[caption id="attachment_84821" align="aligncenter" width="504" caption="di balik endapan pasir masih ada pengharapan"][/caption]
“Kapan Merapi akan mereda?” demikian ungkap seorang warga yang menjadi korban keganasan Merapi. Warga yang lain turut mengiyakan pertanyaan temannya itu. Merapi seolah tak mau berhenti. Setelah terjadi erupsi Merapi tahun lalu, disusul dengan banjir lahar dingin. Penderitaan masyarakat makin hari makin bertambah.
Dari berbagai prediksi, mulai dari prediksi yang berbau mistis hingga prediksi rasional, bencana Merapi masih akan berlangsung agak lama. Setidaknya, akibat bencana Merapi masih akan berlangsung hingga bulan April mendatang. Prediksi ini bukan tanpa dasar. Menurut Kepala Pusat data Informasi dan BNPB Sutop Puro Nugroho, Merapi menyimpan 140 juta kubik lahar dingin yang sewaktu-waktu dapat mengalir turun. Akitvitas ini akan berlangsung hingga bulan April mengingat prediksi musim hujan yang juga akan berakhir pada bulan April.
[caption id="attachment_84822" align="alignleft" width="300" caption="batu besar yang ikut terbawa arus lahar dingin"]
Banjir lahar dingin akan banyak mengarah ke daerah Magelang. Hal ini bukan merupakan sebuah kebetulan semata. Kawasan Merapi bagian barat merupakan kawasan yang menyimpan banyak material Merapi yang lebih ringan. Pada erupsi tahun lalu, hujan abu yang dikeluarkan oleh Merapi menyebar ke arah Barat. Akibatnya, kawasan Merapi sisi Barat lebih banyak menyimpan material hasil letusan. Karena material vulkanik yang ringan, menjadikan daya dorong atau daya luncur lebih cepat. Hal ini sudah terbukti pada bajir lahar dingin pada Minggu, 9 Januari silam. Kecepatan luncuran lahar dingin demikian cepat sehingga bagian bawah sedikit terlambat bereaksi. Akibatnya korban bertambah banyak dibandingkan banjir lahar dingin pada tanggal 3 Januari 2011. Bukan hanya korban harta benda, tapi korban manusia pun bertambah.
Saat ini, curah hujan di kawasan Merapi masih sangat tinggi. Potensi banjir lahar dingin masih tetap mengancam, terutama di sepanjang daerah aliran sungai Kali Krasak, Kali Putih, Kali Blongkeng, Kali Pabelan, Kali Senowo, dan Kali Apu. Potensi ini tidak bisa dikesampingkan begitu saja. Lamanya erupsi Merapi pada tahun lalu telah menimbulkan penderitaan tersendiri bagi masyarakat. Kini, penderitaan itu akan terus bertambah mengingat semakin luasnya daerah yang terkena bahaya sekunder erupsi Merapi. Masa pemulihan pun akan semakin bertambah panjang.
[caption id="attachment_84823" align="alignright" width="300" caption="atas: jembatan srowol setelah banjir 9 Januari. bawah: jembatan srowol setelah banjir 3 Januari"]
Jika dibandingkan, efek erupsi dan efek banjir lahar dingin Merapi jelas berbeda. Situasi yang diakibatkan bahaya sekunder Merapi terasa lebih dramatis. Tidak sedikit perkampungan yang rata dengan pasir. Rumah-rumah warga banyak yang hilang tersapu lahar dingin atau terendam pasir. Puluhan hektare sawah dan ladang hancur. Padi yang telah menguning tak lagi bisa diharapkan karena tersapu lahar dingin. Banyak akses jalan terputus. Jembatan-jembatan yang menjadi penghubung desa yang satu dengan desa yang lain tak berbekas karena terbawa arus. Hal ini terjadi di daerah Progowati Muntilan. Jembatan Srowol hancur tersapu lahar dingin. Pemerintah berusaha membangun jembatan darurat dengan menyewa jembatan buatan dari AKMIL. Tetapi jembatan buatan itupun kini telah hancur karena disapu banjir 9 Januari silam. Bahkan salah satu rumah yang ada di tepi sungai pun kini tak lagi ada bekasnya. Putusnya akses-akses jalan ini jelas akan memiliki dampak yang lebih luas, terutama sektor perekonomian. Jarak tempuh kendaraan berlipat hingga 2 sampai 3 kali lipat.
