"Min lagi ngaret to?"
Penggalan kalimat ini seketika membuatnya naik pitam, walaupun perkataan ini terlihat sangat sederhana. Ia pikir sebagian masyarakat kita belum memahami apa itu arti dari bekerja.
Suatu hari di siang yang panas seseorang bekerja mencari rumput untuk kambing yang dipeliharanya. Ia terpaksa bekerja untuk menutupi kebutuhan sehari-harinya. Karenanya ia tidak mau merepotkan anak-anaknya di hari senjanya. Walau sudah dicegah oleh anak-anaknya, ia tetap melakukan hal tersebut. Selain mengisi kekosongan, juga bisa dapat uang tambahan dari hasil menjual kambing. Pagi dan sore selalu rutin ia beri makan kambing-kambingnya tersebut, sedaangkan di siang hari ia mencari rumput.
Singkatnya ia adalah seorang purnawirawan di sebuah instansi militer. Namanya telah cukup di kenal dikalangan militer pada saat ia bertugas dahulu. Dia mulai menggekuti pekerjaannya semenjak dikirim di papua, hingga kembali lagi ke jawa, tepatnya di Provinsi Jawa Timur. Lama ia mengabdi untuk negaranya beberapa puluh tahun, setelah itu ia pensiun karena faktor usia.
Semenjak dahulu sebelum memasuki dunia instansi militer, ia dikenal di kampungnya sebagai anak petani yang gigih. Ia sudah kerap kali berhubungan dengan perihal dunia pertanian dan pertenakan. Hal ini memang umum bagi masysrakat yang tinggal di desa. Dua kali ia mendaftar instansi militer baru diterima secara sah menjadi anggota militer di indonesia.
Singkat cerita setelah ia menjadi pensiun dari segala hal yang berbau militer, ia putuskan menjadi peternak. Ia tinggalkan segala jabatan serta kehormatannya sebagai prajurit, bahkan ia tak mau mengakui sebagai mantan prajurit, untuk membuktikan bahwa ia tidak mengandalkan segala jabatannya dahulu.
Pada siang yang terik ia berangkat menuiu lapangan kosong untuk mencari rumput, dengan wajah tuanya nan gigih serta peralatan yang dia gunakan, ia hayati pekerjaan itu. Namun di siang itu ada seseorang yang lewat didepannya dengan mengatakan "Min lagi ngarit to". Seketika ia naik pitam, namun ia jawab dengan lembut "nggih pak", ia tutupi kemarhannya dengan senyum ramah. Sang pengguna jalan itu hilang tanpa jejak lagi.
Baginya semua pekerjaan tidak ada yang hina, sejauh kita tidak merugikan orang lain. Namun bagi pengguna jalan yang lewat tersebut, pekerjaan mencari rumput atau istilahnya "ngarit", itu pekerjaan hina serta rendahan. Padahal ia bisa menjawab dengan lantang, serta memperkenalkan dirinya sebagai mantan prajurit yang juga melindungi keamanan si pengguna jalan tersebut, namun kiranya pengguna jalan tersebut kurang mengerti tentang saling menghargai satu sama lainnya. Ia dengan entengnya mengatakan hal hina itu didepan mantan prajurit. Tujuannya entah bercanda atau basa-basi, semua hal itu tetap tidak bisa diterima.Â
Min atau yang aslinya paimin, atau nama paijo adalah panggilan ejekan untuk orang-orang Jawa khususnya. Panggilan ini dinisbahkan kepada orang Jawa yang kolot, ndeso, kampungan dll. Padahal hakikatnya nama pemberian orang tua, walau seburuk apapun tetaplah nama. Istilahnya itulah nama seseorang manusia yang hidup, bernafas serta memiliki hak kemanusiaannya sendiri.Â
Pengguna jalan itu tak mengenal orang tersebut, namanya juga bukan paimin, namun dengan entengnya berani mengucapkan hak tersebut. Sungguh ironis sekali, apakah pemikiran sebagian masyarakat masih seperti ini? Memandang pekerjaan itu hina atau itu tidak hina, sungguh orang yang tidak menghargai manusia secara seutuhnya. Bahwasanya ia sebagai manusia juga membutuhkan orang lain, serta banyak hal remeh yang masih membutuhkab orang lain.
Ketika di rumah sang purnawirawan bercerita dengan keluarganya serta mengatakan hak seperti ini,
"HIna-hinanya pekerjaan itu ngarit atau mencari rumput ya", katanya.
Sebuah tanggapan yang juga singkat namun, menyiratkan kesedihan serta kekecewaan yang mendalam itu keluar.