Mohon tunggu...
yswitopr
yswitopr Mohon Tunggu... lainnya -

....yang gelisah karena sapaan Sang Cinta dan sedang dalam perjalanan mencari Sang Cinta

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menelusuri Jejak Peradaban Batak di Batu Kursi

11 September 2014   04:48 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:02 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_323236" align="aligncenter" width="630" caption="pintu gerbang kursi batu "][/caption]

Menginjakkan kaki di tanah Sumatra membawa ingatan saya pada budaya Batak. Teringat budaya Batak, saya membayangkan pulau Samosir dan danau Tobanya. Sebuah impian bisa menginjakkan kaki di sana. Dan ketika impian itu menjadi kenyataan, betapa membahagiakannya. Mimpi itu menjadi nyata ketika saya sampai di kota Parapat. Inilah salah satu pintu masuk menuju ke pulau Samosir yang memiliki luas 2069,05 km2. Di Parapat ini, hawa dingin cukup menusuk tulang. Danau Toba seluas 624,80 km2 terlihat indah. Keduanya terbentuk karena letusan Gunung Toba ribuan tahun silam.

[caption id="attachment_323237" align="aligncenter" width="630" caption="speed boat tampak melintas membelah danau toba"]

1410358573639411688
1410358573639411688
[/caption]

Saya datang terlambat sampai ke kota Parapat. Kapal ferry yang akan membawa sampai ke Ambarita telah berangkat pukul 11.30. Kapal berikutnya berangkat pukul 14.30. Untuk menghabiskan waktu, saya berkeliling melihat-lihat situasi pelabuhan kecil ini. Dari pelabuhan ini, kita bisa sampai ke pulau Samosir melalui Ambarita, Tomok, Tuk Tuk, atau Onan Runggu.

[caption id="attachment_323238" align="aligncenter" width="540" caption="pemandangan salah satu sudut pelabuhan di kota parapat"]

1410358668390168302
1410358668390168302
[/caption]

Melihat pelabuhan kecil yang strategis ini menimbulkan rasa miris. Tampaknya kesadaran masyarakat belumlah memadai mengingat pentingnya kota ini untuk mengakses pulau Samosir. Kota terlihat kumuh dengan bau amis yang cukup menyengat. Sampah banyak bertebaran menandakan kesadaran masyarakat untuk membuang sampah masih kurang. Akses jalan pun terlihat banyak berlubang dan air tampak menggenang. Alangkah indahnya ketika kota ini tertata. Tentu akan menjadi daya tarik tersendiri.

Setelah menunggu sekian lama, akhirnya kapal ferry pun berangkat membawa penumpang menuju Ambarita. Saya melanjutkan perjalanan menuju ke kompleks Batu Parsidangan, salah satu situs yang ada di pulau Samosir.

[caption id="attachment_323241" align="aligncenter" width="630" caption="batu persidangan, pohon kebenaran, dan rumah adat"]

14103592431782175934
14103592431782175934
[/caption]

Setelah menempuh perjalanan sekitar 1 km dari Ambarita, kecamatan Simanindo, sampailah saya ke Huta Silangan. Di sinilah terletak Batu Kursi atau Batu Parsidangan Siallagan dan Batu Parhapuran atau batu pemancungan. Lokasinya tidak berada di tepi jalan utama, namun sedikit masuk. Ada papan petunjuknya. Sesampai di areal parkir yang cukup kecil, saya disambut oleh tembok batu setinggi kurang lebih 1,5 meter. Di salah satu bagiannya terdapat gerbang masuk. Sebuah ukiran kayu bertuliskan Huta Siallagan terlihat gagah di atas tembok batu. Tulisan berwarna putih dengan latar belakang hitam dan ornamen ukiran berwarna putih dan merah terlihat cantik.