Situasi ini jelas berbeda dengan situasi pada saat erupsi tahun lalu. Pada waktu itu, para pengungsi masih bisa menengok rumah, menyelamatkan harta benda termasuk ternak mereka. Kini, apa yang akan diselamatkan? Warga yang berada si sepanjang aliran sungai yang dilalui arus lahar dingin benar-benar terpuruk. Rumah, harta benda, dan lahar pertanian yang menjadi tumpuan harapan hilang tersapu atau terkubur material lahar dingin. Apa lagi yang akan diharapkan dari situasi yang mereka hadapi?
[caption id="attachment_84824" align="aligncenter" width="504" caption="pengerahan alat berat untuk menyingkirkan material pasir dan batu. tumpukan material tampak menggunung si sepanjang jalan magelang di daerah pasar jumoyo, muntilan"]
Menyingkirkan material lahar dingin membutuhkan mobilisasi yang luar biasa, baik itu tenaga maupun biaya. Sangatlah tidak mudah membersihkan endapan material pasir setinggi 1-3 meter. Jika mengikuti prediksi yang menyebutkan potensi bahaya banjir masih akan berlangsung hingga bulan April, usaha yang dilakukan seolah terasa sia-sia. Hari ini dibersihkan, tapi beberapa hari kemudian bisa datang lagi dengan volume yang lebih besar. Ambil contoh yang terjadi di Pasar Jumoyo. Banjir yang terjadi pada tanggal 3 Januari meluas sampai 100 meter. Namun luasnya daerah yang terkena luapan lahar dingin menjadi 300 meter pada banjir 9 Januari. Melihat kemungkinan ini, akankah pembersihan menunggu hingga ancaman banjir lahar dingin itu terhenti?
Jika menunggu, apa yang harus dibuat oleh masyarakat? Haruskah mereka diam menunggu? Dari mana mereka akan hidup? Sejuta pertanyaan terlontar, tetapi hanya diam. Seolah tak ada jawaban yang bisa diberikan dengan pasti. Di satu sisi, aliran dana bantuan tidaklah sederas ketika terjadi erupsi Merapi. Padahal kerugian yang dialami masyarakat tidak kalah jauh dibandingkan ketika masa erupsi. Mungkin kerugian yang diderita lebih besar masa sekarang. Hal ini disebabkan rusaknya sektor perekonomian masyarakat, terutama lahan pertanian yang menjadi tumpuan hidup masyarakat. Ketika sektor ekonomi yang mengalami kelumpuhan, akankah masyarakat diam menunggu uluran tangan sambil menunggu redanya ancaman bajir lahar dingin tanpa bisa berbuat sesuatu?
[caption id="attachment_84825" align="aligncenter" width="504" caption="areal persawahan menjadi lahan pasir di daerah dusun sirahan, muntilan"]
Mengingat kerugian yang demikian besar, bencana Merapi ini diangkat menjadi masalah nasional. Mulai dari masalah pengungsian hingga managemen pemulihan ditangani oleh pemerintah. Mengandalkan usaha masyarakat yang ternyata bergerak lebih cepat tentu tidak mudah karena keluasan jangkauan yang harus ditangani. Mengandalkan pemerintah Kabupaten Magelang? Rasanya persoalan ini terlalu besar untuk dtanggung oleh Pemerintah Kabupaten Magelang. Inilah saat bagi Pemerintah untuk menunjukkan kepedulian dan perhatian kepada masyarakat. Masyarakat tidak membutuhkan janji-janji, melainkan bukti nyata. Inilah saat bagi masyarakat untuk menagih janji yang keluar dengan manis pada waktu pemilu.
salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H