Mohon tunggu...
Yoyok Waluyo
Yoyok Waluyo Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Herbivora..lebih suka makan sayuran daripada hewan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ketika Kelulusan Menjadi Target Utama

9 Juni 2011   05:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:42 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Guru mana yang tak ingin anak didiknya lulus 100%. Selain karena ikatan emosinal yang telah terjalin selama proses belajar, kelulusan siswa tersebut menjadi indikator keberhasilannya dalam mengajar.

Nama baik sekolah juga turut dipertaruhkan dalam kelulusan siswa. Ini menjadi tolok ukur keberhasilan sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan. Bahkan persoalan kelulusan ini juga menjadi fokus perhatian dinas pendidikan di tingkat kabupaten kota maupun propinsi. Walikota atau bupati pun tak lupa menitipkan pesan agar siswa di wilayahnya lulus semua.

Lalu, segala upaya pun dilakukan termasuk cara-cara yang sesungguhnya bertolak belakang dari misi pendidikan itu sendiri. Bocoran menjadi incaran sebelum pelaksanaan ujian dimulai. Aparat kepolisian dikerahkan untuk menjaga soal. Suasana pun mencekam. Contek menyontek ketika ujian berlangsung pun terjadi dimana-mana. Hal itu bukan karena pengawas lengah dalam melaksanakan tugas, tapi semua telah dikondisikan bersama agar nama baik sekolah terjaga dan demi masa depan anak-anak. Begitu alasan yang muncul.

Ada pula adegan yang memilukan, ketika anak-anak sudah selesai mengerjakan soal ujian, para guru berkumpul untuk membetulkan beberapa jawaban siswa. Demi nama baik sekolah dan masa depan siswa.

Pembangunan karakter bangsa (character building) ternyata hanya menjadi bahan proyek diskusi, seminar dan sambutan presiden atau menteri pendidikan. Sama sekali tidak menyentuh pada pelaksanaan konkret di sekolah.

Kalau memang karakter bangsa menjadi prioritas dalam sistem pendidikan, tentunya standarisasi kelulusan yang bersifat akademik tidak akan sedemikian ketat dan seragam. Lebih lagi kita tidak bisa menutup mata adanya kesenjangan fasilitas belajar antara kota, desa dan pelosok pedalaman.

Upaya meningkatkan mutu pendidikan dengan memberlakukan standar kelulusan seperti yang digunakan sekarang seperti berbuah simalakama. Alih-alih tercapai, yang terjadi adalah berbagai upaya curang untuk mengakali proses kelulusan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun