Mohon tunggu...
suryo hadi kusumo
suryo hadi kusumo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan pejuang seni.

saya hanyalah seorang pencinta seni dan pengkahayal, yang memiliki pikiran abstrak, serta mengabdikan diri kepada sebuah seni.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Antara Ngayogyokarto dan Angso Duo

6 November 2024   21:33 Diperbarui: 6 November 2024   22:04 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sebuah kapal yang berlayar di selat sunda air mataku mengering dengan diiringi kehampaan yang menyelimuti hati dan jiwaku. Konon katanya ada sebuah legenda kuno yang mengatakan, apabila kau sedang bersedih dan putus asa, datanglah pada tengah malam di sebuah perempatan untuk menemui iblis yang akan mengabulkan segala permintaanmu. 

Apabila kiranya bisa, akan kutemui iblis itu tanpa meminta apapun, setelah itu dengan suka rela akan kukeluarkan hatiku untuk kupersembahkan kepada iblis itu, agar kerinduan dan kepedihanku akan sirna, dan akupub melupakan semuanya.

Di atas kapal ini aku berdiri dan merapuh. Udara musim panas disertai angin yang membelai rambutku perlahan-lahan membuatku hanyut dalam sebuah lamunan kosong. Kini aku berharap tubuhku bisa menyatu dengan lautan yang tampak kosong tersebut.

Semoga kesedihan ini bisa karam, menghilang hingga menyatu dengan lautan yang dalam ini. Agar aku dapat melupakan malam-malam romansa panjang di kota pelajar, angin kerinduan yang membelah lautan, serta lampu-jalanan kota yang menjadi saksi bisu kisah kita.

Aku mengingat saat-saat magis itu, ketika sebuah kata ya atau tidak dapat mengubah seluruh kehidupanku. Ketika kata-kata rindu saling kita gaungkan dalam kata maupun diam. Ahhh rasanya seperti sudah sangat lama sekali. Sulit dipercaya sudah dua tahun kita bersama dan berteman selama sepuluh tahun lamanya sebelum akhirnya kita diketemukan lagi dalam takdir, dan dipisahkan oleh takdir juga. 

Aku menulis kisah ini di atas sebuah kapal yang berlayar tenang menuju daratan, namun tidak dengan hatiku. Tanganku rasanya beku, kakiku mati rasa, dan setiap menit aku ingin berhenti hidup. Berharap segala rasa sakit ini hanya sebuah mimpi di siang bolong.

Mungkin cinta membuat kita menua sebelum waktunya atau bisa juga menjadi muda, jika masa muda telah terlewati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun