Mohon tunggu...
Yovita Nurdiana
Yovita Nurdiana Mohon Tunggu... Penulis - Purchasing, pembaca mata dan penulis nama seseorang di setiap tulisannya

Membaca sambil mendengarkan musik favorit

Selanjutnya

Tutup

Diary

Jangan Diam Seribu Bahasa!

28 Agustus 2024   12:13 Diperbarui: 28 Agustus 2024   12:30 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi orang menyeberang (sumber gambar : pid.kepri.polri.go.id) 

Siang hari saat aku tugas luar dan lewat daerah sawah, aku melihat seorang Bapak memakai sepeda motor sedang membawa beberapa kue yang Beliau jual. Beliau berhenti hendak menyeberang di jalan sepi itu dan terlihat sedikit kesusahan membawa barang dagangan itu.  

Awalnya Beliau ingin menungguku lewat, baru akan menyeberang, tapi karena aku melihat Beliau kesusahan, aku berhenti dan mempersilahkan Beliau menyeberang. Beliau menatapku dan menundukkan kepala tanda terima kasih. 

Wah, senangnya melihat itu di saat orang yang tidak kita kenal bisa seperti itu, sedangkan orang yang masih muda atau yang kenal saja belum tentu seperti itu dengan kita.

Baca juga: Saat Diam itu Emas

Esok harinya, aku melihat seorang pria yang sedang berada di rumah sakit, berjalan melewati pos security dan Beliau menundukkan kepala pada beberapa security di situ, padahal juga belum tentu kenal.

Di tempat ibadah, beberapa orang juga pernah menundukkan kepala padaku, padahal belum saling mengenal, malah ada yang menyapa atau tersenyum atau mengajak bicara atau berjabat tangan denganku. Bahagia jika ada yang memanusiakan kita, bukan hanya diam saja seakan tidak kenal atau malah memalingkan muka saat bertemu kita, karena masih saja ada orang yang seperti itu.

Lalu, saat aku melewati sebuah jalan sepi di kampung yang aku belum kenal penduduknya, aku terpana melihat seorang Bapak sedang memilih beberapa sampah yang akan Beliau kumpulkan, lalu dibawa menggunakan sepeda motornya yang sudah tua. Bapak itu sedang duduk di jalanan itu. 

Mengapa aku terpana? Jelas, Bapak itu melihatku lewat dan melemparkan senyum manisnya padaku. Aku pun menundukkan kepala karena aku memakai masker, tak bisa membalas senyumnya. Indahnya pemandangan siang ini.

Setelah itu, aku lewat sebuah rumah makan yang terkenal dan selalu ramai, ada juga tukang parkir di situ. Aku berhenti karena ada yang menyeberang jalan itu. 

Setelah mobil yang menyeberang itu melaju, aku perlahan melaju dan tukang parkir itu tersenyum padaku sambil mengucapkan, "Hati-hati di jalan." Padahal aku hanya lewat.

Di kampungku, seorang muda yang sudah mengenalku saja, tidak bisa berterima kasih, padahal aku pernah mendahulukannya saat Ia hendak menyeberang jalan. Ia tak menunduk, tak tersenyum, tak mengucap apa-apa atau tak memberikan klakson. Begitulah, kadang yang kenal malah diam seribu bahasa, tapi yang belum kenal malah memberikan senyuman kebahagiaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun