Tak apa semut kecil
Kau adalah petarung terbaik
Dua kali menendang kerikil
Aku melihat dari bilik
Terulang kembali
Walau kini tak lagi sepi
Terima kasih berkali-kali
Lagi, berapi-api
Dua mata
Menjadi tanda
Jika rasa itu masih digenggam semesta
Parah, sampai menusuk dada
Maafkan, aku tersiksa
Tak bisa menghindar darimu, kesatria
Tak bisa menghapus rasa
Yang senantiasa membawa bahagia
Hadirmu yang sengaja
Bagai Dewa yang hobi meluncur
Dan selalu meraja
Dalam sanubari, yang selama ini tertidur
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!