Cerpen Yoyo Goyol ( @yoyo_setiawan_79)
Tiba-tiba telepon gawai yang kukantongi bergetar, ada panggilan masuk. Tak biasanya selarut ini ada yang menelepon. Dari Eko, rekan kerja beda tim yang rumahnya di depan rumahku.
"Yo, tolong pulang cepat ya, ini Rafif sekarang demam tinggi, cepat minta ijin bos!" terdengar suara Eko dari seberang. Pukul 03:05 dini hari, aku sedang masuk kerja malam di pabrik tissue, tempatku bekerja dua tahun terakhir. Secepatnya tanpa ba-bi-bu, aku temui pak Hadi, supervisorku, untuk meminta ijin pulang.
Karena kondisi darurat, pak Hadi menyetujui. Alhamdulillah, prosedur tidak berbelit seperti dugaanku. Kukendarai cepat sepeda motor tua Karisma buatan tahun 1994 ini, lebih cepat dari biasanya. Secepat mungkin agar aku bisa bertemu Rafif di rumah.
Sesampai di rumah, aku begitu kaget! Rumah terang benderang karena semua lampu dinyalakan, tapi kondisi sepi sunyi. Aku tengok kiri-kanan, sepi. Ya Allah, tadi Eko di telepon bilang Rafif sakit, sekarang rumah kok kosong? Ku ketuk-ketuk pintu -- asalamu alaikum---berkali-kali ku coba, nihil. Dasar pikiran sedang panik, tidak terpikir untuk menelepon. Ting, entah darimana setelah lima menit di depan pintu yang membeku karena dinginnya malam, aku baru teringat harus menelepon kembali Eko.
"Ko, Eko. Â Asalamu alaikum, Rafif dan istriku, sekarang di mana ya?" kata-kataku lirih terbata-bata. Bingung, menunggu suara jawaban dari seberang sana.
"Eh iya, Yo. Tadi aku langsung bawa Rafif sama istrimu ke klinik Bakti Husada. Ini sekarang sedang di UGD. Maaf ya, tadi nelpon tidak memberitahu tempatnya, kamu buru-buru menutup teleponnya ", jelas Eko dari seberang dengan suara lantangnya.
"Ya sudah, terima kasih banyak Eko. Aku sekarang di depan rumah. Baiknya aku langsung susul saja ya" jawabku singkat. Bingung mau jawab apa lagi. Kututup telepon, telepon genggam kukantongi kembali dan bersiap naik sepeda motor meluncur ke tempat yang dimaksud Eko.
Secepatnya kembali ku kebut sepeda motor agar segera sampai di klinik Bakti Husada. Perlu waktu lima belas menit dengan lumayan ngebut, sampailah aku di sana. Kuparkir sepeda motor, bergegas menuju ruang UGD. Kulihat beberapa selang transparan memenuhi wajah & kepala Rafif.Â
Kasihan, anakku dengan tubuh bongsornya. Matanya tertutup, muka sayu, nafasnya memburu, dadanya berdegup dua kali lebih cepat dari nafas normal. Yah, sakit asma mendadak datang menyerang.
Tapi ini penyakit penyerta, artinya ada penyakit utam sedang diobservasi sekarang, yang terjadi sebelumnya. Memang sewaktu aku berangkang kerja malam pukul 8 malam, tidak ada tanda-tanda pada diri Rafif. Semua tampak baik-baik saja. Tapi apa yang terjadi di depan mataku sungguh berbeda.