Kali ini saya akan ceritakan perjalanan 13 kali menapaki gunung Merbabu. Secara geografis gunung ini terletak pada 7,5° LS dan 110,4° BT. Secara administratif gunung ini berada di wilayah Kabupaten Magelang di lereng sebelah barat dan Kabupaten Boyolali di lereng sebelah timur, Propinsi Jawa Tengah.
Saya memang tidak begitu mendalami ilmu kegunungan maupun ilmu pencinta alam ataupun survival. Tetapi saya sangat gemar menapaki hutan terutama hutan di gunung Merbabu. Selama hidup saya sampai saat ini dimana saya sedang menuliskan artikel ini saya sudah menapaki gunung merbabu sebanyak kurang lebih 13 kali perjalanan dan 3 diantaranya tidak sampai puncak dan 3 kali mendaki gunung Merbabu sendirian. Saya sendiri heran kenapa saya bisa sebanyak itu menapaki gunung ini (menurut saya sudah banyak). Mungkinkah saya sudah jatuh cinta dengan gunung?
Dari tiga belas kali menapaki Gunung Merbabu banyak sekali pelajaran hidup yang saya peroleh. Baik hasil interaksi dengan pendaki lain maupun dari fenomena alam yang terjadi.
Diantaranya waktu saya mendaki melewati jalur pendakian Kopeng (Tekelan). Waktu itu baru pertama kali saya mendaki melewati jalur tersebut dan belum tau pasti rute dan kondisi medannya. Waktu itu kondisi saya sudah berjalan kurang lebih 4 jam dan ketika itu saya merasa dari setiap jalan yang saya lalui itu hampir sama dan serupa baik kondisi disetiap tikungan semak-semaknya. Saya terus berjalan dan menjalani rutinitas tersebut dengan kesendirian dan saya merasa putus asa merasa tidak kuat untuk melanjutkan perjalanan terlebih-lebih tujuan dari tempat untuk istirahat adalah di watu gubug yang tidak kunjung terlihat. Setelah istirahat beberapa menit akhirnya saya melihat pos watu gubug kurang lebih 500 m dan akhirnya semangatku bertambah dan akhirnya sampai watu gubug. Dari situ bisa saya ambil sebuah pelajaran bahwa hidup adalah sebuah rutinitas dan rutinitas sangat membosankan. Rutinitas akan tidak membosankan apa bila kita sudah melihat hasil dari rutinitas tersebut didepan mata. Untuk itu hidup harus terus kita warnai dengan meyakini bahwa apa yang kita kerjakan ini sudah ada hasilnya tinggal kita bersabar mencarinya.
Ada lagi dari setiap menapaki gunung saya selalu melewati jalan yang naik turun terjal dan berkelok-kelok. Jalan itu akan terasa berat ketika kita melaluinya dengan buru-buru tanpa berfikir strategi melangkah serta selalu mengeluh akan hasil yang tak kunjung dicapai. Dari sini bisa diambil sebuah pelajarang hidup bahwa jalan hidup itu memang berliku-liku dan banyak sekali halangan serta rintangan. Ketika kita mencoba melewati itu semua dengan ikhlas tanpa mengeluh tanpa pamprih maka perjalan tersebut akan terasa indah.
Kebiasaan unik (menurut saya) yang sering saya lakukan adalah berhenti sejenak dan melihat kebelakang dari jalan yang sudah saya lalui. Dari situ ada maksud tersendiri untuk mengingatkan diri saya bahwa saya harus ingat apa yang sudah saya lalui. Tahu asal usul saya dan selalu belajar dari pengalaman hidup.
Pemotongan jalur, hal ini sering saya lakukan guna untuk mempercepat mencapai puncak. Tetapi selalu medannya akan jauh lebih berat dari jalur yang sudah ada. Begitu juga hidup ini jika kita berani mengambil resiko dan menerima rintangan yang berat maka kita akan lebih cepat mencapai puncak.
Masih banyak lagi pelajaran hidup yang saya peroleh mungkin lain kesempatan akan saya sampaikan lagi. Orang yang sukses bukan orang yang bisa menaklukan sesuatu hal diluar diri kita, tetapi orang sukses adalah orang yang bisa menaklukan diri kita. Mendaki gunung bukan untuk menklukan gunung tersebut melainkan untuk menaklukan diri kita sendiri.
Jadi silahkan komentar yowis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H