Mohon tunggu...
Yoyo Setiawan
Yoyo Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Melengkapi hidup dengan membaca dan menulis; membaca untuk menghayati betapa ruginya hidup tanpa ilmu, menulis untuk meninggalkan jejak bahwa kehidupan ini begitu berwarna.

Tenaga pendidik dunia difabel yang sunyi di pedalaman kabupaten Malang. Tempat bersahaja masih di tengah kemewahan wilayah lain. Tengok penulis kala sibuk dengan anak istimewa, selanjutnya kamu bisa menikmati pantai Ngliyep nan memesona! Temani penulis di IG: @yoyo_setiawan_79

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hari Pahlawan: Apa yang Sudah Kita Berikan Kepada Bangsa Ini?

10 November 2021   05:00 Diperbarui: 10 November 2021   05:22 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Besok Bangsa yang besar ini akan memperingati Hari Pahlawan, 10 November 2021. Tentunya sama seperti tahun 2020 kemarin yang berada di suasana pandemi Covid-19, tahun ini sepertinya juga peringatan ini dilaksanakan dengan sederhana, hikmat, mematuhi protokol kesehatan dengan ketat. Dan yang terpenting, arti dan implementasi hari Pahlawan itu sendiri.

Untuk generasi milenial yang sudah jauh dari generasi pelaku perang kemerdekaan, jauh dari saksi hidup (bisa jadi kakek-nenek keluarganya yang dulu ikut berperang di era 40-an, telah tiada) sehingga jejak kepahlawanan hanya bisa didapatkan dari "saksi bisu"  sejarah yang ada, seperti museum, buku sejarah, film dokumenter perjuangan dan literasi lainnya.

Tentu berbeda dengan generasi sebelumnya, generasi tahun 80-an atau 90-an, masih ada generasi "saksi hidup" pelaku perang kemerdekaan yang terlibat langsung , jadi bisa mendengar langsung dari beliau dengan penuh penghayatan (emosional). Kalau bahasa fiksinya, dapat ruh-nya!

Terus, kalau kebanyakan generasi milenial tidak bisa merasakan ruh heroiknya perjuangan memperebutkan kemerdekaan bangsa ini, bagaimana generasi ini dapat menghargai perjuangan pahlawan? Sebuah tantangan di era serba digital bagi generasi orangtua (generasi tahun 70-an sampai 90-an) untuk mewariskan ruh semangat perjuangan bangsa.

Penulis sendiri dengan pengalaman pribadi yang pernah mendengar langsung dari kakek, Mbah  Moh.Komari (alm), bahwasanya zaman perang adalah zaman yang paling pahit dalam kehidupan. Tidak ada seorangpun yang menginginkan hal itu terjadi. Tapi kok terjadi,-- kata beliau--sebagai orang kecil hanya "manut" saja pada pimpinan. Beliau, kakek saya, saat perang agresi Belanda II, tahun 1948 sudah berusia 18 tahun bertugas mengamankan kaum ibu dan anak-anak di wilayah desa kami. Saat malam, biasanya berjaga bersama puluhan pemuda dan saat siang kondisi gawat, mengarahkan ibu dan anak-anak bersembunyi di gua buatan di belakang rumah (semacam bunker).

Itu sedikit kisah beliau yang penuh heroik, saya ikut bangga. Untuk saya sendiri, masih malu belum bisa memberikan kontribusi besar pada bangsa ini, yang perlu pembenahan besar untuk menjadi bangsa besar tanpa melupakan jasa besar para pendahulu, para pahlawan bangsa. Kita dengan pekerjaan masing-masing bisa berkarya maksimal untuk bangsa dan negara ini dengan meneladani ketulusan berjuang, ikhlas tanpa  pamrih dan mengorbankan jiwa demi kemerdekaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun