Suasana hingar bingar dengan pesta pora kebebasan berdalihkan demokrasi dapat menciptakan ruang pengekangan dan keterjajahan, ketika dimaknai dan dilakukan secara salah kaprah. Dalam demokrasi ala negeri kita, semua orang memiliki hak meneriakkan pendapat bahkan melakukan tindakan intimidatif dan repressif diperbolehkan (baca: dibiarkan). Beberapa melihat hal ini sebagai suasana positif baru, karena rakyat tidak ada yang merasa terkekang oleh pemerintah dalam berbicara dan beraktifitas. Rakyat dapat melakukan demonstrasi, menulis kritik terhadap pemerintah, sms dan curhat langsung pada kepala negara, bahkan berinisiatif dalam mewujudkan kebaikan menurut versinya masing-masing. Kekuasaan ditangan rakyat. Satu hal yang hilang dalam kesalah-kaprahan ini: PERLINDUGAN.
Suasana kebebasan yang salah kaprah, tanpa ada fungsi perlindungan untuk semua, terutama minoritas, seumpama dengan kebebasan di hutan belantara. Ketika harimau diberikan kebebasan memangsa, ketika macan menjadi mayoritas, para kancil pun hidup dalam keterkekangan dan ketakutan. Ketika kerbau menjadi mayoritas dengan jumlah tidak sebanding dengan macan, maka para macan pun termaginalkan. Semua binatang dapat melakukan apa saja yang ia mau tanpa melihat apa yang binatang lain inginkan. Yang berbeda dengan manusia, jauh di dalam hutan sana, para binatang mengerti arti kata cukup. Para harimau tidak pernah berfikir untuk menimbun dan mengumpulkan rusa dalam kandang pribadi untuk persediaan beberapa tahun. Mereka berhenti makan ketika kenyang.
Jaman dahulu, orang-orang yang berfikiran nyeleneh disingkirkan oleh penguasa. Namun sekarang, tanpa ada perlindungan terhadap pemilik pendapat, minoritas dengan gagasan berbeda terancam dan terjajah. Pendapat dapat disuarakan hanya bila memiliki dukungan yang dapat diperhitungkan. Dalam situasi seperti ini, nilai kebenaran menjadi samar. Yang dapat bertahan adalah standard kebenaran yang dimiliki oleh kelompok-kelompok berpendukung banyak, atau kelompok yang berada dalam lingkungan main-stream. Satu kelompok boleh memakan kelompok lain, hingga akhirnya semua berfikiran seragam. Tekanan sosial kemudian menjadi alat untuk mengeliminasi orang-orang berfikiran nyeleneh. Atau bahkan, rakyat sendiri yang dibiarkan menyingkirkan rakyat yang lain. Pandangan yang salah menjadi benar jika didukung oleh jumlah yang banyak. Bahkan yang menentang common-sense sekalipun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H