Setelah masuk melalui pintu gapura masuk itu, saya disambut dengan halaman tanah yang luas. Rumah adat Batak terlihat berderet. Di tengah halaman terdapat sebuah pohon besar yang menghijau. Inilah yang disebut pohon kebenaran. Di bawah pohon inilah terdapat tatanan kursi dari batu yang melingkar. Di tempat inilah, Raja Siallagan mengadili para penjahat. Keputusan pengadilan yang diambil raja disumpahkan ke pohon kebenaran yang menaungi kursi parsidangan. Konon, berbagai tanda akan diberikan oleh pohon ini. Bisa berupa dahan yang patah, daun yang berguguran, atau ada bagian dahan yang mati.Inilah tanda-tanda alam yang kadang susah dimengerti dengan nalar manusia.

[caption id="attachment_323242" align="aligncenter" width="368" caption="sigale-gale di depan rumah adat batak"]

1410359407146748876
1410359407146748876
[/caption]

Tepat di sebelah Batu Parsidangan ini, terdapat sebuah rumah Batak. Bagian bawah rumah ini sedikit berbeda dari bentuk rumah adat lainnya. Terdapat ruang cukup luas yang dikelilingi balok-balok kayu. Bagian bawah rumah ini menjadi tempat pemasungan. Sementara di sisi kanan, ada tangga naik. Terdapat sebuah rumah adat Batak lainnya. Di tempat ini, kita bisa menjumpai sebuah replika Sigale Gale. Aslinya, Sigale Gale adalah sebuah patung seorang manusia yang terbuat dari kayu. Merupakan peninggalan Raja Manggale. Patung Sigale Gale bisa digerakkan untuk menari. Kisah Sigale Gale terlalu panjang jika diceritakan di sini. Semoga di lain kesempatan saya bisa menuliskannya.

[caption id="attachment_323246" align="aligncenter" width="360" caption="batu parsidangan"]

14103599701661048786
14103599701661048786
[/caption]

Berjalan lurus kita akan melewati lorong kecil seperti pintu masuk. Di sini kita akan dibawa pada sebuah situs lainnya, yaitu Batu Parhapuran atau batu tempat pemancungan. Di tengah lokasi terdapat sebuah batu menyerupai meja dengan 4 kaki penyangga. Kini, di atas meja ini diletakkan beberapa benda seperti tongkat, pisau besar, dan kain. Diduga, itulah peralatan yang digunakan untuk melakukan prosesi pemancungan atau pemenggalan. Di sekeliling meja batu terdapat beberapa kursi batu. Di bagian luarnya, terdapat kursi panjang dari kayu dengan atap seng. Rupanya, situs ini dahulu digunakan untuk memenggal kepala. Sayangnya, saya tidak mendapatkan informasi memadai mengenai keberadaan kursi-kursi panjang ini. Apakah kursi-kursi panjang  yang menyrepui kursi stadion ini sudah ada sejak lama atau ditambahkan kemudian untuk kepentingan pariwisata saja.

Di samping situs ini, terdapat rumah panjang. Rumah panjang ini menjadi tempat beberapa penjual menjajakan aneka souvenir bagi para pengunjung. Berbagai souvenir khas budaya Batak tersedia di tempat ini. Bahkan, ada juga yang dibuat di tempat seperti patung atau yang lainnya. Anda yang datang bisa berbelanja di tempat ini. Tentu, harus sungguh berhati-hati supaya tidak salah membeli barang asli tapi palsu.

[caption id="attachment_323247" align="aligncenter" width="630" caption="salah seorang pengrajin mengerjakan karyanya di kursi panjang dekat kursi pemancungan"]

1410360068771734967
1410360068771734967
[/caption]

Setelah puas menikmati keindahan peninggalan yang menggambarkan salah satu peradaban budaya Batak ini, saya pun melanjutkan perjalanan mengelilingi sebagian pulau Samosir sisi Utara hingga sampai ke Pangururan. Sebuah perjalanan yang mengasyikkan. Tapak-tapak peradaban menjadi sebuah warisan yang bernilai tinggi. Tinggal kita, beranikah kita menjaga warisan budaya yang teramat luhur itu dan mewariskannya kepada anak cucu kita?

[caption id="attachment_323248" align="aligncenter" width="540" caption="tempat pemasungan"]

14103604631349360373
14103604631349360373
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun