Mohon tunggu...
Yeni Sahnaz
Yeni Sahnaz Mohon Tunggu... Penulis - Junior

Seorang lansia yang senang bertualang di belantara kata-kata dan tidak suka pakai kacamata kuda dalam menyelami makna kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Lee Komponis Istimewa dari Korea-Penyandang Asperger Syndrome

3 April 2013   00:09 Diperbarui: 11 April 2021   14:34 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

https://www.youtube.com/watch?v=5hChMg33nJo&list=RDCMUC4LW3sOslC14Vn5bcoNUBkg&index=1&ab_channel=KBS%EB%8B%A4%ED%81%90

Sumber: KBS Documentary-Screening Humanity 22-02-2012

Sebut saja namanya Lee, usia 23 tahun seorang pemuda berasal dari Korea Selatan. Ia piawai bermain piano dan menggubah lagu. Jika saja kita tidak jeli mengamati perilakunya, pemuda ini nampak tak kurang suatu apa. Wajahnya manis dengan tubuh tinggi atletis sesuai tipikal pemuda Korea. Namun  bila melihat gerak-gerik tubuhnya yang kaku,  ekspresi wajahnya  yang datar saat berkomunikasi dengan orang lain serta intonasi suaranya yang canggung  , kita baru tahu kalau ia penyandang Asperger Syndrome yaitu suatu kelainan perilaku dimana sang individu mengalami kesulitan untuk berkomunikasi serta bersosialisasi dengan lingkungannya. 

Awalnya orangtua Lee tak menyadari kelainan yang disandang anak pertamanya tersebut. Ibunya yang seorang disainer interior bekerja di luar rumah dan begitu pula dengan sang ayah yang berkarir di dunia periklanan. Mereka menganggap perilaku Lee yang hiperaktif di usia balita sama saja seperti anak lainnya, seiring bertambahnya usia, suatu saat akan mereda dengan sendirinya. Namun kemudian mereka baru menyadari kalau Lee tak seperti anak lainnya, ia mengalami kesulitan untuk berinteraksi dengan orang lain.

Dukungan Lingkungan

Lee beruntung memiliki orangtua yang sigap, setelah berkonsultasi dengan para ahli dan mendapat penjelasan tentang kondisi sang buah hati, keduanya kemudian memutuskan untuk mendampingi Lee dengan segenap kemampuan. Agar memiliki waktu yang cukup untuk putranya, Ibu Lee mengundurkan diri dari tempat kerjanya lalu mengelola sebuah toko penyedia perlengkapan interior dan ayahnya memilih berkarir di rumah. 

Membesarkan Lee bukanlah hal yang mudah, terlihat jelas bagaimana energi orangtua Lee yang nyaris terkuras habis bertahun-tahun mengajarkan kemandirian kepada Lee.  Gurat kekhawatiran di wajah Ibu Lee nampak jelas terlihat saat mencoba melepas Lee yang sudah berusia 28 tahun berangkat sendiri menaiki kendaraan umum ke sekolahnya di sebuah SMA inklusi, diam-diam beliau mengikuti langkah Lee di belakangnya. 

Untunglah para guru dan teman-teman Lee menyambutnya dengan tangan terbuka, mereka berusaha bahu-membahu  membantu Lee yang tidak bisa duduk manis karena sulit berkonsentrasi. Ada yang menemaninya sejak di halte bus menuju ke sekolah, menuliskan catatan, menjelaskan pelajaran dan lainnya. Seorang gadis manis bahkan sengaja duduk sebangku dengan Lee karena ingin membantunya. Mereka memahami kondisi Lee yang sering hilir mudik di kelas ataupun tiba-tiba tergesa pulang ke rumah meski jam pelajaran belum usai. 

Menggubah Lagu

Ada suatu kebiasaan Lee sejak kecil yang nyaris membuat kedua orangtuanya tak habis pikir, Lee senang naik kereta api dan berada di seputar stasiun. Meski begitu orangtuanya  selalu mengikuti keinginan Lee yaitu menemaninya naik kereta api dan bertualang dari satu stasiun ke stasiun lainnya. Seiring bergulirnya waktu, hobi Lee bertambah dengan mulai merekam suara kereta yang lalu-lalang di stasiun. Koleksi rekaman  Lee bukan main, hingga dimuat dalam dus-dus besar dan oleh kedua orangtuanya disimpan dengan rapi meski mereka tetap bertanya-tanya dalam hati atas hobi unik putra sulungnya tersebut. Yang menakjubkan, Lee hapal suara berjenis-jenis kereta sesuai dengan spesifikasinya.

Hingga pada suatu hari orangtua Lee membeli sebuah piano bekas atas permintaan adik perempuan Lee yang ingin les piano. Awalnya Lee nampak tak peduli saat adiknya bermain piano namun kemudian ia mulai tertarik dengan memencet-mencet tuts sesukanya. Di kemudian hari minat Lee untuk belajar piano semakin terlihat melampaui adiknya hingga ia pun di leskan. Guru piano kemudian melihat bakat istimewa Lee yang tidak hanya cepat dalam menyerap materi lagu klasik yang diberikan namun juga berkreasi menggubah lagu sendiri.

Proses kreatif Lee dalam menggubah lagu amatlah unik, saat ilhamnya datang ia menghampiri piano lalu  memainkannya dan menulis notasi sebentar. Kemudian tiba-tiba ia berjalan hilir-mudik. Karena pendengarannya amat peka, ia sering terusik dan kehilangan mood oleh suara yang menurut orang lain tidaklah bising. Ia lalu merengek ke orangtuanya untuk diantar ke tempat sepi, lebih sering ke pantai. Pulang dari menyepi, Lee seolah mendapat suntikan energi hingga ia semangat menggubah lagu berikutnya.

Yang mencengangkan, semua lagu gubahannya begitu ekspresif menggambarkan berbagai muatan emosi dari semua interaksi Lee dalam berbagai situasi. Debur ombak, desau angin, rintik hujan, aroma bunga bahkan suara kereta berhasil menjadi sumber inspirasi yang dituangkannya menjadi sebuah komposisi indah.

Keistimewaan Lee telah menarik perhatian beberapa kalangan. Seorang profesor musik mengundangnya datang ke kampus. Sebuah kelompok teater tradisional mengajaknya bergabung dan Lee ternyata mampu tampil menjadi dirinya sendiri, menyapa penonton dan menyanyi. # 


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun