Press Release
Anggaran Pendidikan Nasional tahun 2013 mengalami kenaikan dari Rp 336,848 triliun menjadi Rp 345,335 triliun pada APBNP 2013 dimana dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2013 disebut, dari total anggaran sebesar Rp 345,335 triliun itu, anggaran pendidikan yang melalui Belanja Pemerintah Pusat tercatat Rp 126,238 triliun, Anggaran Pendidikan melalui Transfer ke Daerah Rp 214,096 triliun, dan Dana Pengembangan Pendidikan Nasional sebesar Rp 5 triliun. Salah satu alokasi anggaran yang ditransfer ke daerah tersebut adalah Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sebesar Rp 23,446 triliun, yang menyedot 6.78% dari anggaran pendidikan nasional.
Pertanyaannya kemudian adalah, apakah Dana BOS yang sangat besar tersebut telah dipergunakan sebagaimana mestinya, dan dikelola secara transparan, akuntabel dan partisipatif sebagaimana amanah dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN. Indikasi terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan anggaran pendidikan telah dilansir oleh banyak media massa maupun OMS yang bergerak di isu anggaran dan pendidikan. Salah satunya FITRA, berdasarkan hasil analisis laporan BPK periode 2008-2010, bahwa Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan menempati peringkat ketiga dari 83 Kementrian/Lembaga yang berpotensi paling korup. Indonesian Corruption Watch (ICW) dalam Diskusi Publik yang diselenggarakan YSKK pada tanggal 13 Maret 2012 menyampaikan tentang 10 obyek korupsi pendidikan tersebesar sepanjang tahun 2005 hingga 2011.
[caption id="attachment_283735" align="aligncenter" width="431" caption="Dok. YSKK"][/caption]
Berangkat dari hal tersebut, keberadaaan gerakan masyarakat sipil menjadi sangat penting dan strategis sebagai garda terdepan dalam mendorong terwujudnya tata kelola anggaran pendidikan yang akuntabel, transparan dan partisipatif. Masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam sistem ketatanegaraan berhak untuk terlibat dan mengetahui seluk beluk dunia pendidikan, terutama masalah pengelolaan dana pendidikan pada satuan pendidikan. Yayasan Satu Karsa Karya (YSKK) bersama Jaringan Organisasi Masyarakat Sipil/OMS (Indonesian Corruption Watch-ICW, Malang Corruption Watch-MCW, Seknas FITRA, Koalisi Pendidikan, NEW Indonesia, IDEA Yogyakarta, Lembaga Ombudsman Daerah Yogyakarta, AKSARA, Serikat Perempuan Indonesia, Jaringan Perempuan Gunungkidul, PATTIRO Surakarta, Masyarakat Peduli Pendidikan Kota Surakarta, JERAMI, dsb) dengan mendapat dukungan Program Representasi USAID telah melakukan advokasi sebuah model pengawasan yang melibatkan masyarakat yaitu CBM (Community Based Monitoring) Program BOS ke komisi X DPR RI.
Perjalanan dan tantangan advokasi CBM program BOS tersebut masih panjang dan berat, baik itu ditingkat pengambil kebijakan, ditingkat pengelola program BOS (sekolah) maupun ditingkat masyarakatnya sendiri. Khusus ditingkat pengelola program BOS yaitu sekolah, salah satu tantangan besar yang dihadapi adalah membuka ruang akses informasi publik terkait dengan pengelolaan program BOS. Selama ini, sebagian besar sekolah hanya membuka informasi terkait pengelolaan program secara umum saja, sehingga sulit bagi masyarakat untuk kemudian memverifikasi tingkat akuntabilitas pengelolaan program BOS tersebut. Sesuai dengan Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, sekolah menjadi salah satu badan publik yang berkewajiban untuk membuka ruang informasi publik. Namun, amanah dari undang-undang tersebut belum dilaksanakan secara baik oleh sebagian besar penyelenggara pendidikan.
Kebutuhan akses informasi ini menjadi sangat penting, karena tanpa dukungan informasi yang cukup, masyarakat tidak akan bisa melakukan pengawasan secara efektif terhadap penyelenggaraan pendidikan termasuk diantaranya program BOS. YSKK dengan dukungan ProRep-USAID bersama dengan jaringan OMS (organisasi masyarakat sipil) sejak pertengahan tahun 2012 telah membangun kerja-kerja kolaboratif untuk advokasi pendidikan, khususnya pengawasan program BOS.
Sebagai bagian dari kerja advokasi tersebut, YSKK dengan dukungan ProRep-USAID pada tanggal 9-10 Oktober 2013 bertempat di Hotel Anugrah Palace Solo akan menyelenggarakan “Workshop Perencanaan Uji Akses Program BOS”. Kegiatan ini selain sebagai media konsolidasi jaringan OMS sekaligus untuk menyusun rancangan uji akses program BOS di 100 yang tersebar di 4 provinsi, yaitu Jawa Tengah, DIY, DKI Jakarta dan JawaTimur.
Ada sekitar 30 orang peserta yang hadir, berasal dari ICW-Jakarta (Indonesia Coruption Watch), Seknas FITRA-Jakarta (Forum Indonesia untuk Transparansi), SPI-Jogja (Serikat Perempuan Independen), MCW-Malang (Malang Coruption Watch), KOAK-Lampung (Komite Anti Korupsi), Prakarsa-JawaTimur, Koalisi Pendidikan-Jakarta, New Indonesia-Jakarta, Pattiro-Solo, IDEA-Jogja, LOD Jogja (Lembaga Ombudsman Daerah), AJI-Solo, Jerami-Solo, KaKak-Solo, MPPS-Solo (Masyarakat Peduli Pendidikan Surakarta), Jaringan Perempuan Gunungkidul, Forum TIFA/TAPA, ATMA-Solo.
Pada salah satu sessi workshop ini juga akan ada diskusi panel yang menghadirkan Kepala Dinas Pendidikan kabupaten Gunungkidul, Kepala Dinas Kabupaten Sukoharjo dan Komisi Informasi Provinsi Jawa Tengah. Sesi panel ini khusus akan mendiskusikan tentang bagaimana implementasi UU KIP Nomor 14 Tahun 2008 di sektor pendidikan termasuk program BOS.
Salam Inovasi, 8 Oktober 2013
Yayasan Satu Karsa Karya
Singopuran RT.02/V No.103 Kartasura, Surakarta 57164 Jawa Tengah
Phone: +62-271-700 3159; Fax: +62-271-781724
Email: office@yskk.org | Website: www.yskk.org | www.awasibos.org
Pages Facebook: Awasi Dana BOS
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H