Mohon tunggu...
yswitopr
yswitopr Mohon Tunggu... lainnya -

....yang gelisah karena sapaan Sang Cinta dan sedang dalam perjalanan mencari Sang Cinta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bermain di Surga

18 Mei 2012   15:57 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:07 570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_177837" align="aligncenter" width="630" caption="seorang pemain seruling mengiringi sang penyairnya (dok.pri)"][/caption]

Bunyi seruling terdengar sayup. Kadang melengking seolah terbang hendak meraih batas langit. Kadang terdengar lirih menyatu bersama tatapan mata yang tak berkedip menikmati. Di panggung kecil tersorot lampu-lampu temaram, puluhan penyair bergantian membawakan karya mereka atau membacakan karya orang lain dengan ekspresi. Di depan patung Petrus Kanisius karya Ismanto, pematung dari lereng Gunung Merapi, para seniman bermain-main dengan kata.

Seni tak mengenal perbedaan agama. Seni menjadi sebuah daya yang mempersatukan manusia. Surga tak mengenal aku beragama apa dan kamu beragama apa. Demikian salah satu pesan Sutanto, seniman Mendut, ketika memberikan catatan ringan atas pertunjukan bertajuk “Malam Sastra Surgawi”. Nuansa itu memang sangat kental terasa. Maklum saja, pementasan itu terjadi di taman St Petrus Kanisius Mertoyudan. Taman ini merupakan salah satu bagian dari tempat pendidikan dasar bagi para calon imam, salah satu pemimpin dalam Gereja Katolik.

[caption id="attachment_177838" align="aligncenter" width="432" caption="Atika, sang penyair muda (dok.pri)"]

1337356202949051034
1337356202949051034
[/caption]

Surga akhirnya mempertemukan manusia apa adanya seperti ketika ia terlahir di dunia. Gambaran surga itu dilukiskan demikian indah oleh seorang penyair muda. Atika namanya.

“Kini kupikir dan terpikir di sini indah adanya

Jilbabku diterima dengan ikhlas

Pemilik rahim ini dijadikan tamu tanpa ragu

Di malam kenaikanMu aku tersanjung

Kumohon jadikan malam ini pelengkap pelangi hidupku

Untuk meniti bidadari turun ke bumi, bersama berkah illahi rabbi”

Atika, gadis berjilbab itu memukau para penonton. Baris-baris permainan katanya menjadi sebuah refleksi yang demikian dalam. Pengalaman perjumpaan dan pergaulannya dengan para seminaris membuka matanya akan surga. Tanpa kehilangan identitas dirinya, korban banjir lahar Gunung Merapi yang optimistis sebentar lagi lulus SMP itu, dengan suara lantang dan lafal mantap mengisahkan pergulatannya bergaul dengan dunia yang sama sekali asing baginya.

Kamis, 17 Mei 2012, halaman Seminari Menengah Mertoyudan menjadi gambaran surga, tempat manusia berkumpul dan menyembah Sang Khalik. Lewat permainan kata dan ekspresi, masing-masing seniman menampilkan jati dirinya tanpa kehilangan identitasnya. Mereka hadir dan tampil sebagai seorang manusia yang seniman. Bahkan seorang Gus Kholil, staf ahli salah satu fraksi DPR RI di Jakarta, tampil membacakan sebuah puisi karya Kiai Siradj Payaman pada 1351 Hijriah atau 1950 Masehi berjudul "Erang-Erang Sekar Panjang". Sebuah puisi berbahasa Jawa yang syarat makna dan nilai.

[caption id="attachment_177839" align="aligncenter" width="432" caption="Gus Kholil (dok.pri)"]

1337356298354213529
1337356298354213529
[/caption]

Dengan mengenakan peci hitam, berbaju putih motif garis-garis dan bercelana panjang warna hitam, Gus Kholil duduk di atas dingklik. Dalam temaram cahaya lampu panggung, ia membuka sajak sembilan baris dari tampilan data blackberry-nya.

“Ngilingana sira iku nek wis lunga nunggang krenda ora bakal sira iku bisa balik maring ndunya.” Demikian bunyi kalimat terakhir yang dibacakannya. Kalimat penutup yang mengingatkan kepada setiap insan bahwa ketika suatu ketika nanti berpulang dengan diantar keranda mayat, tak ada lagi kesempatan untuk kembali ke dunia. Kalimat ini menutup serangkaian pitutur yang mengajak manusia untuk berlomba-lomba berbuat kebajikan. Sang pemilik puisi itu mengajak manusia untuk berserah kepada sang empunya hidup, bukan dengan berlomba menjadi dan mengambdi nafsu keduniawian, tetapi dengan taat kepadaNya.

Surga bukan hanya sesuatu yang ada di depan sana. Surga telah ada dalam kehidupan nyata, kini dan di sini, dalam pergulatan setiap hidup manusia.Inilah yang saya tangkap dari pengantar yang disampaikan oleh Rosa Herliany, seorang penyair wanita yang hingga saat ini telah menerbitkan sekitar 20 buku puisi dan esai itu.Surga hadir sejauh manusia bisa mengangkapnya. Puisi atau akrya sastra apa pun dapat menjadi alat untuk menangkap dan menghadirkan surga. Pembacaan puisi di halaman Seminari Mertoyudan itu menyadarkan akan hadirnya mandat surgawi atau panggilan tugas dari alam semesta kepada manusia. "Ada banyak hal di sekitar kita baik peristiwa kecil, yang tampak biasa saja atau juga peristiwa besar, yang perlu dituliskan dalam bentuk puisi atau secara umum sastra," kata Rosa yang juga Direktur Rumah Buku Dunia Tera Borobudur itu.

[caption id="attachment_177841" align="aligncenter" width="432" caption="duet penyair Sutanto dan Rosa (dok.pri)"]

13373565201263746404
13373565201263746404
[/caption]

Pentas Malam Sastra Surgawi membuka mata bahwa seni dapat mempersatukan dan membawa insan merasakan getar-getar surgawi. Berbagai komunitas seni dengan aneka latar belakang pendidikan dan budaya hadir berbaur menjadi satu. Sebuah angan terlintas berkelebat bersama desisan angin malam: alangkah indahnya ketika malam ini menjadi nyata dalam kisah perjalanan bangsaku ini. Setiap orang hadir, duduk, menikmati keindahan hidup tanpa berpikir dan bertanya: agamamu apa? Alangkah damainya hidup ini jika lamunan itu menjadi nyata.

[caption id="attachment_177840" align="aligncenter" width="432" caption="surga laksana paduan warna-warni penuh harmoni (dok.pri)"]

1337356420426614043
1337356420426614043
[/caption] [caption id="attachment_177842" align="aligncenter" width="432" caption="(dok.pri)"]
1337356642616825979
1337356642616825979
[/caption] [caption id="attachment_177844" align="aligncenter" width="432" caption="(dok.pri)"]
1337357497214078787
1337357497214078787
[/caption] [caption id="attachment_177845" align="aligncenter" width="339" caption="(dok.pri)"]
1337357808325739913
1337357808325739913
[/caption]

TANTANGAN BERIKUTNYA!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun