Mohon tunggu...
Yovita Nurdiana
Yovita Nurdiana Mohon Tunggu... Penulis - Purchasing, pembaca mata dan penulis nama seseorang di setiap tulisannya

Membaca sambil mendengarkan musik favorit

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Mana Pendukungnya?

24 Desember 2024   21:11 Diperbarui: 24 Desember 2024   21:11 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto saat latihan rutin (sumber gambar : dokpri) 

Tahun lalu, aku dipaksa tanding bulu tangkis dengan temanku sesama divisi karena adanya perlombaan tiap divisi. Aku memang suka menonton pertandingan bulu tangkis, tapi bukan berarti suka main atau tanding. Ya, namanya juga dipaksa, jadi kami mulai dari nol dengan dilatih oleh beberapa pelatih.

Sejak awal tanding, tim satu divisi melihat kami sebagai pendukung, walau tidak juara 1, tapi kami juara 2. Sedihnya, sebelum tanding di final, ada dua orang yang merendahkan atau meremahkanku. Ia tahu bahwa kami pasti kalah, tapi dengan berkata di depanku.

Tahun ini, teman yang dulu menjadi satu tim denganku saat tanding habis operasi sehingga tidak mau untuk tanding. Aku awalnya tidak mau tanding lagi, tapi kali ini dipaksa lagi dengan orang yang sama dan dengan teman satu tim yang habis operasi. Lagi, aku masih malas sebenarnya, apalagi ada 2 divisi yang mengundurkan diri karena tidak ada wakil, sehingga yang tanding adalah orang yang memang sudah hebat dan membuatku rendah diri.

Akhirnya, aku terpaksa ikut pertandingan dan masih saja diremehkan atau direndahkan oleh orang yang sama, itu membuatku minder. Teman satu timku dulu memberi semangat dan berjanji akan mendukung dengan menonton selama bertanding. Tapi entah mengapa sudah dua kali tanding, tak satu pun teman satu divisi yang ruangnya dekat denganku dan teman yang tadi berjanji padaku itu menonton. 

Tim musuh selalu didukung beberapa orang dan tambah membuatku sudah putus asa. Pertandingan pertama kami menang, didukung oleh beberapa teman beda divisi dan aku bahagia karena Ia menepati janji, walau di awal kelihatan bercanda. Nah, saat tanding kedua kami kalah, memang karena musuhnya memang sudah ahli. 

Tanding kedua kami masih didukung dengan teman beda divisi walau beda orang. Aku sedikit bahagia walau kalah, karena masih ada teman yang peduli dengan kami walau hanya dua orang. Masih menyalahkan diri sendiri, karena sebagian besar bola keluar karena kesalahan sendiri. 

Satu yang membuat tambah salah adalah aku dibilang tidak mendengarkan apa yang teman satu tim katakan padaku. Maklum, kami latihan hanya satu kali karena memang sejak awal divisiku mengundurkan diri, jadi memang kurang persiapan.

Baca juga: Maafkan Raketku!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun