karya foto dimulai. Ketika memikirkan ini, betapa aku merasa ditembak sendiri oleh pikiranku. Jurus aspret (asal jepret) harus perlahan ditinggalkan untuk menghasilkan sebuah foto yang berbicara. Wah, betapa tidak mudah. Dan ketika aku melihat kumpulan foto-fotoku, betapa aku malu untuk membuat tulisan ini. aku sadar bahwa foto-foto yang aku tampilkan sangatlah jauh jika dimasukkan dalam genre fineart. Meski demikian, keinginan untuk terus belajar lebih kuat sehingga aku berani menampilkan tulisan dan beberapa foto.
Aku tidak pernah berhenti belajar demi sebuah hasil, sebab bagiku fotography berorientasi pada kebahagian. Meminjam istilah lain: “bikin hidup lebih hidup”. Semoga ada yang bisa dinikmati..
[caption id="attachment_185062" align="aligncenter" width="432" caption="(dok.pri)"]
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H